Don't forget to give a vote⭐️
Jam di dinding sudah menunjukan pukul sepuluh lebih lima belas menit malam hari, seharusnya aku sudah berada di alam mimpi. Tapi, aku malah disibukkan oleh berkas. Aku meletakkan jari-jariku di atas keyboard, mengetik serangkain kata yang membosankan.
Aku menatap bingkai foto yang berada di sebelah layar laptopku. Sebuah foto berisikan aku dan dia yang merangkul pundakku. Dia yang aku rindukan.
Kang Taeyeon.
Sahabat seperjuanganku. Orang pertama yang ku kenal pada masa kuliahku dulu. Sesosok wanita kuat.
Wanita yang sudah ku anggap seperti kakakku sendiri.Aku sangat menganggumi sikapnya yang dewasa. Jika saja aku tidak bertemu dengannya, pasti sifat kekanak-kanakan dan manja masih sangat melekat padaku. Ya, aku sangat manja, aku akui itu. Maka dari itu, aku memutuskan untuk pergi ke Korea, hidup seorang diri agar mandiri. Berkat Taeyeon juga, semua nasihatnya yang ia berikan kepadaku setiap hari, aku jadi bisa berubah, walau tidak banyak.
Walaupun ini kehilangannya begitu menyakitkan, tetapi aku percaya Tuhan selalu memberikan jalan terbaik untuk semua umat-Nya. Maka dari itu, aku ikhlas, aku yakin kau juga sudah bahagia disana bersama anakmu.
Dulu aku sangat menunggu kelahiran anakmu, namun Tuhan berkata lain. Untuk mengurangi kesedihanku, aku mengajar di TK. Ntah kenapa, sejak kehamilanmu, aku sangat menyukai anak kecil. Aku bertemu banyak anak kecil yang sangat menggemaskan disana.
Memikirkan tentang anak kecil, aku teringat Jiya. Andai saja anakmu ada, mungkin ia sudah sebesar Jiya. Mereka bisa bermain bersama. Huh, memikirkannya saja aku sudah senang.
Ku tutup layar laptopku serta merapikan beberapa lembar kertas di meja menjadi satu tumpukan rapi lalu berbaring di ranjang empukku, menuju alam mimpi.
Mataku yang terpejam terbuka perlahan, menampakan bola mataku yang berwarna hazel. Melihat sinar matahari yang jingga dengan hamparan taman hijau di sekitarnya.
Kakiku melangkah mendekat ke tempat ia berdiri membelakangiku, memakai pakaian serba putih.
Tanganku memegang pundaknya membuat sang pemilik membalik tubuhnya menjadi berhadapan denganku. Mulutku terbuka ketika melihat siapa yang berada di depanku ini, aku tak dapat berkata-kata melihatnya.
Air mataku turun perlahan mengalir di atas pipiku ketika tangannya menggenggam tanganku dan menatap mataku dalam. Kemudian dia tersenyum sambil berbisik sesuatu yang tidak bisa aku dengar. Ia berlari, sontok aku juga berlari berusaha menggapainya. Belum dapat ku raih pundaknya, kakiku tergelincir dan terperosok ke dalam jurang.
Tubuh tersentak. Mataku terbuka dan melihat sekitar. Setelah sadar, aku menghela napas lega—mengetahui bahwa tadi itu hanya sebuah mimpi.
*
"Haruskah aku mencarikanmu seorang pria untuk kencan buta?" Aku mamandang wanita di depanku dengan tatapan tajam.
"Jangan bercanda, Lea." Dengan enggan aku menjawab pertanyaan konyol temanku.
"Kau yang bercanda, sudah umur segini masih belum memiliki pasangan!"
"Is that important?" Jawabku asal. Ya, apa pentingnya? Sendiri saja aku sudah bahagia, mengapa membutuhkan orang lain? Yang ada hanya membuat pusing. Semenjak kandasnya hubunganku beberapa tahun lalu, aku jadi malas berhubungan dengan lawan jenis.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONNECTED [end]
Fanfiction[BOOK I] [COMPLETED] Valerie Johnson, wanita kelahiran Indonesia yang berusaha hidup mandiri di negeri ginseng, yakni Korea Selatan. Beberapa tahun mengenyam pendidikan di salah satu universitas ternama disana membuatnya lupa dengan tanah kelahirann...