AUFK-32

5.8K 214 1
                                    

"Kesalah pahaman sering terjadi, namun sedikit orang yang ingin mencerna terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi."

-Ana Uhibbuka Fillah Komandan-

****

"Dok bagaimana keadaannya?" Tanya Yusuf cemas.

"Ibunya selamat, tapi maaf bayinya tidak bisa kami selamatkan." Ujar dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Yusuf. Yusuf pun memasuki ruangan Zel. "Kak, gimana? Baik-baik aja kan?" Tanya Zel menyambut kedatangan Yusuf.

Yusuf menggelengkan kepalanya. "Bayinya nggak bisa diselamatkan." Raut wajah Zel berubah yang awalnya berharap menjadi sedih. "Ini semua salah aku, salah aku." Ujar Zel di dalam isak tangisnya. Yusuf berusaha menenangkan Zel dengan memeluknya. "Ini bukan salah kamu, ini udah takdir Zel."

"Nggak kak. Kalau Zel hati-hati pasti perempuan tadi nggak bakal kaya gini. Ini semua salah Zel. Dia harus kehilangan bayinya demi nyelamatin Zel." Ujar Zel di dalam dekapan Yusuf. "Nggak Zel, kamu nggak salah. Kamu jangan nyalahin diri kamu sendiri ya. Kita keruangan perempuan tadi aja ya, kamu mau kan?" Zel pun mengangguk.

Setelah sampai di ruangan wanita yang menolong Zel tadi Yusuf mendorong kursi roda Zel mendekati brangkar wanita tersebut. "Maafin aku." Ujar Zel seketika. Wanita tersebut yang awalnya menatap keluar jendela sekarang telah memalingkan pandangannya pada Zel. Wanita tersebut pun tersenyum pada Zel. "Ini bukan salahmu. Ini adalah takdirku." Ujarnya sambil mengelus tangan Zel.

"Bagaimana kondisi kandunganmu, baik-baik saja?" Tanya wanita tersebut. "Zel mengangguk sambil memberikan seulas senyum. "Namaku Zel, siapa namamu?"

"Shiren." Zel memberikan kode pada Yusuf agar ia pergi keluar meninggalkan Zel dan juga Shiren. "Kakak bisa keluar dulu." Bisik Zel. Yusuf pun mengangguk lalu pergi meninggalkan Zel dan shiren.

"Mengapa kamu begitu mudah mengikhlaskan bayimu?" Tanya Zel. Shiren pun memalingkan kembali pandangannya menuju luar jendela. "Ayahnya saja sudah tidak mempedulikan kehadirannya, jadi untuk apa dia masih hidup." Zel terkejut mendengar ucapan Shiren yang sangat jauh dari pemikirannya.

"Mengapa kamu berkata seperti itu?" Shiren pun tersenyum miring. "Dengan mudahnya ia berpaling pada wanita lain yang sudah memiliki suami. Dan ini semua karena wanita itu. Wanita itu dengan mudahnya memasuki kehidupan rumah tanggaku yang sudah aku jalin selama dua tahun dan ia hancurkan begitu saja. Aku sangat membenci wanita itu." Ujar Shiren dengan emosi.

Zel mencoba menenangkan Shiren dengan mengusap punggung Shiren. "Sabarlah, Allah tidak akan menguji hambanya melebihi kemampuan hambanya tersebut."

Bukannya tenang Shiren malah memandangi Zel dengan tatapan sinis yang membuat Zel terheran. "Kamu bisa berkata seperti itu karena kamu lah wanita itu. Kamu pelakor. Kamu sudah merebut suamiku!" Teriak Shiren. "Apa maksudmu?" Tanya Zel tidak mengerti.

"Rayhan. Kamu pasti tau dengan dokter Rayhan kan! Oh ya bagaimana tidak, dia adalah dokter kandunganmu sekaligus orang yang mengagumimu hingga istri dan anaknya di acuhkan begitu saja!"

"Tapi-"

"Banyak alasan! Dasar pelakor! Manusia tidak punya hati! Lebih baik sekarang kamu membunuhku agar aku bisa bersama anakku! Cepat bunuh aku!" Zel menggelengkan kepalannya sambil menggerakan kursi rodanya menjauh.

"Nggak, nggak, aku nggak bakalan ngebunuh kamu. Aku bukan pelakor." Shiren semakin menampakan senyum liciknya. "Baiklah kalau begitu biar aku saja yang membunuhmu."

Shiren mulai turun dari brangkarnya mencoba berjalan mendekati Zel dengan susah payah sambil membawa pisau yang berada di atas nakas bersamaan dengan buah-buahan. "Nggak, jangan. Shiren, jangan ngelakuin itu." Ujar Zel panik.

"Aku bukan membalas dendam karena bayiku, tapi aku membalas dendam karena kamu telah merusak hubunganku! Aaaa!"

"Zel!" "Shiren!"

****

Revisi, 23.09.2019

Ana Uhibbuka Fillah Komandan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang