39. Cinta Sepihak

790 102 10
                                    

Song Woorin

Brukk!!

"Apa maksudnya ini?!" Soonyoung membalaskan hantaman Jihoon yang cukup memberikan noda di sudut bibirnya. Beberapa kali Jihoon sempat menghindar, tapi kecepatan Soonyoung tidak bisa dibandingkan dengan kelincahan Jihoon.

Mereka bertengkar dan aku bingung bagaimana cara menghentikan pertengkaran mereka.

"Harusnya aku yang bertanya!! Kenapa Woorin ada di rumahmu?! Kau kan tau aku sedang mencarinya." Kembali Jihoon memberikan pukulan di wajah Soonyoung. Mengangkat kaki pendeknya untuk bisa menendang pinggang Soonyoung dengan keras.

Terdengar ringisan kecil dari bibir pria chubby itu. Tapi itu sepertinya bukan apa-apa dibandingkan dengan latihannya selama ini di lantai teakwondo. Soonyoung tanpa disadari sudah mengambil kaki Jihoon dan membanting tubuh kecil pria itu.

Jihoon mengerang kesakitan untuk sesaat, sampai akhirnya dia terbangun dengan tubuh setengah meringkuk.

"Kau itu harusnya berpikir! Kenapa Woorin bisa meninggalkanmu!! Dia itu muak denganmu. Kau selalu saja mengutamakan emosi dan pekerjaanmu. Kau tidak tau apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan Woorin!" Emosi Soonyoung. Menyerang Jihoon dengan membabi buta. Menghasilkan lebih banyak lebam pada setiap inci wajah Jihoon.

"Aku tau." Balas Jihoon disela-sela menahan tangan Soonyoung yang terus menyerangnya.

"Ani! Kau tidak tau! Woorin itu hamil!!!" Bentak Soonyoung.

Jihoon menendang perut Soonyoung. Keadaan kembali berbalik. Sekarang Jihoon menarik kerah Soonyoung, menghadiahinya pukulan dengan Soonyoung yang melindungi wajahnya.

"Itu karena kau!"

"Mwoya?!!" Soonyoung tidak terima dengan tuduhan itu. Tanpa memikirkan statusnya lagi, Soonyoung meluapkan segala emosinya pada Jihoon. Membuat wajah suamiku tidak berbentuk karena darah dan bengkak.

"Cukup!" Teriakku. Berharap dapat menghentikan pertengkaran mereka dengan setengah keberanianku. Tangisanku cukup terdengar kencang setelah Soonyoung berhenti memukul Jihoon dan Jihoon hanya diam saja mengusap bibirnya sendiri.

Kakiku berat untuk mendekat ke arah mereka. Tapi yang ku inginkan hanya memeluknya.

Soonyoung bangkit dari tubuh Jihoon. Mempersilahkanku untuk mendekat dan sontak aku memeluk wajahnya hati-hati.

"Cukup. Ini menyakitiku." Rilihku dengan air mata yang menetes sedikit demi sedikit ke wajah Jihoon. Aku tidak tega melihat wajahnya sehancur ini. Tidak ku sangka Soonyoung akan semarah ini dengan Jihoon. Aku memang bodoh karena tidak menghentikan pertengkaran mereka.

Penyebab semua ini adalah aku.

Soonyoung menjauh dari kami. Dia berdiri. Matanya masih menatap Jihoon dengan amarah. "Aku tidak akan memaafkanmu jika kau masih menuduhku. Sekarang biar Woorin yang mengatakannya dan aku tidak mau peduli dengan kau percaya atau tidak. Aku pergi!" Pamit Soonyoung.

"Dan aku tidak mau ada hal lain selain bicara. Ku tunggu sampai 3 jam." Banting Soonyoung.

Suasana berubah senyap. Aku masih tidak mengangkat bibirku. Terlalu bingung darimana harus menjelaskannya. Jihoon pun tidak angkat bicara. Dia masih sibuk melihat lurus ke arah pintu, tepat terakhir kali Soonyoung pergi dari rumahnya sendiri.

Kami masih setia dalam kediaman. Sampai Jihoon berdiri dan berlalu begitu saja ke kamar mandi Soonyoung. Dia tidak menutup pintu itu. Aku pun dengan lancang masuk menyusulnya.

Dia membasuh muka. Terdengar beberapa kali dia meringis saat luka-luka itu terkena air dan tergosok oleh tangannya. Dari pantulan kaca, aku bisa lihat betapa banyak lebam dan luka sobek yang dibuat Soonyoung pada kedua sisi bibir, sudut mata dan hidung.

WWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang