27. Hari Terburuk

679 97 19
                                    

Sudah 10 vote yorobun.. uhh senangnya bisa update secepat ini ^^

Terima kasih ya untuk vote kalian 😘 Ya sudah. Jangan berlama-lama dulu.

Happy reading guys~

♡♡♡

Song Woorin

"Permisi, layanan pesan antar."

Ada pesanan? Apa milik Soonyoung? Tapi dia kan tidak mungkin memesan apa-apa saat tidak ada di rumah? Atau ini barang online yang dia pesan? Bolehkah aku yang mengambilnya?

"Woorin agashi tidak mengenali suaraku?"

Aku tersentak kaget mendengar pelayan itu menyembutkan namanya. Jika didengarkan lebih baik, suara ini memang sering ku dengarkan. Karena itu aku berani membuka pintu itu. Setelah dipastikan lagi, memang pemilik suara ini.. "Joshua oppa." Sapaku ceria.

"Ternyata kau di sini. Tadi pagi aku pergi ke rumahmu, tapi tidak ada seorang pun di dalam. Ternyata suamimu membawamu ke sini." Balasnya.

"Ne oppa. Jihoon oppa takut hal kemarin terjadi lagi. Jadi aku diajak ke sini. Pemilik apartemen ini juga kenalan Jihoon, jadi mungkin saja aman." Jelasku. "Oppa sendiri kenapa bisa ke sini? Kok tau juga aku ada di sini?"

"Ini." Joshua memberikanku dua gelas minuman dari cafe-nya. "Itu suamimu yang membelikannya. Suamimu ternyata pelanggan tetap di tempatku, dan tadi tiba-tiba dia mengingatmu. Dia minta ini dibawakan untukmu. Tidak ku sangka juga dia tau kau suka coklat hangat."

"Jadi ini bukan kopi?"

Joshua menggeleng. "Ini coklat buatanku. Sesuai yang kau suka. Tapi anggap saja ini pemberian suamimu."

"Kamsahamnida oppa." Ucapku senang. Bukan karena Joshua. Dia sudah sering memberikanku minuman seperti ini. Tapi aku lebih berterima kasih atas informasi yang diberitahukannya. Jadi aku tau jika Jihoon mengetahui minuman kesukaanku.

Seharusnya aku tidak perlu sebahagia ini. Kenyataannya Jihoon memang mengetahui semua tentangku. Dia sendiri sudah mengakuinya.

Tapi satu hal yang membuat ini lebih spesial adalah kenyataan bahwa Jihoon mengingatnya. Itu hal yang cukup manis untuk seorang Lee Jihoon.

"Wajahmu sungguh menunjukkan kebahagiaan. Aku senang melihatnya." Joshua menyentuh kepalaku dan mengusapnya dengan rasa sayang.

"Kalau saja ini di rumah Jihoon, aku ingin sekali menceritakan semuanya pada oppa. Aku sekarang lebih bahagia lagi. Jihoon sudah bisa menerimaku sebagai istrinya. Dia memberikanku kesempatan untuk terbuka padanya."

Joshua melihatku dengan tatapan teduhnya. Bisa ku tebak, senyumannya itu adalah senyuman yang ikut bahagia dengan apa yang ku rasakan. "Sekarang aku bisa tersenyum untuk orang yang aku sayang, selain oppa."

"Aku senang mendengar itu. Akhirnya adikku ini bisa tersenyum secantik ini." Pipiku merona menanggapinya. Tidak lupa aku menunjukkan senyum terbaikku. Senyum terbaik yang telah dilatih Jihoon.

"Ku lihat Jihoon memang sudah mencintaimu, tapi jangan lupakan aku ya." Joshua menunduk sesaat. Terlihat jelas kali ini dia yang tersenyum paksa.

"Tidak mungkin. Oppa sudah baik padaku selama ini, tidak mungkin aku melupakan oppa."

Joshua langsung berubah tertawa. "Aku ini kenapa ya? Tentu saja kau tidak akan melupakanku. Kau kan adikku yang baik." Kekehnya. Sedikit berbeda dari biasanya.

Khawatir. Aku pun bergerak memeluk Joshua. "Oppa, aku janji tidak akan melupakan oppa. Oppa sudah jadi orang yang paling baik selama aku menderita. Sampai kapan pun oppa tidak akan tergantikan."

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang