02| m e n y a p a

1.6K 138 7
                                    

/ just a "hey" and i swear everyone else around me can hear the beating of my heart /
🌔🌕🌖

"Halo? Dengan Ibu Negara?"

Kedua mata saya secara spontan melirik spion di atas dashboard. Menampakkan Brian yang sedang bercengkrama dengan seseorang di telepon, yang bisa langsung saya pastikan orang itu adalah Anya.

Kenapa bisa seyakin itu? Nggak tahu ya, feeling aja. Biasanya Jeremy juga sering menyebut Anya dengan panggilan Ibu Negara.

"Iya... Ini gue udah duduk manis di mobil kakaknya Jere... Iya, sama Ayunda juga, Jere yang ngajak..."

Senyum saya terkulum dengan sendirinya. Mendengar cara dia menyebut nama saya, dan tatap kami yang sama-sama beradu tanpa sengaja lewat kaca spion. Sesingkat itu, semanis itu.

Hah? Saya bilang apa barusan?

Sadar, Ayu, sadar. Kamu ketemu Brian belum ada satu jam yang lalu. Saya menggelengkan kepala pelan, segera mengenyahkan pikiran-pikiran yang mulai ngelantur itu.

"Hah? Nitip banana nugget? Gue baru juga nyampe, udah ngelunjak aja ya lo?"

"Ngomong apaan si Anya?" Jeremy yang duduk dan menyetir di sebelah saya menyahuti. Tuh kan, betulan Anya!

"Nitip banana nugget. Nih, ngomong sendiri. Gue loudspeaker."

"Woy, Nya! Gue beliin deh, tapi ntar duit gue diganti ya? Tahu sendiri, gue lagi berjuang melewati fase melarat panjang." ujar Jeremy mendramatisir.

"Buset, iya, iya! Gue bukan Brian yang demen ngutang, ya. Pelit banget, dasar ayam."

Saya terkikik pelan. Mulut sahabat saya yang satu itu memang selalu pedes.

Ah, saya mau cerita sedikit tentang mereka. Mulai dari Zefanya Anindita alias Anya. Gadis berperawakan mungil dengan rambut short bob-nya yang kerap kali diwarnai setiap liburan sekolah itu adalah partner in crime saya sejak zaman SMA. Mungkin karena kesamaan kami sebagai orang Jawa yang tinggal di Ibu Kota, ditambah personality yang sebelas-dua belas, membuat kami berdua bisa akrab hingga saat ini.

Sedangkan, Jeremy... Saya kenal dia dari Anya, kurang lebih satu setengah tahun yang lalu. Dan percaya, tidak? Kalau saya bilang, dia ini cinta pertama saya? Izinkan saya tertawa sebentar karena lucu juga kalau diingat-ingat; Bagaimana polos dan cupunya Ayunda, yang waktu itu belum tujuh belas, menyukai kakak kelasnya sendiri yang notabennya sudah mau lulus SMA.

"Anyaaa!! Pengen siomay Mang Opik, tapi nggak ada duit..." rengek Jeremy, hari itu, di kantin sekolah, mengawali hari-hari saya bersamanya.

Bukan Jeremy Harendra Putra namanya, kalau datang-datang tidak ngajak ribut. Mana tidak lihat-lihat sekitar, lagi ramai atau gimana.

"Rese bener jadi orang! Lo nggak lihat ada temen gue? Malu-maluin aja, astaga!" Berlawanan dengan apa yang diucapkannya, Anya tetap merogoh saku untuk mengambil dompet.

"Eh, iya, nggak lihat. Hei, siapa, nih?" Jeremy nyengir ke arah saya sembari mengulurkan tangannya. "Gue Jeremy. Abang sepupunya Anya."

Untuk sesaat reaksi saya hanya berkedip bingung, sebelum akhirnya menyambut ragu uluran tangannya. "Ayunda."

"Cakep tuh namanya. Sekelas sama Anya?"

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang