36. Bantuan

640 103 19
                                    

Lee Jihoon

"Jihoon-ah, kau yakin aku ikut? Aku kan tidak ada urusannya denganmu. Nanti aku dibilang ikut campur." Oceh Soonyoung selama di dalam mobil.

Memang dia tidak ada urusannya dengan ini. Dan aku juga tidak yakin dia bisa membantuku, tapi setidaknya dengan adanya dia, ada yang bisa membantu menjelaskan kenapa Woorin bisa pergi. Yang pasti lebih baik daripadaku.

"Aku tidak mau ikut campur urusanmu. Turunkan aku saja di sini. Aku tidak jadi. Aku takut." Paksa  Soonyoung. Mulai memberontak membuka pintu mobil yang ku kunci.

"Ok.. Ok.. aku tidak akan memaksamu. Tapi tunggu aku menemukan tempat untuk menurunkanmu. Kita ada di tengah jalan." Pasrahku. Mau bagaimana lagi? Aku memang tidak bisa memaksa Soonyoung. Padahal aku mengajakknya juga agar dia bisa menenangkanku jika tiba-tiba terbawa suasana.

"Ku kira kau akan memaksaku." Tatap Soonyoung padaku yang tidak ku balas karena fokus pada jalan.

"Untuk apa? Memang tidak seharusnya aku membawa-bawamu dalam masalahku. Aku hanya butuh bantuanmu saja." Jawabku lemah.

Soonyoung menyunjingkan senyumnya. "Kapan pun kau butuh aku, aku akan bantu. Tapi tidak ini. Aku sungguh tidak tau harus melakukan apa jika ada seseorang yang sayang pada Woorin dengan orang yang cinta Woorin dibantu teman biasa Woorin. Teman biasa bisa apa?"

Ucapan Soonyoung sukses mengundang tawa hambarku. Sudah lama aku tidak tertawa, sekalinya tertawa seperti ini. Menyedihkan. Semua karena Woorin. Woorin harus bertanggung jawab atas diriku yang.. kehilangannya.

Sampai sekarang pun tidak ada balasan apa-apa. Woorin seakan hilang ditelan bumi. Hanya Joshua yang bisa ku mintai tolong kali ini. Tapi ada satu hal yang mengganjal.

Ku tepikan mobilku di dekat trotoar dan melihat ke Soonyoung. "Kenapa kau melihatku begitu?" Tanyanya.

"Bagaimana kau tau Joshua itu kakak angkat Woorin? Aku belum menceritakannya. Aku bukan penuduh. Tapi banyak yang sudah kau ketahui dibanding aku sendiri. Jadi aku menyimpan tanda tanya besar padamu."

Soonyoung justru tertawa. "Sebaiknya mulai sekarang kau tidak lagi minum-minum. Otakmu itu sungguh dicuci habis oleh alkohol. Jelas-jelas kau yang cerita sendiri saat itu. Kau meronta-ronta mengatakan kecemburuanmu pada Joshua. Kau juga bilang jika Joshua itu kakak tiri Woorin. Dan kau juga mengatakan semua masalahmu tanpa aku bertanya. Pokoknya semua hal itu ku dengar darimu. Sekarang semua bebanmu sudah ada dipundakku." Soonyoung menepuk dadanya dengan bangga.

Sungguh aku tidak ingat itu. Bodohnya aku tidak memikirkan sampai sana. "Baiklah. Sekarang aku tidak memikirkan itu lagi." Kunci pintu mobil sudah ku buka agar Soonyoung bisa keluar.

"Yang perlu kau pikirkan itu hanya Woorin. Lainnya itu nanti saja. Fokus pada Woorin. Dan.." Soonyoung merogoh saku celananya. "Saat aku ke rumahmu, aku menemukan ini."

Tanganku refleks terulur untuk menerima benda yang disodorkan Soonyoung. Benda kecil dan bulat. Namun itu bukan miliku. Mataku berkaca-kaca. Ku lihat bagian dalam dari benda itu. Jihoon.

"Mungkin ini bisa membantumu menangani rasa rindumu." Kata Soonyoung. Di selingi senyum tipis. "Aku pergi dulu ya."

"Ahh.. Soonyoung-ah." Soonyoung kembali menundukkan kepalanya untuk melihatku. "Terima kasih untuk banyak hal."

Soonyoung tersenyum bangga. "Apapun untuk sahabatku. Tapi jika sampai ada apa-apa dengan Woorin, aku juga tidak akan tinggal diam."

"Aku juga berharap seperti itu. Bye." Ku tutup pintu Soonyoung dan langsung menancap gas menuju rumah Joshua dari alamat yang diberitahukan Jeonghan hyung.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang