2

1.8K 235 38
                                    

What am I suppose to do
when the best part of me was always you?
.
One's still in love
while the other one's leaving— The Script, Breakeven

🎵

Cerita Mikasa dan Levi pernah bermuara. Saat itu Levi tak punya pilihan untuk segera menikah. Orang tuanya mendesak, sebab calon yang mereka pilih akan membawa banyak keuntungan. Tapi calon tersebut bukan Mikasa, melainkan wanita lain, yang bahkan Levi tak pernah tahu siapa.

"Ya sudah kalau begitu, akhiri saja hubungan ini."

Mikasa setuju tanpa melawan, padahal Levi berharap, kekasihnya itu mau mempertahankan dia, atau setidaknya memohon untuk menolak perjodohan tersebut.

Levi kecewa teramat dalam, harapannya tak terkwujud. Mikasa tak keberatan melepas Levi ketangan wanita lain, pada dasarnya dia berhati dingin. Dia pragmatis, dia tak mau berurusan dengan keluarga Ackerman yang elit. Levi pun terima keputusan Mikasa, dia juga memilih untuk mengubur nama Mikasa dari hatinya. Membuang jauh-jauh kenangan yang sudah terajut, beberapa tahun yang lalu.

"Tapi apa yang harus aku lakukan? Meski tahun telah berganti, kamu tidak bisa hilang."

"Aku tahu kamu apatis. Aku juga begitu, tapi entah kenapa, hanya kamu yang paling mempesona."

Levi tertegun dalam mobil. Dia mengingat-ngingat kembali kisah lama mereka, sebelum akhirnya kandas dengan sadis.





Mikasa keluar dari lobby kantor, wajahnya nampak datar, padahal sudah letih seharian bekerja. Dia melangkah lambat, tapi suara Jimmy Choo heels-nya tetap mengudara.

Tak tak tak

Atensi Mikasa memindai sebuah Lexus hitam, yang sudah menunggu di sana. Dia tahu siapa pemilik kendaraan itu. Mikasa membuang napas kasar dan menghentikan langkah, masuk ke dalam mobil, terpaksa.

"Sudah kubilang, jangan jemput aku. Aku akan ke sana sendiri." Kilah Mikasa, tak suka. Jika sang direktur terang-terangan menjemputnya.

"... Habis aku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu."

Sebelah tangan kokoh Levi merayap, menangkup jemari Mikasa yang berada di atas pangkuan. Tak ragu-ragu, dia elus halus sambil tersenyum. "Istrimu bisa curiga nanti."

Mikasa coba melepaskan tautan, tapi Levi pertahankan posisi, malah dia kecup singkat telapak itu.

"Petra, sudah tahu ..." kata Levi cepat, membuat akal sehat Mikasa otomatis bekerja. Kedua irisnya membulat. "Apa maksudnya Petra sudah tahu? Lantas, kenapa kamu masih berulah?"

"Lebih baik kamu hentikan," cecar Mikasa, durjanya kian mengeruh.

"Sssttt... Sudah diam."

Levi secepat kilat menginteruspi, mengatupkan bibir Mikasa, dengan satu telunjuk. Tak lama pria itu menyeringai, penuh arti.

"Kita putus bukan berarti tak bisa bersama lagi. Tidak ada jalan lain, selain melakulan hubungan ini. Aku tidak peduli, Mikasa ... Terima kasih sudah selalu di sisiku," lisan Levi lembut, lalu dia dekatkan wajahnya pelan-pelan ke arah Mikasa, mendaratkan sebuah ciuman. Bodohnya Mikasa terdiam, padahal dalam hati menolak.

Beastly AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang