15. Iva or Mina?

1.8K 203 26
                                    

Ia menghampiri dan duduk di kursi sebelah.

"Tenang aja. Jangan dipikirin," Katanya dengan lembut.

Gua menganggukinya tiga kali sebagai jawaban, lalu tersenyum.

5 hari yang lalu gua juga berada di pesawat. Dengan suasana yang sama, hanya saja ditemani seorang yang berbeda.

Dia bukan gebetan gua, dia juga bukan sekedar pacar gua. Tapi dia suami, ayah dari anak-anak gua. Pemimpin keluarga kecil yang udah kita bangun bersama-sama. Dan rasanya itu baru kemarin gua merasa keluarga kecil ini akan terus bahagia.

Tapi gua salah...

Gua sayang sama dia, sangat! Ngga ada lagi pengecualian untuk gua pergi dan benci sama dia. Kalian mau bilang budak cinta atau apalah itu, gua ngga peduli.

Gila? Iya! Gua emang gila. Gua mencintai dia padahal sudah berkali-kali hati ini hancur karenanya, dan itu disebabkan masalah yang sama.

Pisah? Hey! Bayangin, betapa susah dan berapa banyak perjuangan, kesabaran yang sudah gua kasih kepadanya? Gua ngga mau itu semua sia-sia.

Setidaknya, cinta dan kasih sayang pria itu, cukup diberikan kepada dua anak ini. Carlo dan Letta.

"Ver."

Ia menoleh dan menatap gua lamat-lamat.

"Makasih, ya..."

Vernon menghela nafas pelan. "sama-sama."

Air mata gua berhasil turun dan membasahi pipi. Gua ngebayangin betapa baiknya seorang Vernon padahal dulu ia pergi karena gua.

"Ngga usah nangis," Ujarnya dengan nada datar.

Bukannya berhenti ataupun menyeka air mata, namun gua masih menatapnya dan kian mengucurkan lebih deras lagi.

Vernon mengernyit heran, lalu menghela nafas berat kali ini.

"Dari dulu masih cengeng aja." Cibirnya sambil menghapus air mata gua dengan tangannya langsung.

"Dah," Vernon tersenyum. "Jangan nangis, gua ngga suka."

Hening dan kita saling bertatap, sampai ia memalingkan wajahnya dari gua.

"Apalagi nangis demi cowo brengsek. Ngga penting, Va."

*****

15.46 WIB
Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Hangat. Hanya satu kata itu yang bisa gua ungkapkan saat keluar dari pesawat dan sudah berada di bandara, sudah berada di Indonesia.

Mungkin ini lebay, tapi badan gua serasa di charger dan lebih semangat.

Setidaknya, gua masih bisa ngerasa hangat dan nyaman di negeri sendiri. Daripada disana, dingin.

Tanpa waktu lama, kita naik taksi dan melanjutkan jalan pulang ke rumah mama.

Di dalam taksi, gua cuma bisa diam dan memikirkan bagaimana gua harus bilang ke mama papa nantinya.

Untungnya, Letta dan Carlo ngga nangis atau apa. Selama gua masih ada ASI dan makanan ringan, mereka aman.

Gua sampai setelah 30 menit perjalanan dari bandara menuju rumah mama.

Vernon yang membawa semua barang sementara gua menggendong anak-anak.

"Assalamualaikum..."

♦♦♦
Jangan lupa VOTE dan COMMENT 😉

C

hanyeol POV

Semua berawal dari malam itu...

How To Be PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang