39| r u m p a n g

177 32 8
                                    

/ sometimes feelings stay even when we beg them to leave /
🌔🌕🌖

"Wee... Gimana, gimana? Kasih komentar dong!" Jeremy dengan heboh menghampiri meja tempat tim sukses Enam Hari biasa berkumpul.

Hari ini sepi. Hanya ada Anya, Wulan, dan Kayana. Rupanya kedua teman Anya itu secara sukarela menepati janji yang tempo hari dibuat mereka dengan Jeremy dan betulan datang untuk menonton kami manggung begitu diundang.

Saya di belakang Jeremy auto memeletkan lidah waktu bersitatap dengan Kayana, yang kemudian langsung dibalas melet juga olehnya.

Kami memang jadi banyak mengobrol waktu saya mengantarnya pulang hari itu. Dia tidak bohong waktu bilang rumahnya jauh, buktinya cukup bagi kami untuk saling mengenal di sepanjang perjalanan mengantarnya pulang. Dan Wulan juga tidak bohong waktu bilang dirinya, Kayana, dan Anya itu satu frekuensi.

Iya, Kayana ini casing luarnya saja yang dingin, judes. Padahal kalau sudah kenal bisa jayus asli.

Oh ya, sama ekspresif. Waktu dia ngomong atau dengerin saya cerita, kadang suka tanpa sadar pasang stank face, kadang melipat bibir, kadang juga iseng mainin alis. Haha... Seru sih saya nontoninnya walau cuman lewat spion motor.

Ngomong-ngomong, Enam Hari kali ini dapat jadwal manggung malam dan bukan hari weekend, jadi wajar saja supporter yang nongol hanya tiga ekor. Yang lain bilangnya lagi pada berhalangan semua.

"Kalian nggak ada niatan rilis album gitu? Keren banget, serius deh!" Wulan bertepuk tangan lagi. Yakin telapak tangannya sekarang pasti merah karena dia tepuk tangan melulu, bahkan sejak kami baru naik panggung.

Kayana? Jangan ditanya deh. Dia masih setengil yang waktu itu.

"Rilis kok, beberapa bulan lagi. Hehe, stay tuned ya."

"Lo nggak pada laper apa? Pesen aja kalo laper mah." Suca datang dan menginterupsi.

"Gratis???" Dengan kompaknya, saya, Jeremy, Wisnu, Dimas, dan Anya menyahut.

"Yee, bangkrut gue. Kebangetan deh lo semua, usaha temen bukannya didukung." Suca tertawa sambil geleng-geleng. "Lo juga, Nu, jangan kayak orang kaya susah. Lolos SBMPTN kan lo? Ayo traktiran."

"Yah, Bang, padahal nyokap mau ngadain makan-makan di rumah. Bener sekarang aja nih traktirannya?" goda Wisnu.

"KAGAK!! DI RUMAH LO AJA, NU!"

"GUE MAH ORANGNYA SETIA, APALAGI SAMA JENGKOL BUATAN NYOKAP LO!"

Gelak tawa terus bersahut-sahutan dari arah meja kami hingga akhirnya malam pun semakin larut dan satu per satu mulai pamit untuk pulang. Hanya tersisa saya, Jeremy, Anya, Kayana, dan Wulan sekarang.

"Lo pesen ojek sekarang aja, Kay. Mumpung gue sama Anya belom balik." saran Wulan kepada Kayana.

"Wulan baliknya sama siapa?" Jeremy bertanya dengan nada yang sungguhan tidak biasa dan bikin merinding yang dengar.

"Sama gue, mau apa lo?" ketus Anya langsung.

"Gue tanya Wulan ya, Bocah. Bukan lo."

"Ribut mulu, gue cekokin es batu juga lama-lama." Saya menengahi. "Jadi ini lo nganterin Wulan balik, Nya?"

Anya mengangguk. "Kagak cukup bensin gue nganterin Kayana yang rumahnya di pelosok Nusantara. Heran, lo kenapa nggak ngekos aja sih, Kay? Kosan gue ada kamar kosong, biar gue tanyain kalo lo mau. Daripada keluar duit transport tiap hari, belom lagi capek di jalan."

"Lo kalo gitu kayak Bu Tejo dah solutipnya." ucap saya yang segera disambung gelak yang lain. "Berarti lo dipulanginnya sama cowok lo nih?" lanjut saya, kali ini ganti menanyai Kayana.

Sun and MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang