23 SoY

107 13 6
                                    

JAM dinding berdentang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Aku duduk di bangku dengan buku Bahasa Indonesia. Kelas XI IPA 1 terlihat sepi dengan beberapa orang saja.

Hari ini, Manda berangkat awal. Dia mengatakan bahwa harus berangkat lebih pagi karena harus berurusan dengan TU. Katanya, ada berkas yang harus diambil. Jadilah, perempuan itu berangkat pagi. Namun, dia malah berangkat pukul 06.00 WIB. Berangkat pagi sih, tapi gak sepagi itu juga.

Rasanya pengen ngakak liat muka Manda kusut seperti bawang. Untung aku dapat menahannya, takut dosa.

Manda berbalik, menatapku yang duduk di belakangnya. Binar matanya terlihat bahagia. "Ra! Bentar lagi kita piknik ke Bali!"

Aku mendengus mendengar ucapan perempuan itu, kemudian menempleng kepalanya menggunakan bolpoin. "Ujian kenaikan kelas aja belom, udah mikir piknik ke Bali. Nanti kalo lo gak naik kelas gimana?"

"Iiisshh! Sakit, Ra! Main nimpuk aja lo." Perempuan itu mengusap kepalanya dengan cemberut. "Iya iya, gue bakalan belajar. Puas lo?!"

"Hehe, puas dong." Aku terkekeh pelan menatap Manda, sedangkan perempuan itu berbalik ke depan dan sibuk dengan ponsel.

Iya, selepas penerimaan rapot akan diadakan wisata ke Bali bagi kelas 11. Sebagai tradisi di sekolah ini, setiap tahunnya akan diadakan wisata. Setiap murid terlihat antusias dengan program sekolah itu. Beberapa minggu ini, mereka membicarakan wisata tersebut. Di manapun. Di kantin, di kelas, di perpustakaan, bahkan kamar mandi pun para perempuan membicarakannya.

Huh! Rasanya telingaku ingin meledak mendengar Kota Bali disebut-sebut. Sabarkan diri ini, Tuhan ..

•••••

Aku berjalan keluar dari kamar mandi. Jam kosong yang sedang melanda membuatku jenuh di kelas. Sebagai pelampiasan, aku ke kamar mandi untuk membasuh wajah yang kusut dan lecek.

Aku memutuskan kembali ke kelas. Suara gaduh dapat terdengar meskipun aku berada pada jarak lima meter. Kuhembuskan napas kasar mengingat kelasku yang acak-acakan seperti pasar pindahan.

Baru beberapa langkah memasuki kelas, mataku menangkap kejadian yang membuatku terpaku. Dua orang duduk berdekatan tengah asik membahas soal. Sesak. Dadaku terasa sesak tiba-tiba.

Ya, Manda dan Alan tengah asik membahas soal. Seharusnya aku senang, namun, rasanya berbeda. Ada yang aneh.

Aku berjalan mendekat, kemudian berdehem untuk menyadarkan mereka. Manda yang duduk di tempat dudukku nyengir kuda, kemudian terkekeh pelan.

"Eh, lo udah dateng, Ra? Lo duduk sama Ezra dulu ya? Gue mau belajar sama Alan." Ucapnya.

Aku menatap Alan, namun, laki-laki itu malah bersikap acuh dan tidak peduli. Sakit melihat sikap Alan yang berubah sejak kejadian di depan perpustakaan itu. Entah, perasaanku saja atau bukan. Yang jelas, Alan menjadi semakin dingin dan tidak tersentuh.

Alan menjauh. Iya, itulah yang kurasakan. Selama beberapa hari ini, laki-laki itu berbicara jika perlu saja. Selebihnya, aku yang lebih banyak membuatnya bicara. Lebih tepatnya memancing Alan agar mau membuka mulut. Aku menghembuskan napas pelan, kemudian duduk di samping Ezra.

Laki-laki tampan di sampingku tengah asik bermain ponsel. Memainkan game yang booming dikalangan lelaki. Menyedihkan sekali hidupku. Diacuhkan dengan begitu mudahnya.

Aku menelungkupkan kedua tangan dan membenamkan kepala di atasnya. Meskipun aku tidak menoleh ke belakang, telingaku mendengar jelas perbincangan antara Alan dan Manda. Mereka terlihat serasi ketika berdua. Jadi, begini rasanya berpura-pura baik-baik saja? Cukup melelahkan.

Story Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang