/ falling might be scary, but landing isn't /
🌔🌕🌖"Eh, Bri."
"Hah?" Saya mengalihkan fokus sejenak dari Taylor, gitar akustik milik Jeremy yang saya pinjam, mendengar pemiliknya memanggil.
"Menurut lo, peluang gue ketemu Bianca secara nggak sengaja seberapa besar?"
"Apaan, sih? Random banget tiba-tiba?"
"Nggak tahu, ya?" Jeremy malah menggaruk tengkuk dan cengengesan tidak jelas. "Kepikiran aja gue dari kemaren."
"Kenapa? Belum move on juga lo?"
"Ya, nggak gitu juga. Cuman masih ngerasa bersalah aja."
"Kalau ngerasa bersalah tuh temuin langsung, bilang maaf. Nih ya, gue bilangin, jadi cowok jangan brengsek-brengsek amat."
"Sok bijak lo, Nyet." Jeremy terkekeh sejenak, lantas kembali ke mode serius. "Tapi, misalnya nih ya, misalnya. Kalau ternyata dia udah move on dari gue, dan gue tiba-tiba dateng lagi ke hidup dia walaupun cuman buat minta maaf doang. Eh, terus dia malah gamon gimana, dong? Malah tambah brengsek kan gue?"
"Pede lo kurang-kurangin ya, Jer." Saya mencibir. "Tahu-tahunya dia malah udah punya cowok, malu sendiri kan lo?"
"Emang nggak guna gue curhat sama lo, buang-buang tenaga doang."
Saya nyengir tidak peduli, sedetik kemudian kembali asyik memetik-metik senar Taylor.
Ngomong-ngomong sakit saya beberapa hari yang lalu, sekarang ini sudah hampir sembuh total. Kayaknya tinggal pilek-pilek ringan saja. Setelah dua hari dikurung di kamar dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun yang menguras tenaga oleh teman-teman, syukurlah, hari ini saya sudah bisa kuliah seperti biasa. Bahkan setelah pulang tadi, saya diizinkan mampir ke studio, dengan syarat ditemani Jeremy.
Anya memang selalu menjadi kandidat utama kalau nominasinya adalah teman saya yang terperhatian dan terbawel. Pagi, siang, sore, sampai malem, tidak pernah sekalipun dia absen menyuruh saya makan, minum obat, dan istirahat. Tapi bukan itu fakta mengejutkannya. Karena, nyatanya, yang paling berkesan selama sakitnya saya adalah Ayunda yang selalu menanyakan kabar saya lewat Jeremy, dua hari berturut-turut. Ya, mungkin kelihatannya tidak bisa dibandingkan dengan perhatian yang Anya berikan kepada saya. Tapi saya yakin, perhatiannya Ayunda itu beda. Beda dalam artian, memang begitu cara dia peduli sama saya. Tidak perlu setiap saat, yang penting dia tahu kalau saya sudah merasa lebih baik dari sebelumnya.
Dan mungkin yang seperti itulah, satu dari sekian banyak cara Ayunda, yang membuat saya lebih dan lebih lagi menyukai dia.
"Jer."
"Apaan?"
Saya berhenti memainkan gitar Jeremy dan membenarkan posisi duduk, guna memulai obrolan yang serius.
"Gue lagi suka sama cewek." ungkap saya.
Jeremy yang tadinya goler-goler di lantai studio, terduduk seketika begitu mendengar pengakuan saya yang tiba-tiba. "Jangan bilang, sama adek sepupu gue?"
"Nggak lah, woy! Gue sama Anya cuman sahabatan, dan lo tahu itu."
"Bagus, bagus." Panik di raut Jeremy berangsur-angsur berganti lega. "Terus? Sama siapa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/177935151-288-k233087.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon
FanfictionIbarat sang surya dan rembulannya, Saya dan kamu dijauhkan Agar belajar lebih dewasa. Saya dan kamu diberi jarak Agar mampu pulih dari luka. Saya dan kamu dipertemukan kembali Agar menjadi insan sempurna. ©2019 • oldelovel