Arkan lebih awal 45 menit di depan sebuah rumah minimalis berpagar hitam dengan 2 bangunan terpisah di sebelah kanan dan kirinya.
Ustadz Baihaqi memang membeli 3 kapling rumah sekaligus untuk dijadikan pondok untuk santri laki-laki dan pondok santri perempuan.
"Assalaamu'alaikum. Ahlan wa sahlan Mas Arkan." Sesosok pria berjanggut tipis dan mengenakan sorban putih, menyambutnya dari dalam pintu.
Arkan menjawab salam seraya menjabat erat gurunya.
"Anak-anak kemana Ustadz?"
"Hari ini sampai hari Ahad, anak-anak mengikuti pelatihan kewirausahaan di daerah Cisarua.
Yang ikhwan rencana nanti membuka kursus otomotif dan yang akhwat membuka usaha catering."
Berdua mereka duduk di ruang tamu yang telah digelar karpet lembut yang berwarna putih.
"Tadi pagi Umminya anak-anak sudah mengganti karpetnya dengan yang baru. Yang ini dari bulu domba asli, hipoalergenik.
Ummi tahu April gampang bersin-bersin kalau kena bulu binatang." Ustadz menjelaskan, betapa istrinya tampak menyayangi gadis yang semalaman membuatnya sulit memejamkan mata.
"Gimana Mas, semalam bisa tidur ngga? Yang ditunggu sudah 1 jam yang lalu datang." Mendadak otak cerdas Arkan melambat mencerna kata-kata Ustadz. Jadi gadis itu sudah disini?
"Hm... susah tidur, Ustadz," Arkan malu mengakui.
"Ayo kita ke gazebo belakang. Semakin cepat dimulai, semakin baik."
Lelaki itu mengikuti langkah Ustadz dan dari kejauhan ditangkapnya bayangan gadis yang duduk di sebelah istri Ustadz Baihaqi.
Dia tampil sederhana dalam balutan gamis berwarna biru laut. Namun kesederhanaannya, membuatnya mendadak lupa di bumi mana ia berpijak.
"Wah, kalian sama-sama kompak ya pakai baju biru," canda Ustadzah Dewi mencairkan suasana yang tegang diantara mereka.
Sekilas mereka berpandangan dan gadis itu hanya menunduk. Tak lama Ustadz memimpin do'a untuk memulai pertemuan.
April membuka selembar kertas berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan ke pria di depannya. Jujur biodata laki-laki itu terlalu singkat untuk dia mengenalnya.
"Apa makna keluarga untuk Pak Arkan?" Arkan tersenyum tipis mendengar April formal memanggilnya. Sangat gamblang untuk menjelaskan rentang usia diantara mereka berdua.
"Di balik anak yang hebat, ada orangtua yang hebat. Demikian pula dengan kedua orangtua saya, ada sosok Oma yang mendidik dengan hebat.
Meski mungkin bekal agama di keluarga kami tidak cukup, tetapi Oma setiap sebulan sekali memanggil guru untuk mengajari kami mengaji.
Dengan segala kesibukan Oma dan Opa yang saat itu juga terpukul karena orangtua kami satu-persatu wafat.Mereka sangat menyayangi kami sehingga saya percaya bahwa keluarga yang penuh kasih sayang adalah keluarga yang juga saya impikan.
Orangtua yang senantiasa mendo'akan anak-anaknya, memeluk dan mencintai mereka sehingga apabila suatu saat anak-anak jauh dari Allah Swt, Allah yang akan membawa mereka kembali ke jalan yang baik."
April mengangguk mendengar jawaban lelaki yang duduk di seberangnya.
"Bagaimana pendapat Bapak mengenai opini bahwa tugas mendidik anak adalah peran Ibu dan peran Ayah adalah bekerja mencari nafkah?" Arkan tersenyum lagi mendengar pertanyaan April.
Dirinya bagaikan narasumber seminar parenting yang sedang menjalani interview dari wartawan.
"Kita tahu, menjadi orangtua, tidak ada sekolahnya. Namun ketika kita memutuskan untuk menikah, saat itu juga kita harus siap bekerjasama untuk mendidik anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Journey To Love
Любовные романы(Cerita Pertama di Wattpad) Perjalanan dua insan merajut cinta menuju ikatan yang suci. Akankah rasa itu hadir ketika mereka berdua bertemu sebagai dua sosok yang berbeda sifat dan kepribadian? Apakah mereka akan terus bersama, ketika kisah masa l...