24. Pahit

720 110 8
                                    

Lee Jihoon

Kepalan tangan yang memegang sebuah kertas, berubah menjadi cengkram kemarahan. Merobek kertas kerja yang sudah dikerjakan berjam-jam dengan hasil sia-sia.

Ini semua karena pesan yang baru saja dikirimkan istriku. Berani-beraninya Ye Cha datang ke rumah dan membuat keributan.

Lee Woorin

Tapi kau baik-baik saja kan? ✓
Dia menyakitimu? ✓

Aniyo
• Kebetulan temanku datang untuk membantu
• Jadi aku baik-baik saja

Teman? Apa teman laki-laki yang sudah menciumnya itu?

Ku remas kertas-kertas yang ada ditanganku hingga tidak tersisa. Tidak peduli itu sudah ku kerjakan dengan kerja keras ataupun tidak, tapi aku tidak bisa mengembunyikan kemarahanku ini. Mungkin lebih tepatnya kecemburuan.

Padahal sudah lama aku tidak mengingat ini, tapi sekarang pria itu datang lagi? Apa selama ini dia juga sering datang? Apa mereka sering bersama? Jangan-jangan selama aku kerja, Woorin ditemani dia?

Ahh!! Ingin ku teriakan suara hati ini.

Entah aku harus berterima kasih atau justru marah pada pria itu. Dia sudah menjaga Woorin, tapi dia juga yang membuat posisiku terancam. Bagaimana jika Woorin jadi menyukainya?

Kenapa juga sekarang aku memikirkan ini?? Yang terpenting sekarang kan harusnya keselamatan Woorin. Ye Cha sudah terlalu jauh. Aku harus mencari cara. Tapi..  Pekerjaan hari ini, menyita seluruh isi pikiran dan membuat kepalaku ingin meledak.

"Jihoon-ah, jika kau lelah, hentikan saja dulu. Kau juga sudah melakukan semampumu. Ku lihat kau sudah menyelesaikan beberapa permintaan." Bumzu hyung angkat bicara.

"Ne, hyung. Hari ini sungguh berat. Kepalaku sakit kali. Ada masalah lain juga." Kataku. Kepalaku berkeliling memikirkan Woorin yang mungkin sekarang bersama pria lain. Di jam yang sudah sore menjelang malam ini, mereka berduaan di dalam rumah. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.

Apa aku harus menunjukkan rasa ketidaksukaanku ini? Bagaimana jika Woorin tidak suka dan jadi tidak mau mendekatiku lagi? Apalagi pria itu pasti selalu menemani Woorin. Aku butuh pelampiasan.

"Soonyoung!!" Teriakku tanpa sadar menyebutkan namanya.

Bumzu hyung bahkan terkejut aku meneriaki namanya. "Kau mau bertemu Soonyoung? Jadi daritadi kau memikirkan pria tengil itu."

"Bu-bukan hyung. Aku tidak sengaja memanggilnya. Sungguh. Pasti karena stress, jadi aku tidak bisa berpikir jernih." Ralatku cepat.

Bumzu hyung tertawa. "Lebih baik kau berkeliling cari kopi saja. Kalau kau stress begini seram juga karena bisa mencari namja."

"Hyung! Aku masih normal." Balasku.

"Aku tau. Sudah sana pergi. Jangan ambil pusing dengan pekerjaanmu itu." Yang ku pusingkan itu orang yang memberikan pekerjaan ini.

"Kalau begitu aku pergi dulu ya hyung."

"Hmm.."

Dengan hanya membawa ponsel dan dompet di sakuku, aku memutuskan untuk pergi ke cafe kopi yang tidak jauh dari kantor ini. Aku sedang membutuhkan seseorang yang mampu membuat kopi terpahit. Dan di sana menyediakannya. Kopi yang menurutku pahit dan asam disaat bersamaan. Seperti pikiranku saat ini.

Di depan pintu utama kantor, sebuah kebetulan yang tidak disengaja kembali mempertemukan kami. Ye Cha terlihat baru keluar dari lift. Dia mengabaikanku sesuai dengan ucapannya tadi pagi.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang