30 SoY

102 7 0
                                    

SETEGAH jam berlalu. Matahari semakin turun dan kembali ke peraduannya. Langit yang semula cerah, kini berubah kelabu.

Aku gelisah, resah, dan takut. Sedari tadi berputar-putar di hutan tanpa arah dan tujuan. Pohon-pohon berumur jutaan tahun ini memenuhi pandangan. Suasana semakin mencekam dengan hilangnya matahari. Kera-kera itu menjadi buas.

Aku takut.

Air mataku bercucuran tiada henti. Mulutku terasa mati dan kaku. Badanku bergetar. Perlahan, cahaya menghilang. Kakiku tetap melangkah meski tidak tahu tujuan.

"TOLONG!!!" Aku berteriak sekuat tenaga, meski tidak ada yang mendengar. "TOLONG!! SIAPAPUN TOLONG GUE!"

BRUGHH!!

Aku terjatuh dengan posisi tengkurap. Sebuah akar pohon besar berhasil membuatku tersandung dan jatuh. Lututku terasa nyeri dan perih.

"Aaggrrhh!!" Aku berusaha duduk meski terasa sakit. Kulihat lutut yang bercucuran cairan kental berwarna merah. Bau anyir menyeruak ke indra penciuman.

Lagi-lagi, aku menangis. Menangis sekencang-kencangnya. Rasa perih di lutut tidak sebanding dengan rasa takut ini. Aku ketakutan. Aku meruntuki diri sendiri yang bodoh. Mengikuti ego bukanlah hal yang baik, namun aku dengan mudah hanyut di dalamnya.

Seandainya aku tidak berjalan sendiri.

Seandainya aku tidak meninggalkan Manda.

Seandainya aku sabar sedikit saja.

Aku tidak akan tersesat di hutan bersama kera-kera menakutkan.

Aku menangis sesenggukan seolah-olah hidupku tidak lama lagi. Sudut mataku terasa perih. Air mataku tidak kunjung reda.

Dengan tangan bergetar, aku merogoh saku dan mengeluarkan ponsel. Memanggil seseorang di luar sana. Sayang beribu sayang, sinyal di hutan tidak berbelas kasihan.

Yang kulakukan hanya menangis, menangis, dan menangis. Matahari semakin hilang, membuat gelap perlahan datang. Kera-kera yang semula takut menghampiriku, kini berani mendekat.

Dengan lutut yang perih, aku kesulitan berjalan. Akhirnya, Aku ngesot di tanah. Sakit. Menyedihkan. Takut.

Tuhan .. selamatkan aku.

"TOLONG!!" Teriakku kencang. "Ayah! Ibu! Dara takut. Dara mau pulang!"

SREETTT!!

Terdengar goresan pisau mengenai pohon. Aku terlonjak kaget. Tangisku berhenti. Mataku memandang sekeliling. Gelap.

Dengan susah payah, aku berdiri dengan berpegangan pada pohon. Aku berlari meskipun dengan kaki terseret-seret. Tergesa-gesa dan tertatih-tatih aku berlari. Air mataku tidak terhitung lagi.

"TOLONG!!"

Satu dipikiranku.

Hendri. Laki-laki itu datang meski tidak menampakkan diri. Aku tahu suara pisau mengenai pohon adalah ulahnya. Lari, lari, dan lari. Aku tidak ingin mati di tangan seorang psikopat gila.

Langkahku terhenti.

Hendri di depanku. Berjarak lima meter denganku.

"Lo gak bisa ke mana-mana .. you're mine, Dara .. " sebuah seringai mengerikan muncur di bibirnya.

Aku mundur perlahan-lahan. Tubuhku bergetar hebat. Tangisku semakin menjadi-jadi.

Hendri berjalan maju. Tangannya memegang pisau tajam. Pakaiannya serba hitam hampir menyamai hitamnya petang.

Story Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang