38| b u t t e r f l i e s

200 33 4
                                    

/ and in the middle of my chaos, there was you /
🌔🌕🌖

"Lagian, siapa suruh berangkat nggak baca WA grup dulu?"

"Ya, mana gue tahu sih? Prof. Handi mana pernah dadakan kalo ngabarin kelasnya mundur? Baru ini."

"Terus, sekarang lo balik ke kosan apa gimana nih?"

"Nanggung amat, dua jam doang kan diundurnya? Males bolak-balik gue. Nunggu di kantin atau lanjut molor di kelas aja kali ya?"

"Ntar deh gue dateng awal. Kalo nggak mager tapi."

Saya terkekeh. "Serah lo. Ya udah, Han, gue tutup dulu."

"Yoi."

Saya menutup panggilan dengan Hana, menjejalkan HP ke dalam saku celana jins lantas menguap lebar-lebar. Ngantuk parah, sudah saya bela-belain bangun dan berangkat pagi, eh kelasnya diundur dua jam karena dosennya mendadak ada janji penting.

Pun akhirnya kaki-kaki saya melangkah menuju gedung fakultas saya setelah saya menjatuhkan pilihan untuk tidur saja di ruang kelas.

Tapi niat saya itu langsung pupus begitu masuk ruangan lewat pintu belakang dan disuguhi pemandangan punggung seorang laki-laki yang duduk di bangku tengah. Walau posisinya sedang membelakangi saya, saya tetap mengenali itu siapa.

"Yo?" panggil saya. Tapi tidak ada respon darinya. Untuk itu, saya memutuskan untuk mendekat dan duduk sederet dengannya. Jarak kami hanya tinggal dua-tiga kursi, tapi dia masih belum menyadari kehadiran saya karena sedang spaneng dengan laptop di hadapannya. Ditambah earphone yang menyumpal kedua telinga, ya tidak heran kalau dia tidak berkutik.

Tangan saya ragu-ragu terulur dan mengetuk meja di antara kami, membuat dia tersadar pula pada akhirnya.

"Loh, Yu? Udah dari tadi datengnya?"

"Baru kok. Lo... berangkat nggak baca grup juga?"

"Haha, iya nih. Gue udah sampe sini baru buka HP."

"Senasib." Saya tertawa ringkas. "Lo lagi lihat apa deh? Serius banget sampe ada orang dateng nggak nyadar?"

"Ah, sorry, sorry. Lagi nonton drama nih."

"Korea? Tumben? Tentang apa?"

"Psikologi."

"Loh? Bentar, bentar. Kita ada tugas review?"

Dio terkikik geli melihat saya yang langsung panik. "Kalem, Yu, cuman direkom aja ini sama Bu Pras. Lagian tugas review kan harus film, nggak boleh drama."

"Kaget gue, Yo."

"Hahaha. Sini, nonton bareng."

"Boleh?"

"Ya, boleh lah. Emang lo mau reenacting yang kapan hari viral itu? Dua jam nggak ngapa-ngapain?"

Saya nyengir, lantas dengan antusias berpindah tempat duduk ke sebelah Dio. "Judulnya apa?"

"Dr. Frost. Udah lama sih rilisnya. Bentar gue ulang dari awal aja."

"Loh, nggak apa-apa nih? Lanjut aja dari yang—"

"Santai, gue baru nonton dikit kok. Ntar kalo lanjut, lo nggak tahu awalnya gimana." Dio menyerahkan salah satu earphone-nya untuk saya pakai.

Sesaat kemudian, saya menemukan diri saya sepenuhnya tenggelam dalam alur drama. Sebenarnya saya bukan k-drama addict seperti Hana dan Anya, tapi ya tidak terlalu asing juga karena beberapa kali dicekokin oleh mereka berdua. Kalau ceritanya menarik dan nggak mainstream, pasti saya tonton. Dan drama ini, setelah sekian menit saya menonton, rasa-rasanya saya mulai tertarik. Apalagi waktu dijelaskan cara si Dr. Frost ini mengobservasi orang, keren!

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang