Sejak hari itu, Kyung Soo mapun Baekhyun tak dapat di hubungi dan hari berlalu begitu saja.
*
Jinki masih tak dapat mengenyahkan apa yang terjadi waktu itu. Ucapan salah satu cucu dari saudaranya mengganggu pikirannya. Apalagi ketika dia ingat bagaimana putri keduanya itu sangat tenang dan seolah-olah itu bukan hal besar ataupun menyakitkan. Dia ingin bertanya apa yang terjadi, namun anaknya itu tak dapat di hubungi.
Dia menatap istrinya - Kibum - yang duduk di sampingnya - sama sepertinya dirinya - bersandar pada kepala ranjang tempat tidur mereka - sambil membaca majalah. "Apakah kamu pernah menghubungi Baekhyun?"
Kibum yang mendengar pertanyaan itu, menatap suaminya, "Tidak. Kenapa bertanya seperti itu?"
"Selama tiga tahun ini, kamu tidak pernah menghubunginya?"
"Sejak kejadian itu, aku sudah tidak peduli lagi padanya." Kibum menutup majalahnya. "Aku sangat kecewa."
Jinki mengangguk setuju. Dia juga sangat kecewa.
"Bagaimana bisa dia mencoba membunuh adiknya sendiri? Aku tak bisa menerimanya sebagai anakku lagi." Ujar wanita itu lagi. "Kejadian waktu mereka kecil, aku masih dapat menerimanya, karena dia masih kecil juga, namun tiga tahun yang lalu, aku tidak bisa menerimanya sama sekali."
Jinki menyatukan kedua tangannya. Dia mencoba berpikir dengan tenang dan berulang kali lagi.
"Ada apa sih?" Tanya Kibum bingung. "Apakah kamu masih memikirkan kejadian kemarin itu?"
"Dia terlihat tidak merasakan sakit." ujar Jinki. "Padahal itu air panas, namun dia terlihat tenang dan biasa saja. Terlebih lagi dengan sikap Kyung Soo yang menurutku sedikit aneh. Perempuan yang biasanya tenang dan bijaksana itu, membentak saudaranya sendiri."
"Tidak ada yang aneh, Kyung Soo memang pantas memarahi saudaranya itu, bagaimana perempuan itu mendidik anaknya hingga bisa bermain ke daerah dapur? Maksudku tidak masalah anak kecil masuk dapur, namun tidak waktu bermain."
Jinki diam sesaat, kemudian menatap istrinya, "Apakah Park Hye Jin pernah berbicara sesuatu tentang Baekhyun padamu? Dia sangat dekat dengan Baekhyun."
Kibum diam sesaat juga, dia mengingat apa yang pernah dirinya dan Hye Jin perbincangkan. "Sepertinya tidak."
"Sungguh?"
"Jangan terlalu mengurusi dia, kita fokus ke pernikahan Jin Ah yang tinggal sebentar lagi saja." Ujar Kibum, dia meletakkan majalahnye ke atas nakas samping termpat tidurnya kemudian merebahkan dirinya, bersiap untuk tidur. "Tidurlah, ini sudah malam."
Jinki mengangguk pasarah, "Ya." Diapun merebahkan dirinya dan siap untuk tidur.
*
Saat kejadian itu, menurutnya, Kyung Soo itu berlebihan. Dia hanya terkena air panas yang tumpah, bukan sesuatu yang dapat meninggalkan luka yang besar. Mereka bahkan sampai berdebat dahulu sebelum akhirnya dia menyerah dan mengikuti perkataan perempuan itu.
"Meskipun kita saudara jauh dan hampir tak memiliki hubungan, kamu sudah aku anggap saudaraku sendiri, Baek. Aku tidak bisa menutup mataku sendiri ketika kamu menyakiti diri kamu sendiri."
"Tapi aku tidak dapat merasakan sakit, Kyung, jadi aku baik-baik saja."
"Kamu tak dapat merasakannya, tapi tubuhmu masih merespon apa yang terjadi. Kulitmu masih bisa terluka meskipun kamu tak dapat merasakan sakit."
Baekhyun menghela napasnya, "Oke, lakukan apa yang kamu mau saja."
Setelah itu mereka saling diam hingga Kyung Soo memberhentikan mobilnya ketika mereka sampai di gedung rumah sakit tempat perempuan itu bekerja.
