36| a l l t o o w e l l

208 38 5
                                        

/ everyone deals with pain differently /
🌔🌕🌖

"Mampir rumah Wisnu, ya." ujar saya sesaat setelah mendudukkan diri di jok depan di sebelah Jeremy yang menyetir.
Ya, siapa sangka sih, dia betulan datang menjemput saya di kosan dengan membawa mobil Kak Tere setelah saya minta sogokan di chat tempo hari?

"Hah? Ngajak Wisnu?"

"Ngajak Yasmin." ralat saya.

"Buset, malah Yasmin? Ngapain amat sih, kan kemarin deal-nya jalan berdua doang?"

"Segitu pengennya jalan berdua doang sama gue?" Sontak saya menatap dia curiga. "Lo... nggak lagi naksir kan, Jer?"

"Yee, kagak lah! Gila, nggak usah ge-er deh, dibilangin ini tuh biar lo nggak galau abis putus." Jeremy sampai harus mengalihkan fokus dari jalanan sesekali demi totalitas me-roasting saya.

"Ya elah, serius amat, Pak. Lagian harus banget diperjelas soal putus?" gerutu saya.

"Btw, lo nggak kepo Brian curhat ke guenya gimana?"

Saya terdiam. Bohong kalau saya bilang saya tidak penasaran bagaimana Brian menceritakan perpisahan kami kepada Jeremy. Bohong juga kalau saya tidak ingin tahu bagaimana kabarnya sebelum pertemuan pertama kami pasca putus di kafe kemarin. Tapi apa daya, saya bukan lagi di posisi yang merasa harus mengetahui semua itu.

"Nggak sih, ngapain."

"Yakin?"

"Jer, lo tuh niat ngehibur gue apa nggak?"

Kekehan khas yang menyebalkan itu menguar singkat. "Tapi ini lo serius ngajakin Yasmin?"

"Serius, udah janjian gue sama dia kemarin." Kemudian saya mengeluarkan HP dari sling-bag dan mengirim pesan untuk mengabari Yasmin bahwa kami sudah di jalan. "Kenapa emang?"

"Gue rada gimana gitu sama dia."

"Gimana?" Saya kembali menyimpan HP dan fokus mendengarkan Jeremy.

"Lo inget waktu gue sama Anya ke rumah sakit jengukin Brian? Yang lo izin ke ke kamar Elang?" Jeremy kembali melanjutkan setelah saya berdeham mengiyakan. "Nah awalnya, gue, dia, Wisnu sama Brian tuh lagi bahas festivalnya Tunas Pertiwi. Eh, lama-lama merembet ke kejadian tahun lalu yang gue batal perform gara-gara Bianca."

"Terus?"

"Terus, merembet lagi jadi bahas kedekatannya Bianca sama Dimas. Gue jelas kaget soalnya emang si bontot nggak pernah ngomongin Bianca ke gue, eh sama Yasmin malah dikomporin. Dia bilang mereka tuh udah kayak penyetan sama lalapan, nggak bisa dipisahin sampe banyak yang ngira pacaran."

"Bentar, bentar. Izin ngakak."

"Yeu..." Dia baru melanjutkan cerita setelah saya capek menertawainya. "Pas pulangnya kan gue ditinggal tuh sama Anya, kampret emang mana hujan deres. Si Wisnu kasihan terus nawarin nganter gue pulang mumpung dia bawa mobil. Bareng Yasmin juga, soalnya nggak mungkin dia pulang naik sepeda hujan-hujanan."

"Terus?"

"Ya, pokoknya nggak bener deh itu bocil satu. Yang gitar gue dibikin kepentok stang sepeda dia, yang gue nggak sengaja nyetel lagu galau mendayu-dayu dari playlist dia. Mana udah berani ngatain gue padahal kita baru ketemu hari itu banget, woy? Kayak nggak ada harga dirinya umur gue yang udah mau jompo ini di mata dia."

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang