Keep Husnudzon to Allah

2.9K 451 1
                                    

Arkan berulang kali mengganti baju. Beberapa kemeja dan kaos berkerah sudah tergeletak tak berdaya di tempat tidur.

Akhirnya ia memilih kemeja biru navy lengan pendek dengan celana denim biru muda. Kantung matanya sedikit tampak karena semalaman sulit tidur.

Dihabiskannya sepertiga malam untuk sholat tahajud dan sholat hajat. Ia pasrah jika pada akhirnya ia hanya akan datang seorang diri ke rumah Ustadz Baihaqi.

Ia keluar rumah dan mengendarai mobilnya menuju rumah Rendi. Saat-saat genting seperti ini sepertinya ia butuh bertemu Bapak satu anak itu.

Sahabatnya sudah menyambut di depan rumah bercat krem sambil menggendong si ganteng Uwais.

"Assalaamu'alaikum," Rendi mengarahkan tangan mungil baby Uwais ke arah jemari Arkan.

"Wa'alaikumsalam Abang Uwais. Dipanggil Abang aja ya, biar cepat punya dedek lagi." Arkan tertawa sambil mengajak Uwais bercanda.

"Belum bisa aku amini Ar. Masih keinget istri lahiran normal, belum tega mau nambah momongan lagi. Mau coba gendong Ar?" Spontan Rendi menawarkan anaknya untuk memeluk Arkan.

Arkan tiba-tiba terlihat gugup. Ia senang sama anak kecil, tapi untuk urusan menggendong dan sebangsanya, ia bisa panik kalau tiba-tiba anak yang digendongnya menangis.

Beberapa kali tim marvel menyambangi rumah Rendi, hanya Arkan yang tidak pernah menggendong baby Uwais.

Ia kalah lihai dengan Dhika dan Liam yang memang punya banyak keponakan.

Uwais tertawa kesenangan berada di pelukan Arkan. Pipi tembemnya mengingatkannya pada seseorang.

Arkan membersihkan pikirannya yang berkabut. Ia mengelus gemas pipi Uwais.

Ia tidak bisa membayangkan sedihnya Rendi saat bulan lalu Uwais dirawat karena diare dan dehidrasi. Bahkan lengan semungil ini sudah harus diinfus.

"Masih endut ya, Uwais. Tangan gue udah mulai kesemutan." Arkan menepuk-nepuk punggung bayi tampan itu yang tak lama memejamkan mata.

Lagi-lagi kebiasaan tidurnya mengingatkannya lagi dengan seseorang.

"Keajaiban anak ASI, Ar. Beruntung dirawat kemarin nggak lama, habis itu sudah berisi lagi. Waaah... Uwais bobo, nyaman banget sama bahunya Papa Arkan."

Berdua mereka masuk ke ruang tamu dan menuju halaman belakang, view favorit Arkan adalah melihat koleksi ikan dalam akuarium.

Hobi Pak Dosen satu ini yang patut diacungi jempol karena setiap Arkan main kesini, selalu ada spesies ikan baru di dalamnya.

Rendi mengambil alih putranya saat melihat Rahma sudah keluar dari dapur.

"Apa kabar Mas Arkan? Nanti temani Mas Rendi makan siang ya. Saya sudah masakin sop iga sama ikan gurame pesmol. Silahkan dihabiskan lho. Saya bawa Uwais ke kamar dulu."

Beruntung banget sahabatnya ini memiliki istri sholehah yang pintar masak.

Alasan kedua tim marvel senang main ke rumah Rendi adalah bisa makan masakan rumah rasa restoran.

Lagi-lagi pikirannya yang sudah bersih memunculkan lagi tentang gadis itu, yang nggak bisa masak. Wah, kapan-kapan mesti dikursusin sama mbak Rahma.

 "Do'ain gue ya Ren. Hari ini rencana mau ketemuan."

 "Alhamdulillah, semoga diberikan kemudahan dan kelancaran Ar. Jum'ah berkah, pastinya do'a yang terbaik dikabulkan Allah Swt hari ini."

 "Ren, ada do'a supaya seseorang dapat petunjuk?"

"Ada itu surat Al-fatihah. Isinya juga do'a mohon diberikan petunjuk."

"Ya maksud gue do'a-do'a yang lain."

"Buat siapa sih?"

"Buat si April. Supaya dia dibukakan pintu hatinya biar mau datang hari ini."

"Jadi hari ini mau ketemuan sama April? Aku kirain mau ketemu sama klien bisnis.

Yaaah, kamu kenapa baru cerita sih. Dari kemarin-kemarin kan bisa minta tolong Rahma nasihatin April.

Mereka kan 1 pengajian. Minggu kemarin pada baru pengajian disini." Rendi membuat raut wajah Arkan penuh penyesalan.

"Bismillah aja Ar. Yang penting niat baik kamu kan mau menikah. Karena menikah menggenapkan agama dan juga ibadah.
Perkara nanti kamu bisa menikah dengan April, anggap aja itu bonus dari Allah. Kita kan nggak pernah tahu siapa takdir kita.
Siapa tahu aja April mendapat suami yang lebih baik dari kamu dan juga sebaliknya."

"Do'a Lu kadang ngeselin ya," Arkan memandang ketus ke arah Rendi yang malah tertawa-tawa karena berhasil menggodanya.

"Lagian itu wajah sudah kayak tegangan tinggi 35 Kilovolt. Susah memang jadi cowok yang nggak pernah ditolak sama cewek."

"Tau aja Lu, gue nggak siap kalau ditolak. Tapi ya gue hanya bisa pasrah kalau memang dia nggak lanjut."

Rendi membukakan teh botol dingin dan berdua mereka duduk menikmati angin semilir di cuaca cerah menjelang siang hari.

"Positive thinking aja Ar, Allah itu sesuai persangkaan hamba-Nya.
Kalau kamu nggak semangat kayak gini, kayak bukan Arkan yang aku kenal. Kalau ditolak ya lamar lagi Ar, sampai diterima."

"Wah, jangan-jangan pengalaman pribadi Lu ya?"

"Maybe..." Berdua mereka tersenyum dan seketika itu juga suasana hati Arkan lebih tenang.

Memang nggak salah ia memilih Rendi sebagai sahabatnya.

Our Journey To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang