16 SoY

94 10 0
                                    

"GUE suka dia!" Aku refleks menunjuk seseorang.

Semua terkejut dengan kata-kata yang kulontarkan. Manda melotot ke arahku. Sorot tidak percaya seakan menghujamku dengan tajam.

Aku bertanya dalam hati, apakah ini keputusan yang tepat?

"Lo apa-apaan sih, Ra!" Manda mengerutkan dahi kebingungan. Tatapannya mengarah pada seorang laki-laki berhondie hitam yang lewat dan hilang dalam sekejab.

"Gue suka cowok yang pake hondie item tadi." Cicitku pelan sambil menunduk.

Suka?

Bahkan aku tidak yakin mempunyai rasa itu untuk lak-laki berhondie hitam tadi.

Alan menaikkan satu alisnya, kemudian menatapku lekat. Terlihat jelas bahwa Alan terkejut dengan kata-kata sensitif itu. Laki-laki itu seakan menanti maksud dari kata-kata yang baru saja terlontarkan.

"Maksud lo?" Tanya Alan.

"Mak-maksud gu-gue.." Aku meremas kedua tangan. Aku tidak peduli jika nanti tanganku akan terluka karena terlalu kuat dalam meremas. "Gue suka cowok itu."

BRAKK!

Tepat setelah aku mengucapkan kata itu, Hendri mengeblak meja membuat seluruh isi kantin terpusat pada satu bangku. Raut wajahnya terlihat kesal sekaligus marah. Tatapannya juga terlihat menyeramkan dan menakutkan. Aku menunduk takut.

"Maksudnya lo naksir sama dia?!" Ucap Hendri penuh amarah.

Aku terdiam.

Bertanya dalam hati, apakah ini yang kuinginkan? Apakah ini pilihan yang tepat? Iya, ini adalah pilihanku. Dunia penuh pilihan. Aku tahu mana yang harus kulakukan untuk kebahagiaan orang terdekat.

"JAWAB, DARA!" Bentak Hendri.

Aku terlonjak kaget. Tidak menyangka Hendri berubah seperti monster. Dia membuatku takut. Apakah ini watak asli dari laki-laki itu? Aku semakin menunduk lebih dalam. Tanganku bergetar hebat. Aku benar-benar takut dengan Hendri.

"Lo apa-apaan sih?! Kenapa lo yang sewot?! Lo sadar gak sih, hah? Lo udah buat Dara ketakutan!" Manda menyahut dengan lantang. Perempuan itu seolah-olah tidak terima dengan Hendri yang kasar.

"Gue cuma mau penjelasan dari Dara, apa itu salah?!" Hendri menatap Manda dengan tatapan tajam. Seakan mengingatkan untuk tidak ikut campur dalam kisah asmaranya.

"Cara lo salah! Gak gini caranya!"

Hendri dan Manda saling beradu pandangan. Seperti ada belati tajam yang saling menghunuskan pada masing-masing musuh. Tidak luput juga, terdapat kobaran api yang menyala di setiap amarah yang mengelora.

Ezra menghalangi pandangan Manda dan Hendri yang beradu bagaikan perang dunia ketiga. Laki-laki itu berusaha menengahi perdebatan yang terjadi. Jangan sampai masalah sepele menjadi besar dan melibatkan pihak sekolah.

"Stop!" Ezra berusaha menengahi apa yang terjadi. Laki-laki itu berdiri di antara Manda dan Hendri. " Lo berdua kalo mau berantem, jangan di tempat yang rame. Di ring tinju aja, terus gebuk-gebukan sesuka kalian, sampe mati juga gak papa."

BRAKK!!

Hendri menggeblak meja lagi, kemudian pergi dari kantin dengan amarah yang mencuat. Laki-laki itu terlihat menyeramkan dengan tingkahnya yang bar-bar dan tidak punya sopan santun. Aku menatap punggung itu dengan tatapan yang ngeri dan enggan bertemu lagi.

Aku menatap ke depan dengan pandangan kosong. Aku tidak tahu apa yang telah kulakukan hingga membuat kekacauan di kantin. Rasa bersalah seakan menyerubungi dan menenggelamkan ke dasar lautan. Aku serba salah. Mengapa menjadi kacau tidak beraturan seperti ini?

Story Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang