27 SoY

96 8 0
                                    

Ciiiittt!!!!

Suara rem mendadak berdecit keras. Sontak, tubuhku berbalik menatap Alan yang berdiri di tengah-tengah jalan raya. Sebuah truk berwarna kuning berusaha mati-matian untuk mengerem. Tidak! Rem truk itu blong.

"ALAN AWAS!!"

Refleks, kakiku memacu kecepatannya menghampiri Alan. Menarik lengan laki-laki itu agar terhindar dari marabahaya. Aku tidak peduli dengan nyawaku yang akan melayang. Tidak peduli dengan luka parah yang akan kudapat setelah ini. Dipikiranku hanya satu. Alan selamat.

Aku berhasil menarik Alan ke pinggir jalan, namun, karena terlalu kuat, kami terpelenting sejauh satu meter. Sakit. Rasanya seperti tulang patah bersamaan.

BRAAKK!!!

Beberapa detik kemudian, terdengar suara tubrukan dasyat. Truk itu menabrak sebuah pohon besar di dekat sekolah. Aku tidak tahu pasti bagaimana keadaan sopir, namun bagian depan truk hancur tidak berbentuk.

Beberapa murid mulai berkerumun. Bagaikan semut menemukan gula, mereka terkejut dengan kejadian yang sangat cepat ini.

Kepalaku pening. Aku terkapar di pinggir jalan dengan posisi mengenaskan. Aku melirik jam di tangan.

Pukul 10.11 WIB.

"DARA!!" Suara Manda memangil namaku dengan cempreng. Perempuan itu khawatir. Manda menguncang tubuhku. Memaki siapapun untuk menolong, namun, mereka enggan bertindak. "DARA BANGUN!!"

"Panggil ambulans!! Siapapun!" Teriak Manda pada orang-orang berseragam putih abu-abu. "Ada orang sekarat di sini, kenapa pada diem?! Lo manusia apa patung, hah?!"

Seorang perempuan dengan tas berwarna ungu bergegas mengeluarkan ponsel. Memanggil ambulans dari rumah sakit terdekat. "I-iya, Kak. Ini gue nelpon ambulans."

Manda kembali mengguncang tubuh dan menepuk-nepuk pipiku keras. "Dara, bangun!"

Dalam keadaan yang setengah sadar, aku melihat sosoknya. Alan. Laki-laki itu terbaring kaku dengan Ezra yang mencoba menyadarkannya.

Dalam hati aku tersenyum.

Syukurlah dia selamat. Terima kasih, Tuhan ..

Perlahan-lahan suara-suara yang semula gaduh dan riuh, kini, terdengar samar hingga lenyap. Pandanganku kabur, kemudian berubah menjadi gelap.

•••••

Setitik cahaya mulai berpedar. Perlahan, aku melihat penampakan ruangan yang familiar. Mataku menjelajah setiap sudut ruangan ini. Dinding berwarna biru laut. Poster bagian tubuh tergantung di dinding sebelah kanan. Kotak obat berwarna cokelat menggantung di sebalah kiri.

Ini bukan rumah sakit, melainkan UKS sekolah. Bukankah tadi Manda berteriak untuk memanggil ambulans? Apa aku halusinasi?

Aku menoleh ke samping. Punggung itu membelakangiku. Tanpa melihat wajahnya, aku tahu siapa pemilik punggung itu.

Dengan susah payah, aku duduk di pinggir kasur. Kepalaku terasa cenat-cenut dan nyeri. Aku memegang kepala sebentar, kemudian beralih menatap orang itu. Orang yang membuatku berani bertindak tanpa berpikir dua kali. Orang yang membuatku berani mempertaruhkan nyawa.

Kakiku berjalan perlahan ke arah kasur di mana dia terbaring. Aku duduk di samping kasur itu. Dunia ini tidak adil jika mengambil seseorang yang kusayang dengan sadis.

"Lo gak papa?" Aku menatap punggung Alan dengan mata berkaca-kaca. Percuma berbicara karena laki-laki itu tidak sadarkan diri. Dia tidak akan mendengar perkataanku.

Story Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang