Chapter 25☑️

5.7K 439 1
                                    

Don't forget to give a vote⭐️

"Kau harus mendengarkan penjelasannya dulu, Val." Ujar Lea sembari mengelus punggung Valerie yang naik turun akibat menangis sesegukan.

"Aku hiks belum siap mendengarnya, aku perlu waktu untuk hiks mencerna semua ini hiks," jawab Valerie di tengah tangisannya.

Lea kembali menenangkan sahabatnya itu yang sedang dilanda kesedihan akut. Meski terbilang sangat susah untuk membuat Valerie berhenti menangis. Hari ini sudah terhitung hari ke-3 Valerie menangis sepanjang hari di apartemennya dan selama itu juga Lea menginap disana.

That is what friends do.

Sahabat tidak mungkin membiarkan sahabatnya melewati hari-hari buruk sendiri.

"Aku mengerti, tapi sampai kapan kau menangis seperti ini? Tidakkah kau sadar matamu sekarang sangat sembab hingga terlihat seperti kening ikan lohan?"

Mendengar ucapan tersebut, Valerie sontak berdiri dan berjalan menuju kacanya kemudian memperhatikan kedua matanya, "ya Tuhan mataku!" Teriak Valerie setelah itu tersungkur ke karpet perlahan dengan kedua tangannya yang menutup wajahnya.

"Kau benar hiks mataku hiks hiks," katanya disertakan tangis yang lebih kencang dari sebelumnya.

Lea menghampiri Valerie sambil menutup kedua telinganya, "cukup! Tangisanmu membuat kepalaku ingin pecah. Sekarang hapus air matamu!"

Vally menurut apa perkataan sahabatnya, ia menghapus air mata yang membasahi pipi-pipinya, "ayo, kita keluar." Ajak Lea

"Kemana?"

"Menjernihkan otak!"

30 menit kemudian, kedua wanita itu sudah rapi dengan pakaian mereka masing-masing, walau begitu 'kusut' masih terlihat pada wajah Valerie yang sudah terlapis makeup, dia terlihat seperti zombie berjalan.

Mereka bergegas ke mall yang tak jauh dari apartemen dengan berjalan kaki. Lea memang tau betul shopping adalah satu-satunya kegiatan yang bisa melupakan masalah bagi Valerie.

*

Di lain sisi, Jimin meremas rambutnya sendiri dengan kasar. Ia sangat stress ketika mengetahui Valerie mengenal sosok yang ia tutupi selama ini. 3 hari mampu membuatnya sangat tersiksa, ia benar-benar merindukan Valerie dan memerlukan sosok kekasihnya itu di sampingnya. Jimin juga sudah sangat lelah berbohong kepada putrinya, ia selalu mengatakan bahwa Valerie sedang keluar kota untuk urusan pekerjaan jadi tidak bisa pulang ke rumah.

Lamunannya terpecah ketika mendengar ponselnya berdering, ia melihat siapa yang menelpon lalu mengusap layar ponselnya ke arah hijau.

"Ya?"

"Tuan, ia keluar bersama sahabatnya menuju mall."

"Ikuti mereka jangan sampai ketahuan, jangan lupa untuk memotret dirinya. Pastikan ia aman dari pria brengsek itu. Mengerti? Segera kabari aku jika sesuatu yang buruk terjadi."

"Saya mengerti, Tuan."

Jimin kembali meletakkan ponselnya pada saku jas dan menghela nafas kasar.

Selama Valerie keluar dari rumahnya, ia memang menyuruh anak buahnya untuk memantau kekasihnya dan memastikan bahwa dia aman. Terlebih saat ia mengetahui dari pelayan di rumahnya jika Valerie kembali ke rumahnya saat ia di kantor dan Jiya di sekolah. Saat di kamar, dia menemukan semua credit card yang ia berikan ke Valerie di atas kasurnya, bahkan Valerie juga mengambil passport.

Jimin bisa saja menarik paksa Valerie untuk pulang ke rumahnya dan mengurung kekasihnya itu agar tidak pergi kemana pun. Namun, ia urung niatnya tersebut karena ia tidak mau bertindak sejahat itu apalagi ia sudah membuat sedih atas perbuatannya. Ia mengerti bahwa Valerie memerlukan waktu sendiri.

Dia juga sudah mengetahui semuanya. Apa hubungannya Valerie dengan wanita itu. Dari awal ia kenal hingga sekarang... yang seperti ini. Ia tau. Dan semakin ia tau, semakin ia sadar perbuatannya di masa lalu membuat kekasihnya terpuruk beberapa tahun lalu.

Jimin memperhatikan kertas yang berada di tangannya. Di atas kertas itu terdapat sketch wajahnya yang digambar oleh Valerie yang diberikan sebelum masalah ini timbul.

