10| 3 9 ° C

582 85 6
                                    

/ dear tummy, sorry about the butterflies. it's not my fault. i swear. it's his /

Drrt~ Drrt~

Saya terbangun setelah mendengar HP saya di atas nakas bergetar. Dengan malas-malasan akibat kantuk yang masih merajai, tangan saya bergerak meraih benda berisik itu.

Dengan mata memicing, saya dapati nama Jeremy tertera di caller ID. Tidak biasanya dia telepon pagi-pagi begini. Benar-benar mengganggu, padahal kemarin saya sudah berencana tidur sampai menjelang siang, dalam rangka menyembuhkan flu yang tiba-tiba datang menyerang akibat kehujanan kemarin.

"Apaan?" ucap saya yang lebih mirip gumaman malas, sesegera mungkin setelah panggilan saya angkat.

Ah, flu sialan. Suara saya juga jadi bindeng begini kan.

"Brian sakit."

"Hm?"

"Brian sakit, Nyet."

Saya mengerjap perlahan, otak saya yang masih loading akibat mendadak terbangun dari tidur nyenyak rasanya seperti dipaksa mencerna ucapan Jeremy barusan.

"Sakit apa?"

"Flu, mungkin? Sama demam juga. Badannya panas tapi dari tadi dia ngigo dingin-dingin gitu."

Saya menelan ludah, mendadak kepala dihantui rasa cemas. "Udah dikasih makan? Minum obat?"

"Masih dibuatin bubur sama Dio. Lo buruan ke sini deh, Yu. Gue nggak ngerti gimana ngurusin orang sakit."

"Lo nggak telepon Anya?"

"Udah berangkat, dia ada kuliah pagi. Gimana sih lo? Yang satu kosan sama dia siapa?"

"Lah, ya mana gue tahu? Barusan banget ini melek gara-gara lo telepon."

"Udah, buruan kemari. Nggak kasihan lo sama si Brian?"

"Iya, iya. Sepuluh menit."

Tidak ingin membuang waktu, saya segera beranjak dari kasur, menyambar handuk, dan bergegas mandi. Saya menyiapkan segala sesuatu dengan terburu-buru, dan dengan pikiran yang sudah kemana-mana.

Dan saat saya tengah bersiap melajukan motor, mendadak sekelebat rasa bersalah hinggap di benak saya. Ini Brian sakit pasti gara-gara kehujanan sama saya kemarin, kan?

🌔🌕🌖

"Kemarin malem sebenernya Brian sempet ngeluh nggak enak badan, ya udah gue sama anak-anak cuman nyuruh istirahat biar besoknya baikan. Eh, pas gue mau bangunin dia buat sarapan tadi, dianya udah menggigil gitu." jelas Jeremy setibanya saya di kosan mereka. Tanpa menunggu lagi, dia segera membawa saya menuju kamar Brian berada.

"Berapa suhunya?"

"Tiga sembilan, tadi udah dicek sama Dio."

"Gila?! Terus lo pada nggak ada yang punya pikiran bawa dia ke dokter?"

"Lah, dia nggak mau? Bilangnya mau tidur aja, ntar juga sembuh sendiri. Ya, masa gue seret?"

Kami berdua tiba di depan kamar Brian. Tepat saat dimana Jeremy membuka pintu, saya segera disuguhkan pemandangan Brian yang terduduk lemah di atas kasurnya, sedang menolak disuapi bubur oleh Dio.

Saya berdecak. Benar-benar, sudah sakit masih bisa bebal juga.

Keduanya menoleh menyadari kehadiran saya. Bahkan dari jarak ini, saya bisa melihat betapa pucatnya wajah Brian. Saya jadi yakin, sakitnya dia bukan cuman flu atau masuk angin biasa. Kondisi tubuh Brian sebelumnya pasti sudah tidak terlalu fit, jadi ditambah hujan-hujanan kemarin, tidak heran dia langsung drop begini.

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang