43| s e t e r u

160 25 7
                                        

/ jealousy is disease, get well soon /
🌔🌕🌖

"Udah tengah malem anjir, ngapain masih di sini lo? Nggak ada capek-capeknya ya, abis manggung juga?"

Suara serak khas bangun tidur dari arah belakang itu sontak mengejutkan saya yang sedari tadi asyik menonton koi milik ibu kos berenang-renang di kolam ikan yang baru dibangun di halaman kosan minggu lalu.

"Lo sendiri ngapain bangun?" Saya balik bertanya pada Jeremy yang kini berjalan mendekat.

"Kebangun, kalo udah gini susah tidur lagi gue. Lo? Masih insom?" tanya Jeremy sambil duduk lesehan di teras, tidak jauh dari tempat saya duduk. "Padahal udah jarang ngopi. Keseringan overthinking kali lo!"

"Jer."

"Ha?"

"Ayunda sekarang sama Dio?"

Pertanyaan yang setengah mati saya tahan-tahan sepanjang acara tadi, akhirnya terlontar keluar begitu saja dari mulut saya.

"Penasaran?"

"Ya, nggak juga. Cuman dari yang gue lihat—"

"Kalo penasaran, mending lo tanyain sendiri deh ke anaknya. Gue juga belum dikasih tahu soalnya, jadi nggak bisa sembarangan ngasih statement."

Mendengar jawaban Jeremy, saya kembali dibuat jengkel. Itu artinya bukan cuman saya yang menyadari ada perbedaan dari hubungan keduanya, meskipun saya tahu sebelum-sebelumnya mereka juga sudah dekat.

"Yang gue permasalahin tuh, kenapa gitu mesti Dio?"

"Ya, emang kenapa? Harusnya lo ikut seneng dong dia dapet cowok baik-baik? Oh, atau lo ngarepnya malah dia dapet yang brengsek biar nyesel putus sama lo?"

"Lo tahu bukan itu maksud gue, Jer."

"Apa emangnya maksud lo?" Jeremy menyeringai remeh, nada bicaranya barusan terdengar agak menantang. Sialan memang, saya tahu sebenarnya dia ini sedang menguji saya.

"Selama masih pacaran sama gue, sikapnya Dio ke Ayunda tuh udah bolak-balik bikin gedeg, Jer."

"Kalo mau banyak-banyakan sih, gue rasa Dio lebih banyak gedegnya ketimbang lo. Coba lo bayangin, dia naksir Ayu udah bertahun-tahun, eh ada orang baru yang tiba-tiba dateng terus nyolong start. Gimana tuh menurut lo?" bela Jeremy. "Soal sikapnya ke Ayu selama lo berdua masih pacaran, bagi gue sih wajar-wajar aja. Dia nggak segoblok dan secemen itu ngerebut punya orang."

"Percuma emang, gue ngomong ke lo yang jelas-jelas dari awal condongnya ke Dio."

"Loh? Kok jadi sewot? Asal lo tahu deh, posisi gue di sini netral. Kalopun harus, gue mihaknya jelas bakal ke Ayu, bukannya ke lo atau Dio."

"Kenapa gitu?"

Jeremy berdeham sambil memasang ekspresi sok serius. "Lo nggak tahu, ya? Sebenernya selama ini Ayu tuh ideal type gue, Bri."

"Becanda gitu lagi gue lelepin lo ke kolam ikan." Serius, ini saya bukannya cemburu atau apalah itu. Ingat kan, kalau Jeremy itu cinta pertama dan patah hati pertamanya Ayunda waktu SMA? Kalau sampai omongan Jeremy barusan bukan bercanda, apa nggak brengsek sih namanya?

"Ngeri ngomong sama orang jelesan. Gampang cemburu sama nethink tuh penyakit lho, Bri. Buruan lo obatin deh sebelum akut." decak Jeremy. "Lo tanya apa tadi? Kenapa gue di pihaknya Ayu? Because obviously, she didn't do anything wrong tho. Menurut pengamatan gue nih, selama masih sama lo, dia sama sekali nggak terkecoh sama siapapun itu. Termasuk Dio. Gegernya lo berdua tuh karena masalah internal aja sebenernya, gue rasa nggak ada sangkut-pautnya sama orang ketiga, keempat, atau kelima."

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang