39. Aku bisa sembuh?

861 144 27
                                    

Eh, kangen gak? 😭❤✊
Selamat membaca ya... Jangan lupa VOTE dan COMMENT yang buanyakkkkk!
*****

"Aku pulang..."

Mendengar seruan di pintu rumah, yang telah kuketahui bahwa itu adalah suamiku yang baru saja pulang kerja, aku pun segera menghampiri untuk menyambut kepulangannya.

Aku menyalami tangannya. "Cepet juga pulangnya."

"Kan aku udah bilang aku bakal pulang cepet," katanya.

"Gak macet?" tanyaku sambil mengambil tas dan juga jasnya.

"Dikit."

Aku ber-oh kecil. "Mandi dulu sana. Kalo udah aku tunggu di ruang makan," ujarku. Ia mengangguk paham.

Setelah mengurus kepulangan Chanyeol, aku kembali lagi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. 15 menit kemudian, Chanyeol datang dengan sudah memakai pakaian lebih santai. Kaos oblong hitam dan juga celana pendek ala rumahan.

Ia duduk di depanku. Aku tersenyum, dia tampan sekali.

"Aa mana?" tanya Chanyeol.

"Di kamar lagi tidur. Habis mandi dia nguap-nguap. Aku tinggal sebentar, eh udah tidur aja di kamar." jelasku sambil menyiapkan makannya.

Chanyeol terkekeh kecil. Aku memberikannya sepiring nasi padanya.

"Mau sayurnya?" tawarku. Chanyeol mengangguk.

Aku sekarang sudah bisa memasak. Setelah hampir 2 tahun lebih pernikahanku dengan Chanyeol, aku masih terus belajar untuk menjadi istri dan ibu yang baik. Memasakn contohnya.

"Tadi gimana kerjaannya?" tanyaku pada Chanyeol yang sedang menyantap makan malamnya.

"Baik," jawabnya. "Kamu gimana? Tadi pas aku tinggal baik-baik aja, kan?"

Aku mengangguk.

"Obatnya diminum?"

Lagi-lagi aku mengangguk.

"Masih pusing gak?"

Aku kini menggeleng, sementara Chanyeol manggut-manggut dan kembali fokus pada makanannya.

Untuk malam ini. Aku gak ingin melihat kecemasan di wajah Chanyeol atas kondisiku yang nyatanya makin parah. Walaupun dia suamiku, tapi aku gak ingin melihatnya menangis kembali. Itu jauh lebih menyakitkan dari keadaanku sekarang.

Muntah berwarna hijau, jatuh pingsan tiba-tiba, pusing yang teramat sakit hingga kepalaku serasa ingin pecah. Jatuh bangun dari segala akibat dari penyakit ini hingga wajah dan kepalaku lebam karena terbentur segala sudur benda di rumah ini ketika aku pingsan, itu adalah makananku sehari-hari tanpa Chanyeol tau.

Aku baik. Sangat baik.

Melihat senyumannya di kala pulang kerja adalah obat tersendiri untukku. Aku lebih membutuhkannya ketimbag butiran obat-obat sialan ini. Tapi aku juga sadar, dia bukan Tuhan yang dapat menolongku. Aku gak akan bisa merubah takdir jika bukan diriku yang terus berusaha untuk merubahnya lebih baik.

Aku hanya ingin kembali sehat dan hidup bahagia bersama keluarga kecilku. Hanya itu, namun rasanya sulit seperti menggenggam sebuah matahari.

"Va?"

"Sayang?"

"Eh, iya, Mas." Aku terkesiap saat Chanyeol menggenggam tanganku.

"Kamu kenapa nangis?" tanyanya. Buru-buru aku menyeka air mata yang mengucur keluar di pipiku ini.

"Gak apa-apa," jawabku dengan senyuman canggung.

"Serius? Ada yang sakit?" tanyanya memastikan. Aku mengangguk semangat.

How To Be PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang