Lea berjalan menuju kelasnya hari ini. Selama kelas berlangsung, dia sama sekali tak bisa fokus ke dosen yang tengah menjelaskan di depan.
Dan tak terasa hingga dua jam Lea tak tahu apa yang dosen itu katakan. Kelas sudah selesai, Lea menghela nafasnya dengan lega.
Tiba tiba, handphone miliknya berbunyi. Lea melihat nama Vania tengah memanggilnya.
"Kenapa Van?" Tanya Lea langsung
"Lo buruan ke kantin"
"Ada apa sih?"
"Lo bakal tahu deh. Buruan"
Lea menutup panggilan dan dia segera menuju kantin. Mendengar ucapan Vania yang menyuruhnya kesana dengan cepat membuat Lea berpikir bahwa Vania akan memberitahu berita atau informasi yang penting.
Dia mendapati Vania bersama Aldi duduk di salah satu kursi kantin. Lea segera melangkah menuju mereka. Lea menarik kursi di depan Vania dan duduk disana.
"Jadi, apa yang mau lo katakan?" Tanya Lea
"Lo lihat ini"
Vania memberikan handphonenya kepada Lea. Lea segera mengambilnya dan dia menonton video yang diputar oleh Vania
"Ini kan..."
"Betul, maaf gue ngga nolongin lo dari Evan dan malah merekam kejadian ini" balas Vania dengan perasaan bersalah
"Kenapa lo ngga milih nolongin gue?" Tanya Lea dengan kesal
"Gue bisa jelasin Le" balas Aldi dan Lea memutar kedua bola matanya
"Cepetan"
"Lo kemarin di tolong Zenith kan?" Tanya Aldi dan Lea mengangguk
"Gue yang nyuruh" balas Aldi lagi
"Kenapa ngga lo aja? Kenapa harus Zenith?" Tanya Lea lagi
"Gue ngga ada hubungannya sama kalian. Kasus ini akan klimaks jika Zenith kemarin nolongin lo"
"Terus apa dampaknya Zenith nolong gue?"
"Tentu saja Evan akan marah kan. Kita akan mengumpulkan bukti lagi Le. Tapi, lo harus dikorbankan disini. Karena Evan mengincar lo"
"Lo ngerti kan Le?" Tanya Vania dengan penuh harapan
"Gue ngerti" balas Lea
Vania dan Aldi menghela nafas dengan lega. Lea tersenyum melihat tingkah mereka. Lea bersyukur bahwa kedua sahabatnya ini mau dia terbebas dari Evan.
Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, Lea segera bergegas menuju rumahnya. Dia menenteng tasnya dan berjalan keluar dari kelas. Namun, sosok seseorang membuatnya berhenti melangkahkan kakinya. Badannya bergemetar kecil melihat sosok itu.
Tiba tiba, sosok itu sudah membalikkan badannya dan mereka saling menatap. Lea segera memalingkan wajahnya dengan rasa takut yang mendebar.
"Lea"
Lea tersentak saat bahunya di pegang oleh Evan. Dia segera menoleh ke arah Evan. Lea bisa lihat raut wajah Evan.
"Mau apa lo?" Tanya Lea telah sekian lama dia terdiam
"Ada yang mau aku omongin. Kita bicarakan di taman saja" ajak Evan dan Lea mengikuti Evan dari belakang, tanpa niat berjalan sebelahan dengan Evan.
Kini mereka sampai di taman, mereka berdiri berhadapan. Beberapa siswa masih berlalu lalang di halaman, namun tak ada niatan menatap Lea dan Evan.
"Aku minta maaf atas kejadian kemarin"
"Kenapa lo lakuin itu? Apa segitu murahannya gue?"
Evan membulatkan matanya, "Nggak Lea. Kamu orang yang paling berharga buatku. Maaf, kemarin aku di kendali alkohol. Pikiranku lagi tak beres"
"Bukannya keadaan mabuk menunjukkan jati diri seseorang?" Tanya Lea langsung dan Evan seketika tak tahu mau membalas apa
"Maaf Lea. Aku nggak bermaksud untuk melakukan hal itu"
"Maaf Van, gue ga bisa dekat dekat dengan lo lagi"
Bagaikan tersambar petir, Evan sangat terkejut dengan ucapan Lea. Ucapan itu seakan membunuhnya perlahan. Apa ini? Kenapa separah itu yang Evan lakukan? Dia dibawah kendali alkohol, dia tidak sepenuhnya bersalah.
"Apa maksudmu Lea?" Tanya Evan dengan ketawa getir
Lea dengan nyalang menatap Evan, "Lo tahu itu Van"
Lea segera melangkah pergi, Evan mengepalkan tangannya dan segera berbalik ke arah Lea melangkah.
"Kamu sejijik itu sama aku yang notabenenya pacarmu? Tapi kamu ngga pernah jijik dengan Zenith! Apa istimewanya dia!"
Lea membalikkan badannya dan dia menatap tanpa takut Evan yang tengah emosi. Lea menghembuskan nafasnya.
"Itu masih lo tanyakan? Jelas saja gue dan Zenith saling cinta. Kita? Hanya lo yang mencintai gue"
Evan yang mendengar itu kian emosi. Dia segera memegang kedua bahu Lea dengan tatapan tajamnya.
"Gue pacar lo! Jangan pernah lo cinta sama bajingan itu!" Evan berteriak di depan wajah Lea. Lea takut melihat wajah Evan yang sangat menakutkan.
"Kalo dengan cara ini gue ga bisa buat lo jatuh cinta. Maka dengan cara ini pasti lo akan jadi milik gue"
Evan segera mencium bibir Lea dengan kasar. Lea terus memberontak di dalam dekapan kuat Evan. Lea takut, kejadian baru saja dia alami kembali terulang. Air mata terus berjatuhan namun Evan tetap menciuminya dengan kasar.
Evan segera menjatuhkan tubuh Lea ke tanah. Kini Evan menghabisi dirinya. Evan terus mencecapi setiap inci wajah Lea. Lea menangis kian besar, namun tak ada orang yang lewat atau mendengar tangisannya. Evan segera menciumi lehernya dan mengigit disana. Lea meringis kesakitan.
Lea menatap langit dengan buram, "Tuhan, apa nasibku bersama Evan? Tuhan aku ngga mau sama dia. Aku hanya mau bersama Zenith, orang yang sangat kucintai. Tolong aku Tuhan."
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Scenario
Roman pour Adolescents{Cerita di PRIVATE. Jika mau membaca cerita ini, FOLLOW aku. Untuk menghindari PLAGIAT} Apakah ini skenario yang ditulis Tuhan untuk Lea? Skenario yang menceritakan kehidupan dan kisah percintaan Lea yang tak biasa Sosok yang telah membuatnya meras...