54. Luka

576 76 15
                                    

Lee Woorin

"Auch.." Aku menghisap jariku yang tertusuk jarum rajut. Untuk pertama kali tertusuk, rasanya sakit juga. Batinku.

"Jarimu kenapa?" Joshua memergokiku menghisap jariku sendiri.

"Tertusuk jarum."

"Kamu ini. Kenapa tidak hati-hati? Nanti kalau Jihoon marah bagaimana?" Joshua menuju meja kerjanya. Membuka laci dan mengacak-acak sesuatu di dalamnya. Dia menemukan dan mengambil kotak plester untuk diberikan padaku.

"Jihoon tidak akan marah hanya karena hal ini."

"Kata siapa? Suamimu itu sudah 50% berubah lebih baik." Kata Joshua sambil melingkarkan plester di jariku. "Jangan berdarah lagi ya." Lanjutnya dengan mengecup plester yang ada di jariku itu.

Aku menghangat karenanya dan ku peluk Joshua. "Kamsahamnida oppa." 

"Ne.. Ngomong-ngomong kenapa aku datang tiba-tiba ada benang rajut dan jarumnya? Jihoon tadi datang?"

Aku menggeleng. Lalu menunjukkan rajutanku yang masih berantakan dan belum selesai pada Joshua. "Aku sedang merajut syal untuk Jihoon. Tapi berantakan sekali. Apa aku urungkan saja ya?"

"Andwae. Kau sudah susah payah begini. Jangan dihentikan."

"Tapi ini jelek."

"Bagus kok. Siapa bilang jelek? Setiap niat baik dan usaha yang tulus akan menghasilkan karya yang terbaik juga." Semangati Joshua. "Lagipula yang Jihoon lihat bukan hasilnya, tapi usahamu untuk memberikan hadiah padanya."

Itu memang benar, tapi rasanya tidak sebanding dengan yang Jihoon berikan padaku semalam. Hadiahku jadi tidak ada nilai sama sekali.

"Siapa yang mengajarimu merajut?" Tanya Joshua lagi.

"Soonyoung oppa."

"Dia bisa merajut?" Joshua terlihat begitu terkejut mendengar jawabanku.

Itu sukses mengundang tawaku. "Soonyoung oppa membelikanku buku cara merajut. Dia juga yang membelikanku benang dan jarum ini."

"Beruntung sekali adikku ini dikelilingi pria yang baik." Joshua mengusap kepalaku dengan lembut dan lagi-lagi aku tidak bisa untuk tidak memeluknya.

"Oppa juga pria yang baik."

"Adiknya baik, kakaknya juga harus baik." Dikecupnya lagi keningku.

"Permisi." Kami berdua dengan kompak melihat ke arah pintu. Aku tidak mengira dia akan datang, jadi aku cepat-cepat melepaskan pelukan kami dan menyembunyikan hasil rajutanku.

"Hm.. Aku mengganggu ya? Kalau begitu aku keluar lagi saja." Kata Jihoon. Lalu hendak keluar lagi sebelum aku menghentikannya.

"Jangan.. Kami hanya bicara biasa." Aku langsung berdiri ke arahnya dan memintanya masuk.

Joshua pun berdiri dan pamit pada kami. "Aku akan biarkan kalian berdua di sini. Nikmati waktu kalian dengan baik."

Di balik punggung Jihoon, sebelum Joshua menutup pintunya, dia menunjukkan semua bahan dan rajutanku telah dibawa olehnya. Aku tersenyum karenanya.

"Kalian seharian ini berduaan?" Ku tangkap sorot mata cemburu dari ucapannya. Tapi itu baru persepsiku.

"Aniya. Joshua tadi pergi, barusan dia baru datang lagi. Tadi yang menemaniku Soonyoung oppa dan Jeonghan oppa." Jawabku.

"Mereka tidak menggodamu kan?" Lagi-lagi ada kecemburuan dari ucapannya itu dan aku menggeleng.

Aku mengajakknya untuk duduk disampingku. Rasanya aku sangat merindukannya. Senyumnya, wajahnya, suaranya bahkan aroma tubuhnya. Apa ini bawaan hamil?

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang