AUFK-19

6.5K 264 0
                                    

"Jika tak sanggup mengungkapkan maka diamlah, bisa jadi saat kamu mengungkapkan dalam keadaan terpaksa malah membuat hati yang mendengarnya tersakiti."

-Ana Uhibbuka Fillah Komandan-

****

"Gimana keadaan tante Tiara?" Tanya Denis saat Zel baru saja keluar dari ruangan.

Sebelum menjawab pertanyaan Denis Zel duduk terlebih dahulu di dekat Denis. "Mamah udah agak baikan. Tapi aku nggak yakin mamah bakal kaya gini terus. Cepat atau lambat mamah pasti bakal down lagi." Ujar Zel diikuti isak tangis. Denis memeluk tubuh Zel berusaha menenangkannya.

"Udah, kita berusaha sama-sama supaya tante Tiara bisa pulih lagi ya." Bujuk Denis menenangkan. Jujur saja Zel mulai menerima Denis kembali dalam kehidupannya walau tidak seperti dulu lagi. Ia sangat nyaman dalam pelukan Denis walaupun terkadang pelukan itu mengingatkannya pada masa kelamnya dulu. "Kalau boleh tau, apa yang sebenernya terjadi sama tante Tiara? Kenapa dia bisa sampai pingsan?"

Zel melepaskan pelukannya dari Denis lalu menghela napasnya dalam. "Kak Fari di tawan, dan kemungkinan terburuk kak Fari meninggal karena di bunuh. Sampai sekarang keberadaan pasti kak Fari belum diketahui." Ujar Zel menjelaskan dengan berat hati.

Denis terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Zel. Dia merasa sangat bersalah karena telah menanyakannya. Ia sangat tau pasti kalau Zel sangan menyayangi Fari, bahkan melebihi dari menyayangi dirinya saat dulu mereka pacaran. "Maaf udah nanya." Sesal Denis.

Zel hanya menggelengkan kepalanya pelan dengan senyum tipis di wajahnya menyembunyikan rasa sedihnya. "Gapapa. Aku harus nelepon papah dulu." Ujar Zel yang diangguki Denis.

****

Zel pergi menuju taman rumah sakit untuk menenangkan dirinya setelah menelepon Arfan.

"Adik gue sekarang jadi baperan ah, gak seru." Ujar Fari masih setia dengan pelukannya. Zel pun memutar badannya menghadap kepada Fari. "Siapa yang baperan? Zel gak baperan kok." Ujar Zel mengelak.

"Lah siapa yang bilang lo baperan, gue tadi bilang adik gue sekarang jadi baperan, bukan lo sekarang jadi baperan." Ujar Fari lalu pergi meninggalkan Zel menuju kamarnya.

"Ihhh, KAKAK!!!" Teriak Zel membuat Tiara ikut berteriak dari arah dapur. "Zeline, kamu jangan teriak-teriak."

Kenangan demi kenangan mulai terputar dalam pikirannya seperti sebuah kaset yang sedang di putar.

"Kak, kakak berapa lama di rumah?" Tanya Zel saat mereka sedang menunggu makan datang. Fari menaikan sebelah alisnya bingung. Zel yang peka dengan apa yang sedang kakak nya pikirkanpun langsung menjelaskan maksud ucapannya barusan. "Maksud aku, kakak di sini sampai kapan?"

"Hmm, 2 mingguan. Kan emang itu masa cuti gue. Emang kenapa?" Tanya Fari yang malah mendapatkan pelukan dari Zel. "Zel malu ih, ini tempat umum. Nanti di sangkanya kita pacaran lagi." Ujar Zel menegur.

"Biarin kan aku meluk kakak aku sendiri, emang nggak boleh." Ujar Zel tak peduli. "Bukan gitu tapi malu aja di liatin orang. Lagian lo kenapa sih tiba-tiba meluk gue. Kesambet yah lo."

Zel pun melepaskan pelukannya dari Fari. "Ih kakak mah gitu, nggak tau apa adiknya seneng kaya gini. Zel itu seneng tau akhirnya kakak pulang, kan udah lama nggak ketemu. Setidaknya kan bisa nemenin Zel kalau lagi gabut. Lagian sih kakak kenapa jadi tentara segala, jadinya kan Zel nggak ada temen di rumah kalau mamah lagi nggak di rumah. Udah papah juga sering dapet tugas ke luar kota." Ujar Zel mengeluh.

Fari pun mengelus pucuk kepala Zel yang tertutupi oleh hijab. "Uluh, uluh, uluh, kacian banget adik gue yang satu ini. Kangen yah sama gue. Lagian dulu kan kalian yang nyuruh gue buat jadi tentara. Katanya nggak bakal kangen kalau gue nggak di rumah. Makannya jangan suka sok-sokan nggak kangen sama gue." Ujar Fari mengejek.

"Sok manis deh." Ujar Zel berbalik mengejek.

"Kak, Zel kangen. Maaf waktu itu Zel bilang nggak bakal kangen sama kakak. Tapi sekarang Zel kangen sama kakak. Zel mau sekarang kakak dateng terus ngejek Zel. Zel mau meluk kakak lagi. Zel mau di ejek sama kakak lagi." Ujar Zel lirih dalam isak tangis.

"Ini." Ujar seorang pria berjas putih sambil menjulurkan sebuah sapu tangan. Zel melirik pada pria tersebut dengan mata yang mulai sembab.  "Ambil aja." Ujar pria itu lagi.

Akhirnya Zel pun mengambilnya dengan memberikan seulas senyum tipis. "Makasih."

Pria itu pun duduk di sebelah Zel. "Kenalin aku Rayhan Wijayanto, kamu bisa panggil saya Rayhan. Kalau nama kamu siapa?" Ujar pria tersebut memperkenalkan diri.

"Aku Zeline." Rayhan hanya mengangguk mengerti. "Kamu kenapa nangis disini? Ada masalah?"

Zel menggeleng lemah tanpa ingin memberikan penjelasan apapun pada Rayhan. Rayhan mengerti dengan kondisi sekarang oleh sebab itu dirinya tidak melanjutkan bertanya pada Zel.

"Ya udah, aku pergi dulu ya masih banyak pasien yang harus aku periksa. Kalau butuh aku kamu bisa langsung telepon aku." Ujar Rayhan sambil memberikan kartu pengenalnya. Ia pun beranjak masuk menuju gedung rumah sakit.

Rayhan Wijayanto. Batin Zel saat membaca kartu pengenal Rayhan.

****

Revisi, 15.09.2019

Ana Uhibbuka Fillah Komandan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang