12. Ancaman

891 129 47
                                    

Lee Jihoon

Seperti biasa. Aku bekerja kembali di ruang kerjaku. Ruang kerja yang dipenuhi alat perekam. Lampu-lampu dengan kesan estetik dan aktion figur favorite-ku. Tidak lupa aku juga tersenyum-senyum sendiri.

Aku akui. Aku mulai gila sekarang.

Sejak semalam aku tidak bisa menghilang bayang-bayang wajah Woorin dengan balutan dress hitam pemberianku itu. Wajah merahnya dan juga sikap manisnya itu juga tidak hilang dari pikiranku. Aku sudah hampir gila karena ini.

Ada apa denganku sebenarnya???

Kembali aku hanya tersenyam-senyum sendiri tanpa merasa kesal sedikit pun. Kegilaanku ini mulai melewati batas. Sepertinya aku mulai tertekan dengan pekerjaan sebagai asisten produser yang tidak pernah libur ini.

"Woorin.. Woorin.. Kalau saja kau bisa sedikit ceria, mungkin aku akan-"

"Akan apa!"

Suara bentakan mengejukanku dari posisi santai di kursi. Dengan kening yang berkerut, Jihoon milirik ke arah pintu dan melihat seorang wanita dengan wajah marah. Aku ikut menunjukkan raut kesal karena orang tersebut sudah mengganggu lamunanku.

Padahal aku sedang tidak ingin didatangi olehnya. "Kenapa kau tidak lebih lama lagi di Jepang?" Tanyaku dengan nada yang mengusirnya secara langsung. Tidak ada niatan berbasa-basi sama sekali.

"Aku baru saja datang loh. Masa langsung diusir? Kau tidak senang dengan kedatanganku?" Peluknya dengan suara manja yang membuatku jijik.

Ingin ku menjawabnya dengan kata 'Tidak' sambil menyingkirkan tangannya yang kecil dan putih namun membuatku benci melihatnya. Tapi aku justru membalasnya dengan, "Biasa saja." Tanpa melepaskan tangannya yang sedang bergelayut manja di leherku.

"Jadi tidak exited dengan kedatanganku? Kamu kok jahat sih?? Kita kan pacaran." Dia memanyunkan bibirnya di samping kepalaku. Melepaskan pelukannya tadi dan berdiri dihadapanku.

Harusnya aku senang jika dia sudah melepaskan tangannya itu, tapi setelah ini aku tau apa yang akan dia lakukan. Dan itu membuatku makin tidak menyukai kehadirannya.

Dia memutar kursiku. Mendudukan dirinya di kedua pahaku dan merangkul leherku kembali.

Jika saja aku bisa muntah sekarang, mungkin aku akan memuntahkan semua makan siangku ke wajahnya saat ini juga. Namun aku tidak punya kekuatan. Apalagi dia ini anak dari direktur yang menjadi atasanku dan juga teman dari pemilik perusahaan.

Apa yang bisa ku lakukan?

"Ye Cha-ssi, tolong jangan begini dan lagi aku ini sudah punya istri. Kau sudah tau sendiri." Kataku. Berusaha bersabar.

"Aku tidak mengakui jika sekarang kau sudah taken. Aku masih menginginkanmu. Lagipula istrimu sendiri tidak mencintaimu kan? Dia sering mengabaikanmu sampai kamu juga tidak peduli dengannya. Di acara keluargamu saja dia meninggalkanmu." Kata Ye Cha. Kenyataan.

"Woorin tidak meninggalkanku. Dia hanya mau memakan beberapa buah, sementara aku sedang sibuk. Jadi kenapa tidak aku biarkan dia makan duluan?!" Balasku. Tidak mau dikalahkan begitu saja walau itu kenyataannya.

Memang Woorin tidak pernah berinteraksi lebih denganku. Tapi aku tau jika dia berusaha untuk menjadi istri terbaik. Hanya aku saja yang tidak bisa terlalu dekat dengan yeoja yang baru ku kenal. Walau kami sudah 2 tahun.

Kalau saja kemarin bukan bentuk kerja sama antara perusahaan appa dengan perusahaan tempatku bekerja sekarang, mungkin aku tidak akan bertemu dengannya.

Aku yang merekomendasikan tempat ini karena saham ini menunjukkan profit yang tinggi dan menguntungkan. Tapi aku lupa jika ada anak manja yang berkeliaran di perusahaan ini.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang