/ the bravest thing you will ever do is love again /
🌔🌕🌖
Siang itu, luar biasa panasnya.
Saya yang habis motoran di bawah terik matahari, setengah mati menyeret langkah menuju kantin fakultas tempat Hana menunggu saya untuk mengumpulkan tugas makalah bersama. Dari kejauhan, saya dapati gadis itu tengah asyik menyantap siomaynya sambil bercengkerama via telepon dengan seseorang yang entah siapa.
Setelah cukup dekat, saya melambaikan tangan sehingga dia menyadari kedatangan saya.
"Gue jajan dulu." izin saya tanpa suara dan dengan gestur menunjuk ke arah stan-stan kantin. Begitu mendapat anggukan darinya, saya segera membelokkan langkah menuju salah satu stan untuk membeli es jeruk dan gorengan. Baru setelah membayar dan pesanan sudah di tangan, saya kembali ke meja tempat Hana berada.
Dia masih belum selesai telepon rupanya. Jadilah saya langsung menarik kursi dan duduk di hadapannya tanpa bilang apa-apa karena takut mengganggu.
"Ngumpulin tugas duluan tuh kalo bukan pengkhianat terus namanya apa ya, Bapak Ardio Yth?"
Saya mengerjap beberapa kali.
"Dio?" tanya saya setengah berbisik, yang kemudian hanya dijawab Hana dengan anggukan kepala.
"Ya, ya, terserah... Lo lama-lama kayak Ayu dah, urusan gini doang kompetitifnya ampun-ampun. Ngotot banget nggak mau kalah."
Padahal saya diam, masih saja dibawa-bawa.
"Btw, lo nggak ada niatan buat nembak Ayu apa, Yo?"
"UHUKK, UHUKK... UHUKK..."
Waktu dengar pertanyaan Hana itu, posisinya saya sedang meneguk es jeruk tanpa sedotan alias langsung dari gelasnya. Alhasil, saya menyemburkannya keluar dan tersedak sampai tenggorokan saya sakit.
"Sssttt!" Hana menjauhkan HP-nya sedikit dari telinga dan menaruh telunjuk di depan bibir untuk menyuruh saya berhenti terbatuk-batuk.
Ya ampun, padahal temannya lagi sakarotul maut lho ini?
"Ya, terus mau sampe kapan, Diooo? Sampe lo keduluan orang lagi?" Karena jengah, Hana meletakkan HP-nya tepat di tengah-tengah meja, lalu menekan opsi loudspeaker.
"...Nggak sekarang lah, Han. Dia putus baru berapa bulan yang lalu coba? Baru tiga bulanan, kan? Nanti deh, nanti pasti gue bilang kalo gue rasa dia udah lebih siap..." jawab Dio tanpa tahu saya di sini juga ikut mendengarkan.
"Terus kalo kecolongan lagi, lo mau apa?"
"Hahaha... Buat kali ini, gue mau percaya sama Ayu aja, Han."
Saya tercenung. Lama perkataan-perkataan Dio mengganggu pikiran saya. Kenapa? Kenapa dia harus percaya sama saya yang bahkan sudah hampir sepenuhnya lupa bagaimana cara membuka hati dan membiarkan orang lain masuk?
"Gimana? Lo denger kan, Yu?" Hana bertanya tiba-tiba dan saya auto cengo dibuatnya. Ini lagi ngomong sama saya atau Dio, sih? Tapi dia lihatnya ke saya dong?
"Hah? Apanya, Han?"
"Apa sih lo nyaut aja. Diem dulu, gue lagi ngomong sama Ayu."
"Setan." umpat saya yang langsung bikin dia terbahak-bahak. Saya dekatkan HP Hana ke arah saya sedikit sebelum mulai berbicara kepada Dio. "Lo barusan dicepuin sama Hana, Yo. Amukin aja biar tahu rasa."
Kekehan khas bapak-bapak itu menguar singkat dari ujung seberang setelah saya selesai berucap. "Lo denger, Yu?"
Saya berdeham, ragu. "Ya... Cuman yang terakhir-terakhir..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon
FanfictionIbarat sang surya dan rembulannya, Saya dan kamu dijauhkan Agar belajar lebih dewasa. Saya dan kamu diberi jarak Agar mampu pulih dari luka. Saya dan kamu dipertemukan kembali Agar menjadi insan sempurna. ©2019 • oldelovel