*
Park Hye Jin tersenyum tipis ketika melihat mobil putranya masuk ke perkarangan rumahnya. Dia meletakkan cangkir tehnya dengan perlahan ke tempat semula kemudian berdiri dari kursi itu dan menghampiri putranya yang telah keluar dari mobil.
"Sayang."
"Ibu." Chanyeol memeluk ibunya dan mencium pipinya, kemudian menatap ibunya. "Bagaimana kabar ibu?"
"Selalu baik." Hye Jin melepaskan pelukan mereka kemudian berbalik dan jalan duluan ke dalan rumah. Dia menatap Anna yang berdiri tak jauh darinya dan berkata, "Bawakan apa yang aku siapkan sebelumnya."
"Baik, Nyonya." Anna membungkukkan badannya kemudian pergi sesuai perintah.
"Ayo Chanyeol, kita pergi ke ruang kerjaku."
Chanyeol mengerjapkan matanya lalu mengangguk dan mengikuti ibunya itu dengan penuh kebingubgan. Tidak biasanya ibunya mengjak bertemu di ruang kerjanya, terakhir kali adalah saat ibunya itu memberitahukannya bahwa rumah sakit keluarga yang mereka miliki di serahkan padanya, dan itu adalah tiga tahun yang lalu.
Hye Jin membuka pintu ruang kerjanya kemudian membiarkan Chanyeol masuk terlebih dahulu dan dia menutup pintunya terakhir. "Duduklah di sofa."
Chanyeol mengikuti perkataan ibunya itu. Dia menatap ibunya yang mengambil duduk dahulu kemudian dia mengambil posisi di hadapannya.
"Aku tidak tahu ini adalah hal bagus atau bukan." Hye Jin memulai pembicaraan setelah dia menatap putranya itu untuk beberapa saat yang lama. Tangannya dia satukan di atas kakinya, lalu melanjutkan perkataannta, "Apakah kalian sudah memilih cincin pernikahannya?"
"Ya, Bu, cincinya sudah jadi dan ada padaku."
"Baguslah kalau sudah ada."
Tepat setelah Hye Jin mengatakan itu, pintu di ketuk. Hye Jin mempersilahkan masuk siapa yang mengetuk pintu dan Anna yang mengetuk pintu itu masuk dengan sebuah baki.
Chanyeol mengerutkan dahinya saat melihat sebuah kotak merah yang ada di atas baki itu lalu matanya melebar, "Bukankah itu -" perkataannya terhenti karena tidak yakin bahwa yang ada di pikirannya itu benar.
Hye Jin tersenyum pada Anna dan mengucapkan terimakasih lalu dia memberikan kotak itu pada Chanyeol. "Ibu tidak tahu harus kemana-kan cincin ini, jadi ibu pikir untuk memberikannya pada Jin Ah."
"Bukankah ibu mengatakan itu milik Baekhyun?"
Hye Jin memiringkan kepalanya sedikit, "Apakah aku pernah berkata seperti itu?"
Chanyeol diam, dia tidak ingin mengatakan apapun.
"Aku hanya pernah berkata, aku berharap dapat memberikan ini pada calon istrimu dan semoga itu Baekhyun, namun calon istrimu itu Jin Ah, bukan?" Hye Jin menarik bibirnya tipis, "Jadi aku harus memberikan ini pada Jin Ah."
"Dan sayang sekali ibu telat memberikan ini padamu dan kamu sudah menemukan cincin pernikahan kalian."
"Jadi ibu menyerahkan segala keputusannya padamu, Ibu tidak masalah jika kamu ingin membuangnya juga."
Chanyeol mengambil kotak merah itu lalu menatap ibunya dengan ragu.
"Atau kamu bisa memberikannya pada Baekhyun dan bilang padanya bahwa itu dari ibu, aku yakin dia akan senang."
"Aku tidak akan memberikannya padanya." Timpal Chanyeol tegas.
Hye Jin melepaskan kedua tangannya yang saling terkait, "Sayang sekali." Ucapnya lirih. "Padahal aku berharap kamu dapat membuat dan melihatnya tersenyum untuk terakhir kalinya, mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Italian Whites
FanfictionBaekhyun tidak masalah dengan semua yang terjadi di sekitarnya. Hanya satu yang dia pedulikan. Dan itu adalah lelaki yang membenci dirinya.