Penting banget,
coba kalian ulang dari part 39 biar feel-nya berasaaaa!!!!Selamat membaca ❤
***"Good afternoon, Ma'am Iva."
Aku tersenyum ramah saat menyahuti salam dari seorang suster rumah sakit tempat di mana aku dirawat sekarang. Ya, kalian rindu denganku, kan? Sudah lama ya kita gak ketemu. Kalian ingin tahu kabarku sekarang? Aku harap aku baik-baik saja. Sama seperti kalian.
Suster itu mengantar makan siang untukku lengkap dengan obat di atas nampannya. Ia selalu melaksanakan tugasnya ini sejak 2 minggu lalu. Ya, 2 minggu lalu. Maksudnya, aku sudah dirawat di sini sejak 2 minggu yang lalu.
Di rumah sakit ini aku berada. Ketika harapan besarku lenyap begitu saja saat ternyata dokter Yi Xing menemukan fakta bahwa aku... tidak bisa sembuh. Bukan tidak bisa sembuh, tapi sangat sulit.
Di hari berikutnya setelah aku konsultasi dengan dokter Yi Xing, aku juga datang untuk menjalani pemeriksaan untuk mendiagnosa ulang penyakitku ini. Aku begitu berharap sampai tanganku membiru karena senantiasa mengepal sembari berdoa.
Namun, ternyata Tuhan masih belum mendengar doaku. Tuhan masih ingin aku terus berjuang dan bersabar sampai sisa akhir hayatku. Dokter Yi Xing memanggil kami bertiga, aku, Chanyeol, dan juga Jin ke dalam ruangannya kembali. Kemudian ia memberikan berkas sialan entah apalah itu yang berisikan bahwa penyakitku memang sudah parah dan tidak bisa disembuhkan kembali.
Pada saat itu juga, di posisi yang sama, di atas kursi hitam yang empuk dan di dalam ruangan sejuk atas kepemilikan Dr. Yi Xing, jiwaku seolah mati terlebih dahulu. Badanku lemas dan tanpa izin air mataku turun begitu saja.
Kalian jangan tanya bagaimana perasaanku saat itu. Kalian mungkin gak akan sanggup, tapi akan terus aku lanjutkan ceritaku ini sampai akhir. Aku sayang kalian, aku yakin kalian gak akan meninggalkanku seorang diri sampai diriku ini terkubur di dalam bumi.
Aku stres luar biasa. Aku gak habis pikir, aku putus asa bahkan hingga aku berniat bunuh diri di hari ke-7 aku dirawat di sini. Namun, Chanyeol... dia yang selalu memberiku semangat. Memberiku harapan baru. Bukan harapan untuk sembuh, tapi harapan agar aku percaya bahwa ini semua adalah takdir terbaik Tuhan dan dia akan menjalaninya bersama denganku.
"Ingat anak-anak, Va. Kamu jangan lupain mereka..."
Satu kalimat itu yang selalu ia ucapkan setiap kali aku ingin menyerah. Kalimat itu yang selalu membuatku diam, luluh, lemah dan pada akhirnya aku menangis penuh penyesalan.
Memang seberat itu 2 minggu kemarin yang aku alami tanpa sepengetahuan kalian. Sangat berat, sangat menyakitkan saat semua lekuk tubuhku harus merasakan tajamnya jarum dan perihnya cairan kemoterapi.
Tapi itu gak apa-apa. Semua berangsur membaik, sampai hari ini. Aku akan melanjutkan kembali kisahku. Kisah yang mungkin akan membekas dalam ingatan dan pelabuhan rindu siapa saja.
*****
Hari ke-20, Singapura
"Nurse, come here, please. I need your help!" (Suster, tolong kemari. Saya butuh bantuan Anda!)
Dua orang suster masuk ke ruanganku setelah Chanyeol menghubungi mereka karena kewalahan menjagaku yang kini terduduk lemah di kasur sambil memuntahkan isi perut yang lagi-lagi berwarna hijau.
"Don't panic, Sir." ucap salah satu suster itu pada Chanyeol saat menanganiku. (Jangan panik, Pak.)
Dengan susah payah aku mencoba untuk berhenti untuk muntah. Aku sudah tahan semuanya dengan sekuat tenaga hingga mencobanya untuk menelan kembali semua cairan menjijikan itu ke dalam perutku. Namun sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be Papa
Fanfiction[Sequel MAN-PCY]|•TAMAT•| "Pakein popok anak susah amat sih? padahal bentuknya sama aja kaya sempak gua!" Dumelnya sendirian, ia mengusap wajahnya dengan kasar lalu bersuara kembali. "INI DEPANNYA YANG MANA, VA?" *** Dari...