"Jin Ah pasti sangat cantik saat itu." Ujar Baekhyun dengan terbata-bata pada Hye Jin yang selalu menemaninya beberapa hari ini. Ventilator yang terpasang di mulutnya akhirnya di lepas dua hari yang lalu dan kini dia dapat berbicara sedikit demi sedikit.
"Chanyeol pasti memandangnya dengan sangat bangga ketika melihatnya dan meraih tangannya yang di berikan oleh Papa."
Baekhyun membayangkan adegan itu terjadi di hadapannya.
Adegan saat Jin Ah berjalan menuju altar bersama Papa mereka dan Chanyeol menunggu di sana dengan senyuman penuh rasa bangga, syukur, dan bahagia menantinya.
"Semua orang terlihat sangat bahagia dengan hanya melihat itu. Mereka memuji bagaimana sangat cocoknya Jin Ah dan Chanyeol ketika berdiri si hadapan pastur dan siap untuk berjanji suci pada Tuhan."
"Chanyeol sangat beruntung mendapatkan Jin Ah."
"Mereka beruntung dapat memiliki satu sama lain."
Hye Jin mendengarkan perkataan Baekhyun dalam diam. Dia menatap perempuan yang sudah dia anggap putrinya itu dengan senyuman tipis dan terus mengusap kedua lengan Baekhyun.
Mata Baekhyun terlihat berbinar namun ada raut kesedihan pula disana dan Hye Jin tak menyukainya.
Dia tidak menyukai bagaimana Baekhyun selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu selain dirinya.
"Aku sangat iri."
"Melihat Jin Ah mengenakan gaun pernikahannya."
"Gaunnya sangat cantik dan menonjolkan aura keindahan yang sangat cocok dengan Jin Ah."
"Pasti berbeda sekali jika aku yang mengenakannya."
"Bahkan gaun berwarna kuning yang aku pakai saat itu, seharusnya terlihat cerah dan bahagia, malah terlihat suram dan menyedihkan."
"Pasti ketika aku memakai gaun pernikahan seperti itu, aku terlihat sangat, sangat menyedihkan dan patut di kasihani."
Baekhyun mengalihkan perhatiannya perlahan pada Hye Jin, lalu berkata, "Tapi aku berharap, akulah yang berdiri di sana, Bi."
"Aku harap, akulah yang berdiri di samping Chanyeol dan mengucapkan janji suci itu."
"Aku sangat menyedihkan bukan?"
*
Chanyeol duduk dalam diam, terus memandang perempuan yang kini sedang tidur di atas rajang rumah sakit di hadapannya. Tangannya yang dia lipat di depan dada saling mengait dengan erat, begitu pula matanya yang tak pernah berpindah pandangan sedetikpun sejak dia berada di ruangan itu beberapa jam yang lalu.
Ketika Ibunya berkata Baekhyun telah tidur dan dia akan pulang ke rumah mereka, Chanyeol langsung mengangguk mengerti dan menghentikan seluruh pekerjaannya untuk menjaga Baekhyun.
Chanyeol bergerak perlahan. Dia menegakkan tubuhnya yang sedikit menurun di punggung kursi lalu menarik kursinya untuk duduk lebih dekat dengan Baekhyun. Dia meraih tangan kiri perempuan itu yang terpasang selang infusan dan mengusap telapak tangannya dengan perlahan.
Begitu, terus begitu hingga Baekhyun bangun dari tidurnya.
"Ini masih tengah malam, kembalilah tidur." Ujar Chanyeol ketika mereka bertemu pandang untuk pertama kalinya setelah beberapa hari tak bertemu.
Baekhyun mengerjapkan matanya perlahan lalu menggenggam tangan Chanyeol yang memegang tangannya. "Ka..mu ju..ga." Ujarnya perlahan.
"Aku sudah tidur tadi siang, jadi sekarang belum mengantuk, kamu tidurlah lagi."
Chanyeol melihat perempuan itu kini menutup matanya dan dia kira akan tidur. Namun setelah beberapa saat dalam keheningan, Baekhyun berbicara dengan pelan padanya tanpa membuka kedua matanya yang tertutup rapat.
"Se.. Seharusnya, kamu sekarang bersama Jin Ah."
"Bu.. Bukankah kalian akan berbulan madu setelah acara pernikahan selesai?
"Kenapa kamu ada disini?"
Sejak pertama kali dia bangun beberapa hari yang lalu dan melihat Chanyeol berada di sampingnya, dia selalu ingin bertanya itu ketika bertemu kembali dengannya, dan ini adalah kesempatannya.
"Apakah Jin Ah tahu soal ini?"
"Kamu seharusnya sekarang bersama dia, menikmati masa-masa kebahagiaanmu dengan Jin Ah setelah pernikahan kalian."
"Bukankah itu keinginanmu dari dulu?"
"Kenapa kamu berada disini sekarang?"
Baekhyun membuka matanya a. dan menatap Chanyeol yang memandangnya dengan pandangan yang tidak dia mengerti apa artinya.
"Ah, maaf aku telat mengucapkannya-"
"Selamat atas pernikahan kalian."
"Semoga kalian selalu bersama dan bahagia."
Chanyeol mengerutkan dahinya mendengar perkataan Baekhyun, dirinya tiba-tiba merasa sangat marah sekaligus sedih. Dirinya langsung di selimuti oleh perasaan asing yang muncul akibat perkataan itu.
"Apa yang terakhir kamu ingat Byun?"
"Kenapa kamu berkata seperti itu?"
Baekhyun tidak menangkap perubahan nada suara Chanyeol, pun tak merasa bahwa kini Chanyeol sedang marah atau merasa sangat muak padanya.
"Aku ingat ketika Jin Ah berjalan bersama Papa menghampirimu di altar dan ketika kalian mengucapkan janji suci."
"Aku ingat ketika kamu tersenyum bahagia padanya ketika kalian akhirnya resmi menjadi sepasang suami istri."
"Aku ingat betapa semua orang sangat bahagia melihat kalian akhirnya resmi menjadi pasangan di hadapan Tuhan."
"Aku ingat semuanya."
Chanyeol mendengus, "Kamu yakin itu benar-benar terjadi?"
Baekhyun mengangguk, "Ya, memang itu terjadi kan?" jawabnya dengan yakin.
Chanyeol memalingkan wajahnya dan enggan menatap Baekhyun kembali. Tangannya yang masih menggenggam tangan Baekhyun kini dia tarik dengan perlahan.
Chanyeol menghela napasnya lagi berusaha menenangkan dirinya yang kini dia tahu, bahwa dirinya di liputi amarah.
Chanyeol mengalihhkan pandangannya dan menatap Baekhyun dengan tegas, "Itu hanyalah apa yang kamu bayangkan dan harapkan Byun."
"Hal itu tidak pernah terjadi."
"Untuk kedua kalinya, pernikahanku dan Jin Ah tidak terjadi."
"Dan itu semua terjadi karena alasan yang sama."
Baekhyun tidak mengerti apa yang Chanyeol ucapkan.
"Dulu, aku tidak dapat menikahi Jin Ah, karena kamu membuat Jin Ah hampir mati."
"Dan sekarang- "
"Aku tidak dapat menikah dengan Jin Ah, karena kamu lagi-"
"Karena kamu hampir mati di hadapanku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Italian Whites
FanfictionBaekhyun tidak masalah dengan semua yang terjadi di sekitarnya. Hanya satu yang dia pedulikan. Dan itu adalah lelaki yang membenci dirinya.