/ do you wonder how did our happy ending go? i thought you had it in your hands, must've lost it when we dance /
🌔🌕🌖D-day.
Album sudah dirilis tiga hari yang lalu dan sekarang waktunya kami debut di atas panggung.
Tapi beluman sih, ini masih di backstage menunggu giliran.
Saya duduk tepat di tengah-tengah Jeremy dan Wisnu, sedang sama-sama bingung harus ngapain untuk mengisi waktu dan menghilangkan grogi. Jadilah kami hanya diam, bergantian menonton bapak ketua yang bercengkerama via telepon dengan pacarnya dan Dimas yang sedang mengobrol dengan Bianca.
"Lo biarin aja tuh si bontot sama Bianca berdua?" Saya bertanya pada Jeremy yang tampaknya anteng-anteng saja dan malah lebih fokus dengerin Suca teleponan. Ngomong-ngomong, ini anak memang posesif kalau urusan kakaknya. Padahal yang macarin Kak Tere modelannya udah kayak Suca, lho? Kurang layak apa lagi coba?
"Ya, biar aja... Masa gitu doang kudu gue samper? Emang gue bokapnya?"
"Harusnya dulu gue rekam yang waktu lo nangis-nangis habis curhat Bianca."
"Sial, lo juga nangis anjir pas ngaku putus sama Ayu ke gue?"
Buset, dibongkar.
Eh, tapi kalau mau dibandingkan ya jelas parahan dia sih! Saya cuman yang setetes-dua tetes doang karena kebawa suasana. Masih hebohan dia kok nangisnya.
"Udah ketemu sama Ayu?"
Refleks mata saya melirik Suca yang masih betah berlama-lama teleponan sama Mbak Pacar di sudut ruangan. Jeremy dan Wisnu yang menangkap pergerakan saya itu dengan kompaknya menertawakan.
"Oh, Ayu sama Dio? Ya udah, kamu sama Anya aja kalo gitu... Haha, awas ilang aja sih..."
"Ck, bucin." komentar Jeremy.
Wisnu terkekeh. "Sirik aja, Bang? Makanya buru cari pacar."
"Heh, sesama jomblo dilarang sok menggurui."
"Ets, monmaap. Gue udah ada calon."
"Dih songong, gue juga ada!"
Daripada mendengarkan percekcokan dua alien ini, saya lebih kepikiran sama yang dibilang Suca tadi. Serius, ini bukan pertama kalinya dalam berminggu-minggu terakhir, saya dengar dari yang lain nama Ayunda dan Dio selalu bersandingan.
Ya, harusnya saya memang sudah tidak ada urusan lagi sama mereka. Kalaupun Ayunda memutuskan untuk move on, bukankah sudah sewajarnya saya ikut senang dan mendukung? Jelas-jelas waktu putus saya sendiri yang mengingatkan dia buat jangan lupa bahagia.
Tapi, dari sekian banyak orang, kenapa harus Dio?
Bukannya saya merasa sudah lebih baik dan lebih hebat dari dia. Justru sebaliknya, mengingat Dio itu sudah seperti fotokopiannya Suca––dilihat dari segi manapun, tentu dia lebih bisa diandalkan daripada saya. Tidak heran Jeremy dulu sampai begitu gencar mencomblangkannya dengan Ayunda.
Yang saya permasalahkan adalah, gimana bisa Ayunda memilih Dio setelah berulang kali nama itu mengikis kepercayaan yang kami punya hingga akhirnya kami gagal bertahan? Tahu gitu, buat apa dulu repot-repot menyangkal?
"Kak Bri, senyum yang ganteng!" Yasmin tiba-tiba datang dengan kamera di tangan, bersiap untuk memotret saya. Oh ya, seingat saya dia pernah cerita kalau dia ini bagian publikasi dan dokumentasi.
"Dikira gue sama Wisnu makhluk halus apa, ya? Jelas-jelas di sini ada tiga orang, yang dimintain foto cuman satu." Jeremy langsung nyinyir.
"Gampang, Bang, tinggal laporin aja ke ketua panitia kalo kerjanya nggak bener." timpal Wisnu lengkap dengan ekspresi julidnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/177935151-288-k233087.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon
Fiksi PenggemarIbarat sang surya dan rembulannya, Saya dan kamu dijauhkan Agar belajar lebih dewasa. Saya dan kamu diberi jarak Agar mampu pulih dari luka. Saya dan kamu dipertemukan kembali Agar menjadi insan sempurna. ©2019 • oldelovel