"La tahdzan, inallaha ma'ana. Jangan bersedih, Allah bersama kita."
-Ana Uhibbuka Fillah Komandan-
****
"Maaf."
Fatimah pun terjatuh karena tak tahan mendengar ucapan dokter tersebut. Untungnya Yusuf menahannya dari belakang lalu mendudukan Fatimah di kursi tunggu. "Adibah... Adibah Suf... Adibah ninggalin kakak." Ujar Fatimah dalam isak tangis. "Ini salah kakak. Harusnya kakak nggak ninggalin dia sendirian buat ke toilet. Ini semua salah kakak."
"Nggak, ini udah takdir kak. Ini bukan salah kakak." Ujar Yusuf menenangkan Fatimah. "La tahdzan, inallaha ma'ana. Jangan bersedih, Allah bersama kita kak. Semua yang hidup pasti akan kembali pada Allah. Sekarang Adibah udah tenang kak. Dia udah nggak sakit lagi. Tapi maaf kak, Yusuf belum menuhin keinginan Adibah." Ujar Yusuf masih setia memeluk Fatimah.
Jenazah Adibah dibawa keluar ruangan untuk dibawa menuju kamar mayat lalu dibawa pulang.
****
"Kamu gila apa?! Kamu ngebunuh anak kecil cuma gara-gara dendam?!" Ujar seorang pria marah.
Wanita yang dimarahi hanya terduduk sambil tersenyum licik. "Kenapa kamu marah? Itu hanya keponakannya saja yang mati, bukan tantenya." Ujar wanita tersebut membeladiri.
"Sama aja. Kamu udah ngebunuh anak kecil yang nggak bersalah. Dia nggak ada hubungannya sama urusan kita." Bentak pria tersebut.
"Aku nggak peduli, ini semua salah kamu. Kalau kamu nggak macem-macem pasti anak kecil itu sekarang masih bisa tersenyum. Tapi ini mungkin sudah takdirnya, dia harus mati sebelum melihat tante kesayangannya mati ditanganku."
"Kamu bukan wanita, tapi kamu iblis! Yang aku tau sekarang, cepat atau lambat kematian Adibah bakal diusik. Karena nggak mungkin penyakitnya kambuh tanpa penyebab." Jelas pria tersebut lalu pergi meninggalkan wanita yang sedari tadi terduduk di atas sofa.
"INI SEMUA SALAH LO ZELINE!! LO UDAH NGEREBUT RAYHAN DARI GUE!"
****
Setelah selesai penguburan dan tahlilan untuk Adibah keluarga besar Yusuf dan juga Zel berkumpul sekaligus menenangkan Fatimah yang masih sangat terpukul.
"Zel, mamah sama papah pulang duluan ya." Ujar Tiara pamit.
"Iya, bunda sama Denis juga pamit pulang ya sayang. Kamu bantuin tenangin Fatimah. Kasian dia, dia pasti sangat terpukul atas kematian Adibah." Ujar Indri menimpalkan.
Zel mengangguk mengerti. "Iya mah, bun. Mamah sama bunda hati-hati ya di jalan." Zel pun mencium punggung kedua ibunya.
"Assalamu'lalaikum." Ujar mereka serempak. "Waalaikumsalam." Balas Zel.
Zel pun pergi menuju ruang keluarga di mana Fatimah dan Yusuf sedang berada sekarang.
"Ka-. Maaf kak ganggu. Zel ke atas dulu." Ujar Zel berbalik badan.
"Tunggu. Yusuf, sekarang kamu temenin Zel ya. Kesian dia, pasti cape dari tadi bantuin buat pemakaman Adibah." Titah Fatimah dengan suara serak khas orang yang habis menangis.
"Tapi kak, kaka-"
"Kakak gapapa kok. Tanggung jawab sekarang kamu itu Zeline, bukan kakak lagi. Dia lebih butuh kamu. Apalagi dia pasti belum makan sejak sore tadi, inget dia lagi hamil. Kamu harus jaga kesehatan dia."
Yusuf dan Zel pun baru teringat bahwa Zel tengah hamil. Karena kejadian demi kejadian di hari ini sampai membuat mereka lupa bahwa ada kehidupan baru yang harus mereka jaga. Yusuf pun mengangguk beranjak dari sofa. "Kalau ada apa-apa kakak panggil Yusuf ya." Fatimah mengangguk samar. Yusuf pun mengajak Zel menuju kamarnya yang sudah lama tak ditempati semenjak dirinya tinggal di barak, kecuali saat ia sedang pulang.
Dikamar Yusuf langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur sedangkan Zel pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setalah selesai membersihkan dirinya Zel keluar kamar mandi, namun tidak ada keberadaan Yusuf di dalam kamar.
Ckek...
Pintu kamar terbuka menampakan Yusuf membawa sebuah nampan dengan sepiring nasi dan air putih. "Kamu makan dulu. Jangan nyiksa anak kita." Ujar Yusuf memberikan nampan tersebut pada Zel.
"Kakak nggak makan?" Tanya Zel. "Aku nanti aja. Sekarang kamu aja yang makan. Aku belum laper." Ujar Yusuf menuju kasur.
Bukan memakan makanannya Zel malah duduk di sisi Yusuf. "Kakak juga makan. Aku nggak mau kalau ayah anak aku sakit." Jelas Zel menyodorkan sesendok nasi dan lauknya di depan mulut Yusuf. Yusuf mengerutkan dahinya. "Makan." Titah Zel lagi yang akhirnya dituruti Yusuf.
Setelah mereka selesai makan Zel membereskan alat makannya lalu menaruhnya di dapur. "Kak." Panggil Zel takut saat sudah kembali berada di kamar. "Hmm." Deham Yusuf.
Zel menghela napasnya dalam. "Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dokter Ra-"
"Tidur. Aku ngantuk." Potong Yusuf lalu membaringkan tubuhnya dan menutupinya dengan selimut. Zel hanya bisa mengikuti perintah Yusuf tak ingin suasana semakin kacau walaupun hatinya masih sangat sakit saat tau bahwa Yusuf memiliki seorang pacar.
Aku rindu sikap hangat kakak, pandangan teduh kakak, ucapan lembut kakak. Walaupun aku sakit hati saat mengetahui kakak menyembunyikan hal besar dariku. Apalagi ini menyangkut rumah tangga kita kak. Aku gak mau ada orang ke tiga di antara kita kecuali anak-anak kita nanti. Batin Zel lalu menutup matanya.
'LMaafkan aku yang belum bisa menjadi sosok imam yang baik bagimu. Sosok yang dewasa dan bertanggung jawab. Harusnya aku gak terbawa emosi. Maaf karena udah nyakitin hati kamu. Batin Yusuf lalu ikut menutup matanya sama seperti Zel walaupun mereka saling membelakangi.
****
Revisi, 19.09.2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah Komandan [SELESAI]
Teen FictionZeline. Itulah nama gadis yang memiliki mimpi memiliki pasangan seorang tentara. Saat mimpinya telah terwujud ia malah harus kehilangan orang yang sangat ia cintai. Masalah pun mulai bermunculan semenjak ia menikah dengan Yusuf. Apa yang harus ia la...