/ maybe, somewhere between letting go and holding on, we found the courage to love again /
🌔🌕🌖Hening menyeruak hingga ke sudut-sudut taman rumah sakit yang terletak di balkon lantai tiga. Taman yang aslinya memang sudah sunyi karena jarang dikunjungi, rasa-rasanya jadi semakin mencekam sejak saya dan Brian menjejakkan kaki-kaki kami di sini.
Pasalnya, tadi di ruang tunggu UGD, kontrol emosi saya seakan tidak berfungsi begitu mendapati Brian datang menghampiri. Berjam-jam saya berusaha menghubungi dalam keadaan hampir gila karena kabar hilangnya Elang, dan baru sekarang dia muncul. Yang mana, sayangnya, sudah sangat terlambat.
Saya kalut, mengingat bagaimana semua orang mendadak seperti hidup di dimensi lain sampai-sampai tidak satupun dari mereka yang mengangkat telepon ataupun sekedar membalas pesan saya. Orang tua saya. Anya. Jeremy.
Brian.
Kewarasan saya seperti direnggut paksa setelah mendapat telepon dari sekolah Elang bahwa dia pergi tawuran bersama teman-temannya, namun hanya dia yang belum kembali. Saya sudah mendatangi sekolahnya, berusaha menanyai teman-temannya satu per satu, bahkan menyusuri lokasi tawuran. Semua saya lakukan seorang diri karena, hebatnya, tidak ada satupun dari mereka yang balik menghubungi saya.
I felt like... I get so disconnected from the world.
Beruntung Dio secara kebetulan menelepon saya dalam rangka mengabari masalah tugas presentasi kelompok. Mungkin saya terlampau lega karena, finally, setidaknya ada satu orang yang terhubung dengan saya. Sampai-sampai saat itu juga, saya menangis, meraung dengan begitu hebatnya. Sampai-sampai Dio yang mendengarnya lewat sambungan telepon jadi ikutan kalap seperti saya, bahkan saat itu pula segera berangkat menyusul.
"Udah lo cari di rumah?"
Adalah satu pertanyaan Dio yang detik itu juga berhasil menghentikan kegilaan dan kekalutan saya selama berjam-jam. Mungkin saking paniknya, saya sampai tidak kepikiran mencari Elang di rumah keluarga saya. Dan benar saja, saat saya dan Dio tiba, kami mendapati Elang dengan kondisi tidak sadarkan diri, tergeletak di lantai ruang tamu.
Kepala dekat telinga kirinya berdarah akibat kena getok batu dan harus dijahit, begitu kata dokter yang menangani dia setelah kami tiba di UGD rumah sakit ini. Membayangkannya saja sudah bikin kepala saya pening luar biasa. Tapi syukurlah tidak ada yang lebih parah dari itu, sisanya hanya lebam-lebam dan luka ringan.
Tadi, saya dan Dio masih menunggu dokter keluar dari ruang UGD untuk memberi kabar lebih lanjut, ketika saya menemukan Brian di kejauhan. Sejak dering pertama telepon Brian masuk ke HP saya, Dio memang terus-menerus menyuruh saya mengangkatnya. Tapi saya enggan, sudah terlampau kecewa rasanya hanya untuk mendengar kata maaf keluar dari mulutnya.
Saya tahu ini bukan sepenuhnya salah Brian, toh tadi pagi-pagi sekali dia sudah mengabari saya bahwa seharian ini dia ada di studio untuk proses rekaman dan mungkin akan sulit menemukan waktu untuk menghubungi saya. Yang mana juga sudah saya iyakan.
Tapi untuk kali ini, ego saya menang. Emosi saya jauh lebih unggul. Dan kalau bukan Dio yang meminta saya supaya memberi Brian kesempatan untuk bicara, mungkin saya tidak akan berdiri di sini, di taman ini, karena kenyataannya saya masih sebebal itu.
"Boleh gue ngomong?" tanyanya, terlampau hati-hati, dibubuhi tatap teduh yang nyaris membuat saya lupa kalau saat ini saya sedang marah. Beruntung saya masih sempat menghindar sebelum hanyut.
"Talk. I'll listen." jawab saya tanpa benar-benar memandang ke arahnya.
"Ayunda, gue minta maaf buat kejadian hari ini dan kemarin-kemarin. Maaf karena sekali lagi, gue nggak ada waktu lo butuh. Gue tahu lo telepon tadi, Jere yang bilang. Gue tahu, tapi gue milih buat nggak acuh, karena di situ posisinya gue lagi recording. Gue ngomong kayak gini bukan cuman alesan atau nyari pembenaran doang, tapi biar lo tahu kalau gue nyesel, bener-bener nyesel karena dengan kelakuan gue yang kayak gitu, gue udah bikin lo kecewa." Dia menjeda sejenak. "Yu, I'm so sorry."
![](https://img.wattpad.com/cover/177935151-288-k233087.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun and Moon
FanfictieIbarat sang surya dan rembulannya, Saya dan kamu dijauhkan Agar belajar lebih dewasa. Saya dan kamu diberi jarak Agar mampu pulih dari luka. Saya dan kamu dipertemukan kembali Agar menjadi insan sempurna. ©2019 • oldelovel