/ do you ever look at someone and just pray to god you never lose them /
🌔🌕🌖"Gue barusan dapet WA dari Pak Dosen. Kata beliau, kena diare dan harus cek ke dokter. Hari ini gue disuruh bagiin LKM aja, sih." Sandy, sang ketua kelas, memberitahu sambil membagi lembar kerja mahasiswa yang dikumpulkan minggu lalu kepada masing-masing pemiliknya.
Sambil menunggu milik saya dibagikan, saya menoel-noel beberapa teman yang duduk di depan saya.
"Eh, bawa powerbank, nggak?"
"Nggak."
Lalu, saya berbalik ke belakang. Menanyakan pertanyaan yang sama kepada teman yang duduk di belakang, dan berakhir mendapat jawaban yang sama pula.
Rencananya, hari ini ada kumpul terakhir Enam Hari sebelum kami rekaman. Waktu dan tempat masih menyusul karena kami berlima masih harus mencocokkan jadwal. Saya, Jeremy, dan Suca sama-sama ada kelas yang tidak tahu kapan selesainya, sementara Wisnu dan Dimas pulang sekolahnya masih nanti sore.
Tapi sialnya, saya lupa men-charge handphone sebelum berangkat ngampus. Alhasil, benda segi empat itu meredup, untuk kemudian mati total sebelum saya sempat mendapat keputusan final dari empat rekan saya itu.
Saya hampir putus asa, saat Leo yang duduk di sebelah saya, tahu-tahu menyahuti. "Gue bawa, Bri."
"Lah, Nyet. Kagak bilang dari tadi."
"Lah, Nyet. Elu kagak nanya."
Saya nyengir, lalu mengucap terima kasih saat teman terdekat saya di kelas itu menyerahkan powerbank-nya kepada saya.
"Jangan lewat lima puluh persen."
"Fak?! Ini aja udah lima satu?" Emosi, saya menunjukkan angka baterai yang tertera di powerbank Leo ke depan mukanya dekat-dekat.
Sialan, dia malah ngakak. "Becanda doang, elah. Lo abisin juga nggak apa-apa."
Tidak mau membuang waktu, saya segera menancapkan kabel pada powerbank ke HP saya. Sembari menunggu benda itu menyala, saya menerima LKM saya yang baru disodorkan Sandy. Membolak-balikkannya sesaat, lalu kembali memeriksa HP yang kini telah sepenuhnya menyala.
Berbagai notifikasi langsung menghujani HP saya segera setelah data seluler saya nyalakan. Ada belasan missed call dari Jeremy dan Anya. Keduanya juga bergantian menyepam saya di Whatsapp dan Line.
Apa-apaan ini?
Tergesa saya membuka pesan-pesan itu, membacanya, dengan perasaan yang mulai tidak enak. Tidak biasa soalnya mereka berdua mengirimi saya pesan sebanyak ini.
Anya
|BRIIII
|WOYYYY
|AYU PINGSAN
|P
|P
|BRIAN KAMPRET
|KEMANA SIH LU NJINGJeremy
|woy
|ayu ambruk waktu ngerjain tugas kelompok
|udh dibawa ke rs
|kata dokter kena tipes
|lo buruan kemari habis baca iniNapas saya tercekat, kedua kaki saya melemas seiring saya membaca dan mencerna setiap kata yang mereka berdua ketikkan. Tuh kan, firasat saya benar adanya.
"San..." panggil saya, masih dengan napas yang enggan keluar, ketika Sandy kembali melewati bangku saya. Nyaris tidak terdengar, tapi dia tetap menoleh karena ditepuk Leo.
"Lo manggil gue, Bri?"
"Gue izin balik duluan, ya."
"Muka lo kenapa dah? Pucet gitu kayak habis ketemu kuyang?" Leo menyahut bingung setelah menyadari perubahan air muka saya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon
FanfictionIbarat sang surya dan rembulannya, Saya dan kamu dijauhkan Agar belajar lebih dewasa. Saya dan kamu diberi jarak Agar mampu pulih dari luka. Saya dan kamu dipertemukan kembali Agar menjadi insan sempurna. ©2019 • oldelovel