"Terus seperti itu," racau Jimin ketika merasakan kejantanannya seperti dicengkram kuat oleh Valerie yang berada di atasnya. Di posisi seperti ini, seolah membuat milik Jimin masuk sepenuhnya dengan mudah di lubang sempit milik Valerie hingga beberapa kali kepala kejantanannya menumbuk spot terlemah kekasihnya.

Sampai-sampai Valerie yang berada dipangkuannya mengadahkan kepala ke atas dengan mata terpejam dan jangan lupa rintihan kenikmatan yang ia keluarkan dari mulutnya. Jimin yang tak tahan melihat kekasihnya yang sangat menggairahkan itu pun segera meraih pucuk dada yang berada di depan wajahnya dan langsung mengemutnya seperti lolipop, "Jimin...!" Valerie terbata-bata ketika merasakan orgasme akan melandanya.

Valerie kembali menggerakan pinggulnya maju-mundur hingga terdengar suara dua kulit yang saling bertubrukan. Ini pertama kalinya ia memimpin permainan ranjangnya dengan Jimin.

Jimin mencengkram kuat pinggul Valerie membantu untuk bergerak lebih cepat. Sesekali Jimin melirik ke bawah dan melihat penyatuhan tubuh mereka lalu tersenyum.

Jimin menampar bokong Vally membuat sang wanita menjerit kesakitan yang diikuti gelayar nikmat.

Ia segera memangut bibir Valerie dengan rakus, menghisap, dan menggigit bibir mungil wanitanya itu membuat Valerie membuka mulutnya. Tak ingin melewatkan kesempatan, Jimin langsung memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulut dan mengajak lidahnya untuk bergelut sampai suara decakan mereka terdengar bercampur dengan suara desahan mereka serta suara tubuh mereka yang saling bertubrukan.

Semua menjadi satu hingga keringat mengucur pada dahi dan tubuh keduanya. Pendingin ruangan seakan tidak berguna akibat aktivitas panas mereka.

Mereka mendesah kencang mereka bersama ketika merasakan puncaknya. Valerie menjatuhkan kepalanya di bahu Jimin dengan kontak tubuh yang masih menyatu. Mereka menormalkan nafas mereka yang tersenggal-senggal. Badan keduanya juga sudah basah oleh keringat.

Untung saja kamar Jimin kedap suara, jika tidak mungkin semua pelayan termasuk putrinya bisa mendengar desahan kencang tiap permainan hebat mereka tiap malam.

Tangan Jimin bergerak untuk mengelus surai panjang kekasihnya seraya memberi kecupan manis pada puncak kepalanya. Valerie mendongak dan mendapati Jimin yang sedang menatapnya dalam arti. Semburat merah segera terpancar dari kedua pipi wanita itu.

Jimin yang menyadari hal itu segera mengusap lembut pipi Valerie dengan ibu jarinya. Namun, tindakan tersebut salah. Itu membuat pipi Valerie tambah merona, "kau sangat cantik," pujinya. "Tapi, lebih cantik jika kau di bawahku." Sambungnya dengan mengedipkan salah satu matanya.

Valerie menatapnya sebal dan segera bangkit dari tubuh Jimin membuat penyatuan tubuh mereka terlepas begitu saja. Dia membaringkan tubuhnya di samping Jimin.

"Aku bercanda, sayang. Kau cantik kapan pun, di mana pun, dan selalu." Jelas Jimin sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang polos.

"Hmm," sahut Valerie singkat dan tangannya bergerak mencari sesuatu di dalam meja yang berada di samping ranjang. Ketika mendapatkan apa yang ia cari, Valerie langsung menyerahkannya pada Jimin.

Sebuah sketch gambar Jimin yang ia buat ketika ibu Jimin datang, ingatkan?

Mereka memposisikan badan menjadi duduk sambil menyender pada headboard kasur dan menatap kertas yang dipegang Jimin. "Kau yang membuatnya?" Tanya Jimin. Valerie pun mengangguk antusias. "Kekasihku ini sangat berbakat!" Puji Jimin sembari senyum manis hingga kedua matanya lenyap.

Jimin memijat kepalanya yang pening dan berusaha fokus pada pekerjaan yang menumpuk. Sesekali ia memikirkan bagaimana cara untuk menjelaskan semuanya pada Valerie. Ia takut Valerie meninggalkan dirinya akibat kekecewaan serta kemarahan yang ada pada Valerie terhadap dirinya.

Bagaimana pun Jimin tak akan membiarkan Valerie pergi darinya. Tak akan. Semua cara akan ia lakukan untuk membuat Valerie kembali ke dalam pelukannya seperti sebelumnya.

-Tbc-

Telah direvisi.

CONNECTED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang