White Flag

3.9K 549 16
                                        

"Kenapa sih Pak Arkan yang terhormat, ngga ijin dulu, mau kasih no hp saya ke orang lain?" Suasana sore yang mulai teduh itu, berganti dengan nada marah gadis di depannya.

"Liam bukan orang lain. Dia sahabat saya. Dia minta kenalan, ya sudah saya kasih no hp kamu." Arkan menatap April tajam meski sempat tidak tahan melihat gadis itu jadi bad mood kayak begini.

"Bapak mau, saya kasih no hpnya ke semua dokter perempuan dan perawat di RS tempat saya kerja, yang mengagumi Bapak?" Arkan mentertawakan gadis polos di depannya.

Apakah kamu juga masuk dalam barisan pengagum rahasia saya.

"Why not?", aku menantangnya.

"Bapak harus minta maaf."

"Buat apa?"

"Minta maaf karena Bapak ngga ijin dulu, kasih no hp saya ke orang lain. Minta maaf itu ciri-ciri lelaki sejati." Arkan tertawa lagi, fix gadis ini sangat kekanakan.

"Saya ngga perlu minta maaf untuk hal sesimpel ini."

Mereka berdua masih berdiri di depan teras rumah Oma, menjelang acara syukuran yang akan berlangsung. Oma tersenyum mengintip dari balik jendela.

"Memang seberapa penting sih no telepon kamu, sampai nggak boleh sembarang orang dapat. Nggak semua cowok itu tertarik buat telpon kamu. Paling cuma iseng doang." Perih .... April menahan emosinya.

"Honey, kamu jangan sembarang kasih no hp kamu ke orang lain ya. Banyak orang jahat yang ngga dikenal, terus tiba-tiba kamu dihipnotis saat ditelepon. Teman aku ada yang ngalamin kayak begitu." Kak Ray membuatnya tertawa karena menurutnya terlalu berlebihan.
  
Namun dia menyukai sifat Kak Ray yang melindunginya.

"Saya... hanya menyimpan no hp yang penting saja."

"Hmm... jadi saya termasuk orang penting dalam hidup kamu dong," Arkan membuat gadis di depannya tiba-tiba salah tingkah.

"Terserah Bapak aja deh, pusing saya ngadepin Bapak." Gadis itu meninggalkannya dengan wajah cemberut dan ia tahu sejak awal dia menerima panggilan "Bapak" karena gadis itu ingin menegaskan jarak diantara mereka, yang berbeda usia 5 tahun.

Tapi itu tidak membuatnya tersinggung, bahkan menjadi kesukaan barunya membuat gadis itu kesal.

"Maafin Arkan ya Nak," April yang baru selesai berwudlu di halaman belakang, merapikan kerudungnya saat Oma mendekati.

"Arkan hanya merasakan kasih sayang Mama dan Papanya sebentar saja. Oma dan almarhum Opa waktu itu sibuk mengurus perusahaan.

Kami banyak membanjiri materi, namun kurang memperhatikan mereka. Arkan nggak bermaksud kasar, ia sebenarnya baik dan perhatian, kalau kamu sudah kenal." Oma mengajaknya duduk di bangku taman dan menggenggam jemari April, penuh kasih.

"Oma ingin April jadi cucu Oma. Kamu anak yang baik, bisa merubah Arkan jadi lebih baik dari yang sekarang, mau kan kamu jadi istri Arkan?" April terbengong-bengong.

"Arkan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik, Oma. April akan selalu jadi cucu Oma. Kalau Oma lagi kesepian, Insya Allah April bisa temani kalau pas nggak dinas di RS." Oma menahan rasa kecewanya.

Secara tidak langsung, gadis ini menolak dengan halus permintaannya.

Tak sengaja Arkan melewati taman dan melihat pemandangan itu. Pakai jurus apa cewek ini sampai Oma begitu sayang sama dia.

"Allah SWT Maha Pengampun terhadap hamba-hamba-Nya. Sesama muslim itu bersaudara, maka jadilah pemaaf terhadap kesalahan saudaranya yang lain.

Ingatlah kebaikan orang lain, lupakan kesalahannya. Sepulang dari sini, yang masih memiliki orangtua, segeralah minta maaf kepada orangtuanya.

Orangtua maafkanlah kesalahan anak-anakmu. Yang orangtuanya sudah tiada, mohonkan ampun untuk mereka, karena do'a anak yang sholeh dapat menembus dimensi ruang dan waktu." Tausiah Ustadz Baihaqi membuat suasana sore itu seperti penuh kekeluargaan dan kedamaian.

Kotak pesan di hp April terbuka.

From Bos Arkan: "Saya minta maaf."

April : Ya Pak, sudah saya maafkan.

Arkan: mulai sekarang jangan panggil saya Bapak. Panggil Kakak saja. Saya ngga tua- tua banget.

Arkan mencari April dari kejauhan, diantara relasi kerja dan karyawatinya yang juga diundang di acara itu.

"Ar, arah jam 9 dari sini," Dhika membisikkan sesuatu.

"Diem Lu, berisik." Arkan menyembunyikan rasa malunya karena ketahuan mencari sosok gadis itu.

Sementara itu, Dhika tersenyum lebar, karena berhasil menebak isi pikiran sahabatnya.

Our Journey To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang