42. Keep This Secret, Please...

698 119 33
                                    

Huah.. yang baca makin dikit. Kalian kemana? Gak mau saksikan kisah mereka sampai akhir?😭✊
***

"Keadaan Iva makin parah, Jin. Bahkan sekarang dia susah buat ngelihat lagi."

Itulah kalimat pertama yang diucapkan Chanyeol sebagai pembuka pertemuannya kali ini bersama Jin setelah lama tidak bertemu semenjak ia menemani Iva berobat di Singapura.

Ya, Jin menyusul ke Singapura untuk melihat keadaan Iva. Harapannya adalah mendengar kabar Iva membaik, namun sepertinya tidak sejalan dengan rencana Tuhan kali ini. Sesuai kenyataan, Iva memang makin parah keadaannya. Rambut yang hanya tersisa beberapa helaian, badan yang makin kurus dan bahkan kankernya kini sudah mencapai syaraf matanya yang menyebabkan ia tak bisa melihat dengan jelas.

Jin merasa terpukul sekaligus kasihan dengan Iva, begitu juga kepada Chanyeol yang nampaknya lelah karena kurang tidur, kurang makan dan tentunya beban pikiran atas semua ini.

"Dokter Yi Xing kapan bawa Iva ke China, Jin. Kapan? Iva udah gak bisa nunggu lebih lama lagi," desak Chanyeol.

"Sabar, Yeol. Sabar...,"ucap Jin. "Gua ngerti perasaan lo. Gua juga udah tanya terus kapan Iva dibawa ke China, tapi emang katanya belum ada penanganan yang cocok di sana. Mereka juga masih terus berusaha."

Chanyeol mengusap wajahnya kasar. Ia menjatuhkan badannya ke senderan belakang kursi. Dengan tangan yang kini memijat pelipis, mata terpejam dan deruh nafas yang tak beraturan, dapat dipastikan Chanyeol menangis.

Ini sangat berat... Rasanya ia ingin menyerah begitu saja, namun ia memikirkan juga kondisi Iva yang sekarang, tapi Iva tidak mengeluh sama sekali. Dengan kesungguhan hatinya, ia harus tegar. Dengan segala apa yang ia punya di dunia ini, harta, nyawa dan raga ia rela berikan untuk kesembuhan Iva.

Walau dapat dikatakan mustahil.

*****

"Apa kabar?" tanyaku pada wanita cantik yang tiba-tiba datang menjengukku.

"Baik," jawabnya lembut seperti biasa dengan senyuman cantiknya.

Jisoo. Salah satu sahabatku ini datang ke Singapura untuk menjengukku bersama kekasihnya, Jin. Aku cukup terkejut dengan kedatangannya. Aku belum mempersiapkan apa-apa untuk menutupi semuanya.

Semuanya, maksudku kondisiku yang menyedihkan ini.

Jika ia mengabariku barang 15 menit saja, mungkin aku bisa tampil lebih baik, lebih segar dan lebih hidup. Bukan seperti ini dandanan saat bertemu sahabat lama. Pucat, kurus, berantakan, dan...botak. Hahaha... Lucu bukan, aku seperti mayat?

"Udah makan, Va?" tanya Jisoo padaku.

"Udah. Lo udah makan juga, Nek?" tanyaku balik. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum.

Tangannya mengelus tanganku. Senyumannya, tolong. Aku gak kuat melihat senyuman palsu seseorang yang nyatanya kini sedang memandangiku dengan perasaan kasihan dan mungkin malu. Aku gak mau seperti ini.

"Sebentar," tuturku yang sedikit berusaha meraih lemari kecil di bawah loker yang isinya tempat menyimpan baju-bajuku dan juga jilbabku.

"E-eh, mau ngapain, Va? Sini gua ambilin aja."

Aku tersenyum. "Gak usah. Cuma mau ambil jilbab."

Sedetik saat aku mengatakan itu, Jisoo terpaku diam. Aku kembali mengambil jilbab hitam milikku dan memakainya di kepala. Setela rapi, aku tersenyum lagi sambil menghadapnya.

"Udah," kataku. "Tadi ke sini, bareng siapa?"

Jisoo tak menjawab pertanyaanku. Ia hanya diam sambil memandangiku kosong.

How To Be PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang