12 SoY

148 13 0
                                    

LIMA menit lagi, bel istirahat berbunyi. Aku tengah menatap Manda yang lamban dalam menulis. Aku memutuskan kembali bersekolah setelah seminggu lebih sehari mendekam di rumah. Keadaanku telah membaik. Aku benar-benar sehat sentosa sekarang.

"Ngapain lo ngeliatin gue?" Manda berucap sambil menulis pelajaran.

Aku menggeleng. "Enggak papa."

Manda menoleh ke arahku. Bibir itu hendak mengucapkan sebuah kalimat, namun terhalang oleh bel istirahat.

Tettt!! Teeettt!!

"Buset! Gue mau ngomong keduluan bel."

Aku terkekeh pelan. "Sabar."

"Wokeh." Manda mengacungkan jempol, kemudian melanjutkan menulis.

Aku merapikan buku-buku. Guru yang tengah mengisi pelajaran keluar dari kelas disusul oleh murid-murid yang berbondong-bondong menyerbu kantin.

Aku tidak mengerti mengapa mereka begitu menyukai kantin. Berbeda denganku, aku lebih menyukai koperasi yang higienis daripada kantin. Kantin belum tentu makanannya bersih, apalagi lalat yang menempel dibiarkan begitu saja. Di tambah lagi, aku tidak menyukai bau kantin yang penuh dengan gorengan.

Aku meneliti ruangan kelas 11 IPA 1. Sepi dan hening. Menyisahkan aku, Manda, Ezra dan Alan. Mengapa Ezra dan Alan tidak ke kantin? Biasanya dua laki-laki itu paling awal untuk mengunjungi kantin. Mengapa sekarang berbeda? Ah! Aku terlalu peduli dengan mereka. Tidak seharusnya aku peduli. Benarkan?

Aku membuka tas dan memasukan buku-buku ke dalam. Manda masih bergelut dengan catatan di papan tulis. Ternyata, Manda super duper lambat dalam menulis. Aku kembali fokus pada tas. Dahiku berkerut ketika menemukan tempat makan merah jambu. Oh aku lupa! Tadi pagi, Ibu menyiapkan bekal agar aku tidak makan makanan yang tidak sehat.

Aku tersenyum senang. Daripada membeli gorengan di kantin, aku lebih suka memakan masakan Ibu. Menurutku, masakan Ibu adalah makanan paling lezat se-dunia. Bahkan chef terhebat akan kalah jika disandingkan dengan masakan Ibu.

Kubuka tempat makan yang disediakan Ibu. Senyuman di bibirku sirna. Mengapa harus bubur? Apakah Ibu mengira aku suka bubur selama aku sakit? Padahal semua bubur yang disediakan Ibu, Kak Tama yang makan. Huh! Aku tidak akan menyiksa tubuh dengan memakan bubur. Siapa yang tanggung jawab jika aku muntah di kelas?

"Man?" Aku menyenggol lengan Manda.

"Buseett! Cicak mati!" Manda menoleh ke arahku dengan kesal setengah mati. "Tulisan gue kecoret, ini gara-gara lo, Ra!"

Aku terkekeh pelan. "Hehe, maap ya?"

"Untung sahabat, kalo enggak udah gue tendang pantat lo."

Aku mengelus-elus punggung Manda berusaha meredam amarah sahabatku itu. "Maap, nih gue kasih bubur itung-itung permintaan maap."

Mata Manda berbinar senang seolah-olah ada cahaya terpancar dari mata itu. "Beneran?"

Aku mengangguk pelan dan menyodorkan tempat makan berwarna merah jambu. Manda dengan sigap meraihnya. Sebuah senyuman mengembang sempurna di bibirnya. Layaknya seorang anak TK yang diberi lolipop oleh ibunya.

"Ini masakan Ibu lo, Ra. Enggak papa gue makan? Kan lo baru sembuh, harusnya lo yang makan bukan gue." Ucap Manda.

"Gue gak suka bubur."

Manda mengerutkan dahi heran. "Kenapa?"

"Enggak tau. Kalo gue maksa makan, gue muntah. Daripada gue muntah di kelas, lebih baik bubur Ibu gue lo yang makan."

Story Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang