18| b e r j a r a k

447 66 4
                                        

/ your voice silenced the distance /
🌔🌕🌖

"Haiii."

Butuh tiga kali nada sambung sampai akhirnya saya dengar sapaan ceria dari pemilik suara yang paling saya sukai.

"Hai juga."

"Kok lemes gitu sih jawabnya? Lagi kangen gue nih pasti."

"Dih, pede gila."

"Ngaku aja, mumpung kangen masih gratis."

"Lo kali yang kangen."

"Iya, emang." jawab Brian, begitu enteng.

Saya diam sesaat. Ya, sama sih, Bri. Saya juga kangen. Gimana tidak kangen coba? Orang terakhir ketemu dua minggu yang lalu, waktu dia baru selesai UAS. Dan sekarang sudah malam tahun baru.

Ingat permintaannya waktu kami di Puncak, tentang kesediaan saya berkunjung ke rumah keluarganya yang di Surabaya? Iya, dia betulan pulang ke Surabaya setelah UAS-nya selesai.

"Beneran nggak mau ikut? Naik kereta lho ini, lo bukannya pingin nyoba naik kereta?" Dia menawar sekali lagi, walau sudah tahu ujung-ujungnya tetap berakhir pada penolakan.

Bukannya saya tidak mau berkunjung sih. Sebelumnya sudah pernah saya bilang, bukan? Saya belum siap, belum percaya diri dan belum merasa pantas kalau harus memperkenalkan diri sebagai pacar Brian di depan keluarganya, dalam waktu semendadak ini.

Sebenarnya ada satu lagi faktor penyebab mengapa saya menolak ajakan Brian; Sisa-sisa semester ganjil yang begitu menuntut supaya cepat-cepat diselesaikan. Dosen saya dengan amat sangat pengertian, memberikan deadline tugasnya besok pagi-pagi sekali, sampai saya seperti tidak diperbolehkan menikmati malam pergantian tahun, bahkan bersama keluarga sendiri di rumah. Melainkan duduk sendirian di atas kasur kamar kosan, bergerilya bersama laptop yang menyala, buku pegangan dan berlembar-lembar catatan yang berserak di atas kasur hingga berjatuhan di lantai.

Well, selamat memasuki dunia perkuliahan, Ayunda. Masa depan bukan lagi di tangan kamu, tapi di tangan dosenmu.

"Masih nugas?"

Suara Brian di seberang sana mendistraksi lamunan saya.

"Tinggal dikit doang. Istirahat dulu, pegel."

"Selesaiin dulu elah, biar nggak ada tanggungan."

"Monmaap nih, udah ngerti lagi nugas, tapi tetep ditelepon ya, Pak?"

"Lah, orang urgent gini? Masa nggak boleh telepon?"

"Urgent apaan, sih?"

"Ya, ini. Kangen."

Seriusan, ini kalau dia dekat pasti sudah saya sentil nih jakunnya. Gombal banget, heran.

"Yu?"

"Hm?"

"Gue bilang kangen lho barusan."

"Iya, terusss???"

"Kebiasaan kan, nggak peka. Bilang kangen juga kek."

Saya terkikik geli. "Biar apa coba?"

"Biar pindah video call. Kan kangennya udah nggak sepihak."

"Idih, maunya. Perasaan tadi ada yang nyuruh lanjutin nugas biar nggak ada tanggungan, siapa ya?"

"Perasaan tadi juga ada yang bilang mau istirahat dulu, pegel, siapa ya?" balas dia, tidak mau kalah.

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang