5. His smile, isn't for me anymore.

2.1K 258 13
                                    

Cukup hargai dengan vote dan comment karya ku ini. Itu ngebuat semangat untuk terus update.
♦♦♦

"Min, kamu taro aja tasnya di kamar itu," Ujar gua saat keluar dari kamar dan menunjuk kearah kamar yang ada disamping dapur.

Kamar itu memang sengaja dikosongkan, bahkan ada 2 kamar kosong lagi untuk tamu.

Mina mengangguk sekali, berdiri dan tersenyum begitu manis. "Baik, nyonya."

Gua membalas senyumnya dan memperhatikan ia berjalan menuju kamar.

Dia cantik, ramah dan sopan pula. Dia pasti bisa jagain anak-anak selagi gua dan Chanyeol ngga ada dirumah dan mami dan mama ngga bisa jaga.

Tapi, terselubung di hati ini rasa risau yang entah diperuntukkan bagi siapa. Selalu gua cari alasan dan sesuatu apapun untuk menghilangkan pemikiran itu. Tapi, ngga bisa!

***

"Jadi ini kamar anak-anak, disana kamar saya. Diatas cuma ada balkon sama gudang, jadi semua ruangan itu dibawah."

Gua menjelaskan semua tempat, ruangan dan bagian-bagian dari rumah yang terbilang cukup luas untuk keluarga kecil ini.

Ia memperhatikan gua dengan begitu baik dan selalu mengiyakan paham setiap kali gua menjelaskan.

Senyumannya sangat indah, matanya berbinar cerah, suaranya lembut bagai siulan burung dipagi hari. Dan gua yakin, lelaki manapun akan terpincut oleh pribadi dan keelokannya seorang Mina Nurrahma.

Gua meninggalkannya di dapur yang sedang membuat teh hangat yang akan disajikan untuk gua.

Mengambil HP dan memainkannya di depan ruang keluarga adalah kegiatan gua sekarang ini.

Anak-anak dikamar karena memang sekarang waktunya untuk tidur setelah mereka makan siang.

"Ini tehnya, nyonya," Ucap Mina sembari meletakkan cangkir teh di meja.

"Makasih ya, min."

"Sama-sama."

"Eh, sebentar," Titah gua sebelum dia membalikkan badannya untuk pergi.

"Ada apa, nyonya?"

"Sini duduk," Gua menepuk sofa. Namun dia menggeleng enggan.

"Kenapa?"

"Saya merasa ngga enak duduk disamping nyonya. Apalagi di sofa langsung," Katanya pelan kemudian berlutut di karpet.

"Eh, astaga..." Gua mencengkram bahunya. "Gapapa, disini aja, Mina," Kata gua dan menuntunnya untuk duduk di sofa.

Dia mengangguk dan duduk dengan perlahan. "Saya jadi merasa ngga sopan."

Gua tersenyum kearahnya. "Jangan gitu, kan saya yang ajak kamu duduk disini."

"Iya, nyonya."

"Saya cuma mau tanya," Ucap gua. "Tanya apa, nyonya?" Sautnya.

"Kamu asalnya dari mana?" Tanya gua antusias.

"Saya dari Bali. Pindah ke Jakarta untuk cari pekerjaan," Jawabnya dengan pandangan kebawah.

Gua mengangguk paham. "Disini tinggal sama siapa?"

Dia menggeleng. "Saya ngga punya rumah dan keluarga disini. Sudah 3 tahun setelah lama dipecat sebagai pembantu di rumah majikan saya yang dulu."

"Jadi setelah itu kamu tinggal dimana? Ngontrak?"

"Saya hanya tinggal di asrama khusus babysister."

Lagi-lagi gua cuma mengangguk saat mendengar jawabannya.

How To Be PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang