Rainbow in Dining Room

3.2K 498 9
                                    

Oma memeluknya erat, serasa setahun nggak pernah ketemu. Padahal baru beberapa minggu lalu dia ikut pengajian di rumah Oma.

"Kita makan berdua aja kan, Oma?"

"Ada Andra juga, dia baru pulang dari Balikpapan. Kami baru launching cabang perusahaan disana."April menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan sesuatu.

"Kamu kenapa sayang? Mencari Arkan? Dia sudah Oma nasehatin, jangan galak-galak sama kamu. Dia sudah banyak berubah kok."

April meletakkan tas selempang warna merah muda bermotif batik, di ruang tamu.

Dia beranjak ke ruang makan, mengikuti Oma yang menggandengnya sambil membantu menata makanan di meja.

"April duduk disini saja ya, biar Bik Inah yang menyiapkan piring dan lauknya.Oma mau cerita sesuatu."

Wajah Oma berbinar senang. Rambutnya yang sebagian memutih tidak menghilangkan raut cantik di antara kerutan yang tampak di sela-sela kelopak matanya.

"Arkan sejak pengajian kemarin, sering telepon sama Ustadz, mulai rajin ikut kajian habis sholat Jum'at. Teman-teman pengajiannya banyak yang pengusaha muda juga. Sholatnya juga sekarang lebih rajin," April mengangguk-angguk mendengar Oma yang gencar mempromosikan cucunya.

Syukur Alhamdulillah akhirnya Bos galak mendapat petunjuk dari Allah Swt. Dia tersenyum dalam hati.

Tak lama Oma meninggalkannya untuk mencari Andra, mengajaknya makan malam bersama.

Dalam hati dia berharap makan malam segera berakhir dan dia bisa segera pulang.

Saat dia hendak mengambil nasi, sesosok tegap mengagetkannya. Sosok itu datang sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk.

Ya Allah, April langsung menutup mata.

"Hai, kenapa kamu merem? Ini saya masih pakai baju kok." Arkan tersenyum geli.

"Bapak kok sudah pulang? Bukannya biasanya ke kafe." April menyesali perkataannya.

"Hmm... kamu diam-diam stalker saya ya. Kamu tanya sama Tiara?" Wadaw, dia ketahuan. April meringis.

"Saya nggak ke kafe malam ini. lagi nggak enak badan. Flu, gara-gara nganter kamu kemarin, saya kehujanan sampai kantor." Arkan bersin-bersin di depannya.

"Beneran karena saya ya Pak?" April merasa bersalah.

"Iya bener. Kayaknya cepat sembuh kalau makan yang hangat-hangat. Kamu bisa masakin bubur ngga?"

Apa-apaan nih, April kan tamu kenapa dia merasa pria ini sengaja menjahilinya.

"Neng April, kalau mau bantuin Bibik. Ini Bibik lagi buatin bubur buat Den Arkan." Bibik Inah muncul menggeretnya ke dapur.

Lha kenapa harus dia sih? April dengan malas berdiri. Ya sudahlah, daripada dia berduaan sama Arkan bisa pusing kepalanya.

"Ini tinggal diaduk-aduk aja kan ya Bi? Sayur-sayurnya cemplungin aja ya?"Bik Inah tersenyum.

"Garam sama gulanya terserah Neng takarannya berapa." April mendadak panas dingin. Berasa mau fit and proper test jadi ART.

Dia sibuk mengaduk bubur yang sudah jadi dalam 30 menit. Dia sendiri tidak berani mencicipi.

"Hmm... enak, " Arkan menyuap beberapa kali sambil sesekali minum air putih karena kepanasan.

Arkan melihat ekspresi kelegaan di wajah gadis itu. Ekspresinya mirip anak kecil yang mau menangis karena kehilangan sesuatu, terus dapat hadiah balon berwarna-warni.

Sebenarnya rasanya agak sedikit nggak karuan, tapi kalau dia bilang nggak enak, terdengar kejam.

"Aku bantuin makan buburnya ya Kak," Andra juga inisiatif mengambil buburnya. Oma tersenyum bahagia.

"Hmm... beneran e..nak kok," Andra meringis menahan nyeri, karena sebelah kakinya diinjak Arkan.

"Maaf ya, saya sebenarnya nggak bisa masak. Padahal Bunda pintar masak. Semoga setelah ini, nggak pada sakit perut."

"Nggak papa kok, kalau nanti Arkan sakit, Oma minta April yang merawat." Perkataan Oma membuat gadis manis itu tersipu.

Cantik, baru kali ini Arkan menyadari gadis ini menawan dengan pipinya yang merona.

Ketulusan dan kebaikan hati apa mungkin dapat memancarkan pesona seseorang.

Our Journey To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang