29. Perasaan

770 95 21
                                    

Song Woorin

Aku sama sekali tidak bisa tidur. Walau Jihoon menyusuhku tidur dan tidak memikirkannya, tetap saja dia berkeliling setiap menit di kepalaku untuk membangunkanku.

Perasaanku tidak enak. Aku takut terjadi apa-apa padanya. Tapi aku harap ini hanya sebuah perasaan dan Jihoon bisa sampai rumah dengan selamat.

Kalau saja aku punya keberanian untuk melarangnya, mungkin Jihoon akan tidur tenang di sebelahku. Sayangnya aku tidak punya alasan untuk itu. Alasan sebagai istri bagiku itu masih kurang. Aku bukan istri resmi yang dicintainya. Walau sebenarnya aku tidak tau dengan perasaan Jihoon sekarang.

Jihoon yang manis dan begitu penyayang. Aku nyaman dengannya. Orang-orang juga pasti bisa melihatnya dalam sekali pandang. Tapi tidak ada yang tau bagaimana perasaan pria itu sesungguhnya. Jihoon orang yang begitu hebat menyembunyikan perasaan. Terutama untuk membohongi perasaannya sendiri.

Kembali aku berdiri untuk melihat jendela. Mengintip ke arah jalan yang gelap dan sudah sepi. Tidak ada tanda-tanda seorang pun. Tentu saja. Siapa juga orang yang mau berjalan di tengah malam jam 1 pagi.

Kalau pun ada, mungkin itu..

Sudahlah. Aku mungkin tidak akan tertidur sampai matahari menampakkan diri jika Jihoon belum juga pulang.

Padahal sebelumnya saat Jihoon bilang aku tidur saja, aku pasti tidur saja tanpa memikirkannya. Tapi untuk sekarang aku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Ini bukan masalah kami yang menjadi lebih dekat. Melainkan karena sikap Jihoon sedikit mencurigakan.

Pertama, tiba-tiba saja Jihoon terlihat kehilangan konsentrasi. Positifnya, Jihoon memang kelelahan. Namun negatifnya, dia sedang memikirkan hal lain. Kedua, Jihoon tidak pernah memberikan janji yang begitu serius. Aku bisa berpikir jika itu hanya agar aku lebih tenang dengan ketidakhadirannya, tapi Jihoon tidak pernah berani mengeluarkan cincin pernikahan kami dari lehernya.

Sejak awal pernikahan kami, cincin itu hanya pernah dia gunakan saat bertemu orang tuanya. Selebihnya dia tidak pernah menggunakan itu. Dia selalu mengatakan itu untuk keamananku. Ya aku memahami itu. Dia bekerja di dunia entertain. Dia juga bekerja sebagai produser yang cukup memukau beberapa media. Banyak yang penasaran dengan kehidupannya. Jadi Jihoon memilih untuk merahasiakanku.

Namun sekarang dia berani memakainya di jari manis putihnya itu. Memberikan kalung yang sekarang melingkar di leherku. Apa aku boleh berpikir seperti itu?

Dengan memegang kalung ini, aku masih terus berharap mobil Jihoon melintasi pekarangan rumahnya. Hmm.. rumah kami mungkin.

Sebuah cahaya membuktikan harapanku menjadi kenyataan. Ada lampu mobil yang menyinari jalan gelap itu. Aku tidak jelas dengan warnanya. Tapi mungkin itu mobil Jihoon.

Hatiku tersenyum senang seperti bibirku. Tubuhku kegirangan. Entah apa yang membuat diriku sesenang ini? Yang pasti aku merasa tenang sekarang. Walau akhirnya senyumku turun drastis.

Mobil itu tidak diparkir langsung ke dalam rumah. Dia tetap membiarkannya menyala di jalan. Lalu yang lebih menyejutkan lagi, Jihoon pulang tidak sendiri. Dia datang ditemani seseorang. Seorang yeoja.

Aku mengenalnya. Siapa lagi jika bukan Ye Cha. Dia membopong tubuh lemah Jihoon ke depan pintu. Dari jarak sedikit dekat ini, aku bisa lihat Jihoon tidak sadarkan diri. Sepertinya dia mabuk. Tubuh dan pakaiannya begitu berantakan. Matanya juga terbuka tapi seperti tidak ada kesadaran.

Tangan Ye Cha dengan lancang merogoh saku celana Jihoon. Membuat jantungku terasa panas dan nyeri. Aku meremas-remas kalung Jihoon yang masih melingkar di leherku. Aku tidak sanggup melihat ini. Aku memilih untuk menutup jendela dan berjalan mendekati pintu. Membuka kunci pintu secara perlahan, namun tidak membukanya secara penuh.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang