23| e d g e o f t h e h e a r t

412 68 3
                                        

/ i wish life had a rewind button /
🌔🌕🌖

Hari H rekaman.

Semingguan saya berusaha mengosongkan jadwal untuk hari ini, demi hasil yang maksimal. Karena yaaa, finally, Enam Hari akan merilis EP pertamanya dengan title track yang berjudul 'Congratulations', dengan nama saya tercantum sebagai lyricist dan composer.

Bukan, bukannya mau sombong. Tentu keempat teman saya juga punya andil besar dalam pembuatan EP ini. Saya hanya ingin berbagi perasaan mendebarkan yang kini membuncah dalam benak saya, saat saya mengucap kalimat itu.

Pernahkah kalian mendapat suatu kesempatan yang luar biasa, padahal sekalipun tidak pernah terbayangkan hal itu akan terjadi dalam hidup kalian? Ya, seperti itulah yang saya rasakan saat ini.

Saya suka bernyanyi, bermain aneka jenis alat musik, menulis dan mengaransemen lagu. Secinta itu saya dengan musik. Tapi tidak pernah sama sekali muncul di bayangan saya; Membentuk sebuah band dengan empat rekan saya itu, menulis belasan lagu dengan selera kami masing-masing, sesekali berseteru satu sama lain karena Enam Hari punya lima otak yang sama sekali tidak identik, dan pada akhirnya, on our way to release an official debut song, which is our own work, dengan hari ini sebagai hari sakralnya.

Saya tatap satu persatu Jeremy, Suca, Wisnu, dan Dimas yang kini duduk melingkar bersama saya di dalam hall studio besar milik kenalannya Jeremy yang bekerja sebagai produser. Nervous, saya bisa merasakannya lewat gurat di wajah mereka, sama halnya dengan yang saya rasakan.

Ini gila. Semakin mendebarkan saat nama Dimas dipanggil oleh Bang Teddy, produser kami itu, untuk mulai merekam bagiannya. Kami satu per satu nantinya juga akan masuk bergantian melakukan take dengan instrumen masing-masing untuk membuat guide.

Seperti sekarang, setelah Dimas selesai melewati proses yang sangat panjang, giliran nama saya yang dipanggil Bang Teddy.

Dinginnya AC segera menyambut begitu saya memasuki bilik recording, membuat saya menggigil dan membuat kadar kegugupan saya meningkat hingga berkali-kali lipat. Tapi lewat sekat kaca bening yang membatasi bilik recording dengan ruang control, keempat tempat saya itu memberikan dukungan kepada saya dengan cara yang sangat tidak biasa.

Iya, pasang muka derp dan ketawa-ketawa sendiri setelahnya. Agak sinting memang, tapi lumayan berhasil lah bikin gugup saya mereda.

Saya memulai proses rekaman dengan Tyson––yang mana merupakan salah satu bass saya––di tangan. Prosesnya ternyata berjalan lebih lama dari yang saya duga karena beberapa kali Bang Teddy meminta break untuk memberi pengarahan kepada saya, sama halnya dengan yang beliau arahkan kepada Dimas sebelumnya. Entah saat break ke berapa saya tidak ingat, tapi mendadak Jeremy di ruang control melambai ke arah saya dengan HP saya dalam genggamannya.

Ada telepon. Dari Ayunda.

Begitu yang saya tangkap dari gerak mulut dan gestur tubuhnya.

Saya menggeleng, mengisyaratkan kepada Jeremy supaya tidak perlu mengangkat telepon Ayunda karena, toh, tadi sebelum berangkat ke studio saya sudah mengabarinya kalau hari ini ada rekaman.

"Oke, Brian, kita mulai dari verse dua lagi ya. Siap?" Bang Teddy di ruang control bertanya di depan microphone-nya.

Saya mengacungkan jempol sesaat sebagai jawaban, sebelum bersiap kembali membetot senar Tyson.

🌔🌕🌖

"Heh, Bri. Tadi kan HP lo gue silent ya, biar nggak ganggu Bang Teddy. Eh, pas gue lihat lagi ternyata ada belasan missed call dari cewek lo." Jeremy menyerahkan HP saya begitu saya selesai rekaman dan kembali ke ruang control bersama anggota Enam Hari yang lain. "Tadi dia juga sempet nelepon gue, tapi HP gue keburu low batt. Lo buruan telepon balik gih, siapa tahu penting."

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang