15. Tatap Mataku

872 127 15
                                    

Baru 2 jam update, votenya sudah 10 >.< Terima kasih banyak untuk kalian karena mau mendukung cerita ini 💕

Sesuai dengan janjiku, aku langsung up chap ini 😉

Happy reading yorobun~

♡♡♡

Song Woorin

Aigoo!! Aigoo!! Eomma.. Tolong..

Wajah yang sudah memerah padam dengan sensasi panas ini terus ku usap-usap. Kepalaku dan keningku mendidih. Jantung berdebar tidak karuan mengingat gambaran visual yang baru saja terlihat.

Aigoo!! Bagaimana bisa aku melihat tubuhnya yang tidak seharusnya boleh ku lihat itu. Tubuh yang penuh lekukan kekar dan besar. Tidak boleh terlupakan juga dengan dada bidangnya yang kotak. Ohh aniyo.. perutnya juga penuh dengan enam roti sobek.

Eomma!!! Pikiranku sekarang dipenuhi dengan tubuh sixpack-nya.. Batinku berteriak, meronta-ronta karena tidak bisa melupakan tubuh Jihoon yang begitu menggoda bagi setiap wanita.

Belum lagi, aku tidak hanya melihat atasannya yang polos. Tapi..

"Huaaa..." Dengan suara kecil aku menyuarakan segala kegundahanku untuk ketidaksengajaanku tadi.

Sekarang aku benar-benar sudah melihat seluruh tubuh menawan suamiku sendiri. Aku belum siap. Tapi aku tidak bisa menghilangkannya. Aku harus bagaimana???

Ku jambak rambutku berkali-kali. Berharap setidaknya otot-otot Jihoon itu tidak tergambar di alam bawah sadarku. Berjongkok dipinggir pintu yang belum bisa ku masuki kembali.

Kalau begini jadinya, bagaimana caraku untuk meminta maaf atas tangisanku tadi? Bagaimana aku menjelaskannya? Bisa-bisa aku lebih mati malu karena tertangkap basah tadi. Kenapa juga aku sampai lupa mengetuk dan justru langsung membuka pintu?? Kalau aku mengetuk seperti biasa, aku kan tidak mungkin menemukan kejadian tadi.

Aku terus saja merutuki nasibku yang.. Entahlah baik atau buruk. Yang pasti aku tidak bisa mengatakan ini pengalaman baik dengan jantung yang tidak bisa berhenti berdebar-debar.

Siapa sangka tubuh kecil Jihoon ternyata memiliki otot-otot yang terlatih. Aku selalu melihatnya dengan pakaian yang besar, tertutup dan tidak terbuka. Aku tidak pernah tau jika Jihoon memiliki tubuh atletis.

Orang-orang yang melihat wajahnya juga pasti berpikir jika tubuhnya itu mungil dan menggemaskan juga. Persis seperti wajah babyface-nya.

Aku terus memikirkan Jihoon dengan perbandingan tubuh dan wajah yang sangat berbanding jauh itu, sampai aku sendiri tidak sadar dengan kehadiran seseorang yang terus menghantuiku ini sudah ikut berjongkok di sampingku.

"Kenapa kau ada di sini?" Tanya Jihoon dengan wajah datarnya.

Awalnya aku terpaku diam memandanginya dari jarak 15 sentimeter. Memang tidak dekat, tapi kami tidak pernah sedekat ini sebelumnya.

Selama 5 detik ku pandangi wajahnya, lama-kelamaan pupil mataku melebar. Pandanganku pun menjadi lebih luas menuju pakaiannya dan..

Tanpa mengatakan apa-apa dan menyuarakan apa-apa, kepalaku yang menyuarakan segala keterkejutanku dengan hantaman sisi tembok. Tidak perlu mengatakan apa-apa, suara itu sudah menunjukkan jika itu cukup keras dan sakit.

"Neo gwaenchana??" Jihoon sendiri bahkan terkejut karena aku yang tiba-tiba menghantamkan kepalaku sendiri. Dia kembali mendekatiku. Menyusap kepalaku yang sudah benjol dan menatapku lekat.

Aku tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini. Dia begitu manis, baik, perhatian dan juga dia sudah mau membuka diri. Kenapa? Apa dia tau jika selingkuhannya datang ke sini?

