9

1.8K 238 3
                                    

Chanyeol melirik ponselnya kembali setelah lima menit sebelumnya dia melirik ponsenya itu, dan hal itu membuat sang manejernya tertarik untuk bertanya, apa yang sedang di tunggunya?

Chanyeol menggelengkan kepalanya, lalu menatap kembali cermin di hadapannya dan membiarkan perias melakukan pekerjaannya kembali.

"Apakah kamu merindukan tunanganmu itu? Bukankah kemarin lusa kalian bertemu?"

Chanyeol menarik salah satu sudut bibirnya, lalu menatap manajernya lewat cermin di hadapannya.

"Hyung seperti tidak tahu saja, bukankah apa yang aku lajukan sama sepertimu ketika akan menikah dulu? Gelisah dan selalu ingin bertemu dengan istrimu?"

Manajernya itu tersipu malu, lalu melengos pergi tak ingin di goda kembali oleh artisnya itu.

Chanyeol menghembuskan napasnya perlahan dan memejamkan matanya.

Dia sedang menunggu perempuan itu.

Tidak biasanya perempuan itu tak menghubunginya.

Ya meskipun hal ini pernah terjadi beberapa kali, tetap saja ini membuatnya tidak biasa.

Perempuan itu harus menghubunginya setiap hari atau dua hari sekali dan tak boleh ada yang terlewati.

Chanyeol langsung menegakkan tubuhnya dan membuka matanya dengan cepat ketika mendengar nada dering pertanda sebuah telepon masuk, membuat sang perias menghentikan kegiatannya dan membiarkan lelaki itu meraih ponselnya.

Sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya ketika melihat deretan angka yang sangat dihapalnya berada disana.

Dia menekan simbol telepon berwarna hijau lalu merubah raut ekspresinya menjadi datar dan sangat dingin.

Membuat sang perias terkejut melihat perubahan ekspresi itu.

"Chanyeol-kun!"

Chanyeol hanya bergumam sebagai tanggapan panggilan dari sebrang teleponnya.

Dia menyandarkan punggungnya kembali ke kepala kursi dan meminta perias itu melakukan tugasnya kembali.

Chanyeol diam mendengar setiap perkataan yang dibicarakan oleh Baekhyun. Dia hanya menanggapinya dengan singkat ataupun hanya gumaman dan selebihnya Baekhyun terus bercerita atau berbicara apapaun yang dia tidak mengerti sedikitpun apa yang dikatakan oleh perempuan itu.

"Oh Ya, apakah kamu menyirami bungaku?"

"Ya."

"Aku tidak percaya! Awas saja kalau aku datang kesana dan melihat bungaku mati semua! Aku akan membuatmu membayarnya!"

Chanyeol mendengus.

"Ah, aku harus menutup teleponnya sekarang, maaf baru menghubungimu sekarang dan tak bisa lama-lama berbicara denganmu."

"Suster Kim! Dokter Do mencarimu."

"Baiklah, aku akan kesana!"

"Nona Byun mari kita kembali ke kamar."

"Sampai jumpa Chanyeol."

Sambungan itu diputuskan oleh orang yang di sebrang sana tanpa mendengarnya mengucapkan persetujuan untuk mengakhiri sambungan itu ataupun ucapan selama tinggalnya.

Chanyeol mengeraskan rahangnya kemudian menurunkan ponselnya dari telinganya dan memegangnya dengan erat.

Dia merasa marah dengan tingkah perempuan itu.

Hingga lupa dengan suara lain yang ada di sebrang sana, yang membuatnya mengerutkan dahi sebelumnya.

Chanyeol meletakkan kembali ponselnya ke atas meja rias.

Dia akan memikirkan hal ini nanti.

*

Baekhyun mengeratkan genggaman pada ponselnya setelah menutup sambungan itu dengan cepat. Dia tidak menyangka akan ada panggilan untuk suster yang sedang bersamanya tadi.

Dia berharap Chanyeol tak mendengar apapun.

Jika mendengarnya, dia berharap lelaki itu langsung mencarinya.

Namun sepertinya itu hanya harapan. Lelaki itu bahkan tak menghubunginya kembali. Itu berarti lelaki itu tak mencarinya.

Baekhyun meletakkan ponselnya ke atas nakas yang dekat dengan ranjangnya, kemudian membaringkan tubuhnya dengan perlahan.

Dirinya sudah semakin membaik. Setidaknya dia sudah lepas dari tabung oksigen dan kini hanya ada infusan di tangan kirinya serta kakinya yang sudah dapat berjalan sedikit-sedikit.

Baekhyun memejamkan matanya dengan erat, lalu merilekskan tubuhnya agar dapat tidur dengan cepat.

Dia harus pergi dari rumah sakit ini secepat mungkin.

Jika tidak, Chanyeol akan semakin marah padanya.

*

Malam itu, keluarganya dan keluarga Byun sedang makan malam yang sering mereka adakan untuk tiga bulan sekali sejak dulu. Dia melirik anggota keluarga Byun dan tak menemukan keberadaan perempuan itu.

Dia memakan makanannya dengan tenang sebagai bentuk pengalihan pada tanda tanya yang muncul di benaknya.

Dimana perempuan itu?

"Baekhyun dimana? Kenapa dia tidak datang?"

Chanyeol melirik ibunya dan sedikit merasa senang mendengar pertanyaan ibunya itu.

Dia ingin tahu juga, namun tak ingin bertanya.

Dia memakan kembali makanannya dengan tenang seolah tidak peduli dengan pertanyaan ibunya.

"Entahlah, sudah lama kami juga tidak melihatnya. Kamu tahu sendiri Baekhyun bagaimana." Jawab istri dari keluarga Byun itu sambil diiring tawa kecil. "Mungkin dia lupa dengan agenda kita ini dan asik berkeliaran di luar sana."

Ibunya tertawa mendengar jawaban itu, "Jin Ah-ya, bagaimana dengan kuliahmu, apakah semuanya berjalan dengan baik?"

Jin Ah meletakkan alat makannya terlebih dahulu kemudian menjawab pertanyaan itu dengan lembut, "Ya, bibi, semuanya berjalan dengan baik."

Chanyeol menyelesaikan makannya dengan cepat, dia meraih serbet yang berada di pangkuannya, kemudian membersihkan mulutnya dengan itu.

Meja makan itu cukup ramai dengan obrolan yang berbeda-beda. Dia menatap ibunya yang sedang berbincang dengan tunangannya serta Nyona Byun. Lalu dia menatap Papanya yang sedang berbicara bisnis dengan calon Papa mertuanya.

Mereka sangat semangat sekali malam ini.

Terkecuali anak yang paling tua.

Chanyeol menatap Luhan yang ternyata sudah selesai makan juga dan kini sedang menatapnya. Dahinya berkerut kecil ketika dia menemukan pandangan yang sepertinya banyak sekali makna tertuju padanya.

"Noona, ada apa?" Dia memutuskan untuk bertanya pada perempuan itu.

Luhan berdiri dari kursinya, kemudian berkata pada semua orang yang kini menatapnya, "Saya ingin berbicara dengan Chanyeol dahulu," Luhan melihat adiknya menatapnya ingin ikut bersama mereka, "Hanya berdua." Tegasnya. "Ayo Chanyeol."

Chanyeol mengangguk dengan ragu, kemudian berdiri dari duduknya dan mengikuti perempuan itu yang sudah berjalan terlebih dahulu.

Perasaannya tidak nyaman dengan sikap Luhan ini.

Italian WhitesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang