/ we pretend that we don't care,
but we care /
🌔🌕🌖"Duh Gustiii... Kirain lo udah jalan, Yu, gue tinggal angkat jemuran..." Anya mengerang frustasi melihat saya sama sekali tidak bergerak dari posisi sejak dia naik ke loteng jemuran hingga selesai mengangkat cucian kering.
"Iya, iya, habis ini..." kekeh saya tanpa benar-benar menatap dia saking asyiknya main Feeding Frenzy.
Hari ini hari Selasa, hari dimana saya harus melakukan tugas negara berupa menyapu dan mengepel. Selain karena sedang main game, saya juga pada dasarnya memang sedang malas. Tugas mengepel yang awalnya tiga hari sekali, berubah jadi setiap hari karena rumah tetangga sebelah sedang ada renovasi besar-besaran—yang mana debu pasirnya bertebaran tertiup angin dan berakhir menempel di lantai kosan. Dan itu artinya giliran saya mengepel jadi lebih sering dari sebelumnya.
"Kalo Mbak Retno sampe ngerti, habis lo kena omel."
"Ssstt... Orangnya lagi di RS, jangan lo gibahin. Kan nggak lucu kalo misalnya kegigit tiba-tiba pas operasi."
Belum sempat Anya membantah lagi, terdengar dari luar kosan klakson motor dibunyikan dua kali.
"Nah, dateng tuh anaknya."
"Siapa?" Sekilas saya menolehkan kepala.
"Temen." jawab Anya seadanya sebelum bergegas keluar untuk menyambut tamunya.
Tak berselang lama, nampak Anya kembali dan membawa masuk seorang perempuan ke dalam kosan.
Oh.
Dalam satu lirikan super singkat, entah bagaimana bisa saya langsung tahu siapa dia, padahal sebelumnya saya baru melihatnya sekali. Ngomong-ngomong, itu perempuan yang waktu festival kemarin foto bersama dan dirangkul hangat oleh Brian.
"Duduk, Kay. Gue ambilin minum dulu." ujar Anya mempersilakan perempuan itu duduk di ruang tamu.
"Temen yang mana, Nya?" tanya saya sok-sokan tidak tahu, waktu Anya datang ke ruang makan dan melewati saya.
"Kayana, temen kampus. Pas festival kemarin dateng kok, lo nggak lihat?" Anya mengambil dua buah gelas dari rak piring lalu mendekat ke dispenser untuk mengisinya dengan air.
"Ngapain ke sini? Main?"
"Lihat-lihat kosan. Kalo cocok, dia pindah ke sini bulan depan."
"Oalah..."
Mendengarnya, sebuah skenario aneh tiba-tiba muncul di dalam otak saya. Jika ternyata benar dugaan saya bahwa Kayana ini adalah gebetan baru Brian, dan nantinya dia betulan akan pindah ke kosan saya...
Aduh. Membayangkan Brian mengantar-jemputnya hampir setiap hari seperti yang biasa dia lakukan untuk saya sewaktu kami masih bersama, belum apa-apa sudah bikin perut saya mulas.
"Gue ngobrol-ngobrol sama dia dulu, Yu. Lo kalo mau join, ayo aja biar kenal." Anya yang telah selesai mengisi gelasnya berucap sambil lalu.
Dan di sinilah saya. Lama hanya diam menatap layar karena sudah kehilangan mood melanjutkan game, akhirnya memilih menutup laptop dan bergegas mengambil sapu.
Buat nyapu tapi ya, bukan buat mukul Kayana. Tolong jangan ada yang nethink dulu.
Ketika saya melewati ruang tamu, jujur saya tidak kuasa menahan diri untuk tidak mengamati si Kayana ini sebadan-badan—yang ternyata, saudara-saudara, harus saya akui walau sedikit berberat hati bahwa dia ini cantik, cantik sekali.
Saya, yang sudah dua puluh tahun hidup sebagai seorang perempuan normal, bahkan sampai harus menahan napas waktu melihatnya dengan jarak sedekat ini. Sungguhan, secantik itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon
ФанфикIbarat sang surya dan rembulannya, Saya dan kamu dijauhkan Agar belajar lebih dewasa. Saya dan kamu diberi jarak Agar mampu pulih dari luka. Saya dan kamu dipertemukan kembali Agar menjadi insan sempurna. ©2019 • oldelovel