Tanpa sadar, kami sebenarnya saling memandang untuk beberapa menit. Tangan juga Jihoon masih bergerak menyusap kepalaku dengan begitu lembut sampai luka di kepalaku tidak terasa sakit disentuhnya.

"Berhati-hatilah lain kali. Aku tidak mau kau terluka." Katanya lagi. Lalu berdiri sambil mengulurkan tangannya padaku.

Aku hanya melihat tangannya itu. Tangan kekar yang tidak tertutupi baju tanpa lengannya. Itu juga yang membuatku terkejut sampai mencium tembok. Dan sekarang otakku kembali tidak bisa digunakan dengan baik.

"Jika kau tidak menerima uluranku, aku akan mengendongmu."

Cepat-cepat aku menyambut uluran tangan Jihoon dan menggenggamnya erat sebelum dia benar-benar berniat menggendongku. Dengan menerima uluran tangannya ini saja, sudah membuatku tidak bisa bernafas. Apalagi dengan digendong seperti waktu pesta saat itu, aku bisa lupa diri lagi.

Jihoon sigap menarik tubuhku dalam satu tarikan ketika tangannya sudah mengganggamku. Dia menarikku kuat-kuat sampai tubuhku yang kecil ini langsung tertarik begitu saja dan terjatuh dalam dada bidangnya.

"Tarikanku terlalu kuat ya?" Tanyanya.

Uhh.. aku harus jawab apa?? Batinku. Keresahan ini sama sekali tidak bisa berkurang.

"Mianhae." Ucapnya lagi lalu berjalan menuju meja makan dengan makan malam yang sudah rapih ku susun.

Dan apa yang tadi ku lihat? Dia tersenyum?? Sungguhkah dia tersenyum padaku? Ku edarkan pandangan ke bagian belakang, kanan, kiri dan kembali ke depan lagi. Hanya ada aku. Apa itu sungguh untukku?

"Woorin-ah.. temani aku makan. Aku tidak ingin makan sendiri."

"Hah?" Ku tutup mulutku yang tidak sengaja keceplosan melontarkan kata-kata yang tidak perlu.

Jihoon tidak merespon apa-apa. Dia hanya tersenyum dan tetap menyuruhku ke meja makan. Dia memintaku ikut makan secara langsung.

Sungguh aneh. Biasanya jika dia makan, pasti akan makan saja tanpa bicara dan mengajakku. Aku semakin penasaran alasan dia berubah seperti ini.

Ku tarik kursi yang memberikan jarak beberapa meter darinya. Tapi dia justru mendekatkan kursi kami. Apa dia tidak tau jika aku canggung?

"Kau takut ya denganku?" Pertanyaan itu membuatku jadi tidak enak hati. Akhirnya aku hanya menggeleng dan memberanikan diri mendekati kursinya.

Dia kembali tersenyum. "Mulai hari ini, aku akan pulang lebih cepat. Jam 8. Ku usahakan tepat dan tidak lebih."

Aku kembali hanya mengangguk dan menunduk saja untuk menyuapi makanan yang akan masuk ke mulutku. Tanpa memikirkan alasan kenapa Jihoon tiba-tiba mau pulang cepat.

"Dan aku minta satu lagi." Aku yang awalnya tidak bisa menatap matanya, sekarang mau tidak mau harus mengangkat wajah karena sentuhan tangannya di daguku. Sontak pipiku merona merah. "Mulai sekarang tatap mata aku ketika bicara denganku. Aku tau itu sulit. Tapi aku yakin kau bisa."

Suara lembut dan senyuman manis. Ini yang ku harapkan dari dulu. Apalagi yang bisa lebih baik dari ini?

"Karena kita kan suami istri."

Dan untuk kali ini, aku berharap itu sungguh-sungguh keluar dari hatinya.

♡♡♡

Sekarang sudah ada perkembangan ya dari Jihoon.. tinggal tunggu reaksi Woorin selanjutnya saja ^^

Bagaimana kelanjutan? Apa mereka setelah ini akan sama-sama bisa menghilangkan kesalahpahaman diantara mereka?

Tunggu minggu depan ya 🙆
Annyeong~

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang