22. Rutinitas

727 117 19
                                    

Lee Jihoon

"Ahh.. Aigoo.." Umpatku pada tumpukan kertas yang begitu banyak ini. 

Pagi ini, mejaku sudah disuguhi dengan sarapan pagi yang memuakkan. Ada sekitar 6 file yang harus ku baca dan selesaikan dalam seminggu. Memang aku tau jika akan ada projek baru. Tapi harus kah aku sendiri yang mengerjakannya?

"Hyung, bisa bantu aku periksakan beberapa dataku kemarin. Sepertinya aku akan kirimkan lagu-lagu yang ku buat sebelumnya itu untuk projek ini." Aku beranjak dari kursiku, menuju kursi tunggal keyboard. Membiarkan Bumzu hyung untuk memeriksa beberapa pekerjaanku yang sekiranya cocok untuk projek musim panas kali ini.

"Akan ku buat dalam satu file ya." Katanya dan aku hanya mengiyakan itu. Lagi pula selama ini, kami memang selalu bekerja sama dalam mengerjakan projek lebel. Kenapa juga sekarang kami diberikan projek terpisah? Bukankah ini hanya akan membuat pengurangan kualitas.

Daripada aku terus memprotes, aku lebih memilih untuk mencari nada yang tepat dengan keyboard-ku ini. Mencorat-coret kertas lirik itu dengan nada-nada yang masih dikatakan percobaan. Memikirkan nada itu kembali dan menjadikannya satu kesatuan yang membentuk melodi indah.

"Sudah ku pilih beberapa, tinggal kau pastikan lagi saja." Kata Bumzu hyung berdiri dari kursi.

"Hyung, kamsahamnida. Ada yang bisa ku bantu juga?" Tawarku. Padahal diriku sendiri sedang kelabakan.

"Aku hanya membutuhkan beberapa alat record-mu nanti. Aku harus membuat musiknya. Bisakan?" Pastikan Bumzu hyung.

Sebenarnya sekarang aku juga membutuhannya, tapi mungkin aku bisa gunakan alat record di gedung ini. "Baiklah hyung. Pakai saja. Aku akan langsung ke ruang recording ya. Aku mau buat demonya di sana."

"Ok."

Setelah memindahkan beberapa file yang dipisahkan Bumzu hyung tadi, aku membawa flashdisk dengan setengah file yang mungkin bisa selesaikan hari ini. Berjalan cepat menuju ruang recording sebelum ada yang memakainya duluan.

Ketika aku mengintip, ruangan itu kosong. Tanpa pikir panjang, aku pun masuk ke ruangan itu tanpa permisi. Sayangnya itu membuat makhluk halus menampakkan dirinya di sampingku.

"Aku sudah menduga kau akan ke sini."

Tidak ada niatan aku membalas Ye Cha, aku pun berjalan begitu saja seperti dia benar-benar makhluk halus. Menyalakan komputer tanpa peduli dia mengoceh apa saja. Aku sudah bertekad untuk tidak menganggapnya ada mulai sekarang.

Namun.. Sebuah kata yang keluar dari bibir kecilnya itu sanggup memercikkan api. "Jadi ini semua perbuatanmu!"

"Menurutmu? Aku hanya ingin kau tidak menyepelekan pekerjaan dan lebih giat lagi. Jadi ku minta appa menjadikanmu komposer dan produser tunggal untuk projek kali ini. Bukankah itu juga yang kau inginkan?"

Kedua tanganku mengepal kuat di setiap sisi. Andai saja memukul yeoja itu dikatakan wajar, ingin sekali aku memukul anak yang tidak tau sopan santun ini.

"Sebenarnya apa maumu?! Aku sudah berbaik hati untuk tidak bersikap kasar padamu, tapi kau sendiri yang membuatku ingin memukulmu." Aku mengerang kesal.

"Sekarang keluar! Aku ingin bekerja." Usirku. Mengenakan headphone yang ada di sana dan mendengarkan rekaman usang milikku kembali.

Mukaku mengeras. Keningku mengerut tajam. Kedua tanganku belum juga melunak. Apalagi saat Ye Cha lagi-lagi mendekatiku dan menyentuh wajahku. Dengan lancangnya, dia mengganggu pekerjaan yang menjadi ulahnya ini. "Pekerjaanmu itu kan hanya membuat lagu dan melakukan rekaman. Kenapa kau seserius ini?"

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang