Bonus [3]

732 69 15
                                    

Author POV

Ketika pagi menyambut, burung-burung sendiri masih tidur disangkarnya, matahari juga enggan menampakkan diri dengan sempurna hingga angin masuk menusuk kulit. Tidak ada yang menyangka jika pagi ini Jihoon akan dibuat kacau dengan kerusuhan yang dibuat istri dan anaknya sendiri.

Kepala Jihoon sekarang berdenyut karena Woorin belum juga mau menemuinya setelah kejadian tadi petang. Sedangkan anaknya juga terus memasang wajah marah. Dia memang mirip dengan Jihoon. Cara marahnya pun sama. Yang membuatnya lebih bingung, Jihoon tidak tau bagaimana membuat Woojin mau memaafkannya. Padahal dia sendiri tidak tau kenapa Woorin begini padanya.

"Woojin-ah.. jangan marah pada appa. Appa juga tidak tau apa yang terjadi pada eomma." Bujuk Jihoon. Entah sudah yang keberapa kalinya. Anak itu masih belum mau memaafkannya juga. Woojin masih mendiamkan Jihoon. Ngambeknya seperti Woorin, tapi kalau keras kepalanya sangat mirip dengan Jihoon. Perpaduan yang sempurna.

Jika Jihoon belum bisa membujuk Woojin, dia tidak akan bisa bicara pada Woorin. Karena sejak tadi, anak itu menghalangi jalannya masuk ke kamar. Woorin meminta Woojin menjaga pintu dan tidak membiarkan Jihoon masuk sampai Woorin yang keluar sendiri.

Dan anak yang baru masuk TK ini sudah mengerti dengan apa yang diminta eomma-nya. Jihoon hanya bisa menghela nafas karena kepatuhan anaknya ini.

Rambut Jihoon saja masih berantakan. Dia belum mandi sejak Woorin terbangun duluan. Dia tidak bisa meninggalkan Woorin setelah itu karena Woorin mengunci diri di kamar mandi dengan suara muntah-muntah. Entah dia salah makan apa tadi malam. Tapi kenapa hanya Woorin yang keracunan?

"Kalau bukan karena appa, eomma tidak akan minta Woojin melarang appa masuk." Pintar sekali dia kalau menjawab. Aku berdecak dalam hati.

"Kamu percaya appa. Appa tidak akan menyakiti eomma Woojin." Bujuk Jihoon lagi.

Woojin mengangkat mainan yang baru semalam Jihoon belikan. Bahkan belum sempat Woojin buka karena masalah ini.

 Bahkan belum sempat Woojin buka karena masalah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak mau bicara dengan appa dulu. Appa bicara dengan mainan ini saja."

Anak kurang ajar. Mata Jihoon refleks melebar. Tanpa disadari umpatannya pada Woojin terdengar agak keterlaluan. Jihoon merasa bersalah, tapi untung tidak dia suarakan.

Mau tidak mau Jihoon pun menyerah membujuk Woojin. Dia terduduk dihadapan Woojin sambil melihat anaknya menjaga pintu seperti bodyguard profesional.

Sebenarnya dia bangga dengan anaknya ini. Sejak kecil dia sudah menunjukkan kecerdasan. Sekarang saja dia sudah bisa mengerti semua perintah orang-orang yang dia sayang, terutama Woorin. Tapi jika sudah marah, keras kepalanya sangat sulit ditaklukan hingga Jihoon tidak sanggup melawannya.

Jika Jihoon sampai membentak Woojin, anaknya ini akan menangis. Jika dia menangis, Woorin akan langsung marah pada Jihoon. Dan jika keduanya marah, Jihoon akan didiamkan seharian ini. Itu sungguh menyiksa appa beranak satu itu.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang