25 SoY

100 12 3
                                    

AKU membuka pintu rumah dengan gegabah, kemudian beranjak menuju kamar. Menguncinya dengan rapat. Deru napas terdengar dengan jelas. Dadaku naik turun. Keringat bercucuran dengan deras. Tubuh terasa kaku dan tegang.

Siapa dia?

Apakah dia Hendri? Si psikopat?

Aku berdiri di belakang pintu kamar dengan ketakutan. Bayangan laki-laki bertudung hitam dengan senyum yang mengerikan memenuhi otak. Semua ini membuatku tertekan. Aku takut. Harus ke mana aku berlari? Apakah kamarku aman?

Tubuhku merosot di balik pintu. Kupeluk erat kedua kaki. Badanku bergetar hebat. Sebuah air mata menetes dengan mudah. Air mata itu terus mengalir hingga membentuk tangisan, isakan, dan jeritan yang tertahan, kemudian berubah menjadi tangisan histeris.

Aku takut.

Aku harus bagaimana?

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu. Aku gelagapan. Apakah itu Hendri? Si psikopat itu datang ke rumah? Dia ingin melukaiku?

Tubuhku semakin bergetar. Tangisan semakin terdengar lantang. Meneriakkan sebuah ketakutan yang melanda.

"Dek? Lo gak papa, kan? Kenapa nangis?" Suara berat Kak Tama berhasil membuatku lega. Kupelankan tangisanku, tetapi enggan untuk membuka pintu.

Tok! Tok! Tok!

"Dara, buka pintunya! Lo kenapa?" Kak Tama semakin keras mengetuk pintu. Laki-laki yang menyandang status sebagai kakak kandungku itu sangat khawatir karena mendengar tangisan histerisku. "Dara, buka pintunya sekarang!"

Aku berdiri, kemudian menghapus bercak tangis di pipi. "Gue gak papa, gak usah khawatir." Ucapku lirih.

"Buka pintunya sekarang!" Kak Tama semakin memberontak untuk membuka pintu kamar.

Aku melangkah menuju kasur. Menghiraukan panggilan Kak Tama. Pikiranku kacau. Aku tidak bisa menceritakan kejadian ini kepada anggota keluarga. Aku tidak ingin mereka terluka karena Hendri yang nekat.

"Dara! Buka pin--

"PERGI!" Teriakanku mampu membuat Kak Tama diam tanpa memberontak. Biarlah aku sendiri. Aku hanya ingin menangis, meluapkan semua ketakutanku.

Aku berharap besok akan lebih baik. Aku berharap ini hanya mimpi.

•••••

Jam istirahat berlangsung lima menit yang lalu, tetapi aku tidak berkeinginan untuk beranjak dari kelas. Tatapanku menatap papan tulis dengan kosong. Aku yakin, keadaanku berantakan. Kantung mata hitam, mata sembab, bibir kering kerontang. Menyedihkan, bukan?

Kejadian mengerikan kemarin berputar seolah-olah tidak ingin pergi. Mataku terasa sakit. Menangis sehari penuh membuat sudut mataku terasa perih. Apakah kalian bisa membayangkan bagaimana keadaanku sekarang? Seperti zombie yang berjalan. Ya, seperti itulah aku.

"Dara, lo gak papa?" Manda mengibaskan tangannya di depan mataku. Perempuan itu memandangku penuh kekhawatiran. Sejak tadi pagi, dia bertanya tentang apa yang terjadi. Namun, aku hanya diam. Membuatnya kebingungan.

Aku menatap Manda sekilas, kemudian mengangguk kaku. "Gue baik-baik aja."

Perempuan itu menghela napas pelan. Dia tahu semuanya tidak baik-baik saja. Keadaanku cukup memprihatinkan. Manda tidak bodoh untuk menebak apa yang terjadi.

Story Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang