21. Makan Malam

813 111 23
                                    

Song Woorin

Belum selesai aku memotong-motong sayuran untuk persiapan makan malam seseorang, rumah ini kembali kedatangan tamu.

Sebagai pemastian jika bukan Jihoon yang datang, ku lihat jam yang ada di ruang tengah. Masih 5 sore, pasti bukan Jihoon. Batinku.

Ku gunakan celemek yang mengikat dipinggangku untuk mengelap tangan basah ini. Membuka kunci dan memutar knopnya.

"Annyeonghaseyo." Sapanya. Sukses mengejutkanku. Senyumku pun menunjukkan reaksi yang sama ketika melihatnya.

Tidak pernah terbayang menyambut kepulangan Jihoon bisa sesenang ini. "Ini masih 5 sore."

"Jadi aku tidak boleh pulang jam segini?" Ucapnya. Setengah dengan nada bercanda.

Aku terkekeh kecil untuk menanggapinya. "Tidak biasa saja."

"Memang belum jam pulang juga. Di kantor juga masih banyak orang, tapi Bumzu hyung memperbolehkanku pulang. Hari ini aku merasakan rindu berlebihan dengan rumah ini." Aku tersenyum-senyum saja mendengarnya. Bisa merindukan rumah ini saja sudah cukup bagiku.

"Apa kau sudah memasak?" Tanyanya.

Aku menunjukkan raut ketakutanku lagi. "Belum. Oppa sudah lapar ya? Mianhae.. aku tidak tau jika oppa akan pulang secepat ini."

"Hey! Aku hanya bercanda. Kenapa takut? Justru bagus kau belum memasak."

Aku mengangkat wajahku untuk melihat wajah yang ku rindukan sejak siang tadi. Menebak-nebak dalam hati apakah dia akan memasak untuk hari ini?

"Kau jangan berpikir aku akan masak ya." Aku kembali terkekeh karena dia berhasil menebak isi pikiranku lagi.

"Yak!! Kau ternyata memang berpikir itu. Kau kan pasti tau aku tidak pernah memasak. Eomma juga pernah mengatakan bukan jika aku tidak bisa memasak. Yang ku bisa hanya ramyeon." Ucapnya. Seperti mengomel, tapi aku sama sekali tidak takut. Justru lebih terhibur karenanya.

"Mianhae oppa. Aku lupa. Lalu apa?" Tanyaku. Malu-malu.

"Kita makan di luar saja hari ini. Aku mau menunjukkan restaurant favorite-ku."Jawabnya.

Bukankah tadi.. "Katanya oppa rindu rumah? Kenapa pergi makan di luar?"

"Aku rindu rumah ini, tapi tidak lebih dari seseorang yang ada di dalamnya."

Blush

♡♡♡

Kami sudah sampai di restoran yang katanya menjadi tempat favorite-nya. Dan ketika aku menginjakkan kakiku di dalam, aku bisa langsung tau kenapa Jihoon sangat menyukai rwstoran ini.

Nuansa restoran ini begitu menunjang sisi sejatinya sebagai musisi. Setiap sudut dinding, dihiasi pajangan dan gantungan dinding yang penuh dengan poster-poster. Di setiap meja pun tidak luput dengan beberapa ornamen seperti pemutar kaset lama yang ternyata tempat tisu. Belum lagi dengan musik klasik yang menemani telinga kami.

Jika dilihat dari caranya menata ruangan, aku merasa tempat ini akan memberikan layanan dan juga makanan yang cukup menguras kantong.

Jihoon berinisiatif menarikkanku kursi. Aku hanya tersenyum sebagai tanda terima kasih. Ini memang terlihat romantis. Namun aku tidak tau apakah itu ajaran seseorang atau memang kemauannya sendiri.

Tapi dengan dia mau menarikkannya saja, sudah cukup membuatku tersenyum senang. Sangat senang. Aku tidak membutuhkan lebih.

"Melihat isinya saja, kau pasti tau kenapa aku menyukainya bukan?" Tebak Jihoon. Lalu terkekeh sendiri dengan candaannya. Tidak lucu memang, sayang wajahnya membuatku ingin terus tersenyum.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang